Kepala Hinata sakit. Sudah tiga hari ini waktu tidurnya berkurang drastis. Untuk kali ini saja Hinata ingin egois terhadap tubuhnya sendiri. Hinata sungguh membutuhkan pengalihan.
Semenjak ia tahu Sasuke membohonginya, Hinata jadi makin gelisah. Mereka sudah mulai saling menghubungi meskipun tidak sering. Entah kenapa, Hinata merasa apa yg Sasuke lakukan hanyalah kebohongan. Rasa percayanya perlahan memudar.
Sasuke maupun Hinata bahkan belum saling bertemu kembali setelah hari dimana Hinata mendatangi kantor Sasuke. Pria itu selalu mempunyai banyak alasan untuk tidak bertemu dengan Hinata. Sibuk katanya. Hah! Klise.
Ingin sekali Hinata mengacak-acak wajah tampan Sasuke.
Jika kalian belum mengenal Hinata, gadis itu akan terlihat seperti gadis yang lemah lembut jika hanya menilai dari fisiknya saja, tapi siapa yang tahu bahwa dibalik tubuh mungil dan wajah bayi itu ternyata Hinata cukup lihai bersilat lidah. Lidahnya setajam silet. Tidak jarang Hinata mengomentari dengan pedas pada hal yang mengganggunya.
Namun terkadang, Hinata bisa menjadi sangat sopan dan menjaga kata-kata serta sikapnya pada hal-hal tertentu. Misalnya ketika ia berbicara pada orang tua, karena ia dididik seperti itu oleh ayahnya.
Hinata melirik arloji yang terpasang pada pergelangan tangan kirinya. Pukul 9 malam. Hinata masih tetap setia di kubikelnya. Perutnya perih meminta diisi. Lagi-lagi Hinata melewatkan makan malamnya.
Hinata melirik pada kanan dan kirinya. Memastikan jika masih ada orang di dalam ruangan itu. Ruangan itu sedikit remang karena beberapa penerangan sudah dimatikan.
Gadis itu sedikit menghela nafas saat menemukan sebuah kepala yang menyembul dari bilik salah satu kubikel.
"Akimichi-san?" Hinata memanggil orang tersebut.
"Ya?" Yang dipanggil pun merespon.
"Apa kau masih punya persediaan cup ramen?" Tanya Hinata berharap.
"Aku masih punya beberapa. Kau mau satu?"
Temannya ini cukup peka rupanya. Hinata tersenyum, karena ia tidak perlu meminta. "Terima kasih, Akimichi-san. Kau yang terbaik."
Kemudian Hinata bangkit dari tempatnya untuk mengambil cup ramen yang diberikan oleh Akimichi itu. Setelah membuka penutup cup ramen tersebut Hinata kemudian mengisinya dengan air panas di dispenser yang tersedia di ruangan itu.
Aroma dari bumbu ramen instan itu menampar indra penciumannya membuat perutnya makin berisik meminta untuk diisi.
"Tumben sekali kau masih bertahan di sini untuk lembur. Padahal biasanya pukul 6 kau sudah menghilang dari tempatmu." Akimichi yang sibuk memindai data dari layar komputer bertanya. Ia lumayan penasaran dengan Hinata yang sudah tiga hari ini memilih untuk bertahan di kantor hingga larut.
"Aku hanya ingin lembur saja." Jawab Hinata sambil meniup ramen tersebut sebelum menyeruputnya.
"Pasti ada alasan lain kan selain itu? Hinata yang kepala batu tidak mungkin begitu saja melanggar peraturan yang sudah dia buat untuk dirinya sendiri." Kali ini Akimichi mengehentikan sejenak kegiatannya dan memutar kursinya menghadap Hinata.
Hinata masih sibuk mengunyah ramen miliknya. Yang dikatakan Akimichi memang benar. Malah sangat benar. Hinata memang melakukan hal ini untuk mengalihkan pikirannya agak tidak terus mengutuk Sasuke sepanjang hari karena sudah membohonginya. Hinata memang sengaja menyibukkan dirinya hingga lelah agar tidak sempat memikirkan pria itu beserta wanita yang masih belum jelas hubungannya dengan Sasuke.
"Kau benar. Memang ada banyak hal yang mengganggu pikiranku hingga aku melakukan ini."
"Apakah serumit itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
COMMITMENT
FanficHinata sangat menyukai kejujuran. Semenyakitkan apapun itu. Namun jika kepercayaan yang sudah ia berikan dirusak oleh kekasihnya, apa yang akan Hinata lakukan? A Naruto Fanfiction Desclaimer Masashi Kishimoto