12. The Invitation

387 56 3
                                    

Akhir pekan merupakan saat yang tepat untuk berbelanja. Bukan jenis berbelanja yang akan menguras seluruh tabunganmu, tetapi belanja keperluan sehari-hari.

Jika dibandingkan dengan supermarket, Hinata lebih suka berbelanja di pasar. Di samping harga barang yang dijual lebih murah, Hinata juga bisa menawar. Selain itu juga barang-barang yang ditawarkan lebih beragam. Meskipun supermarket dikenal sebagai toko serba ada, namun kenyataannya tidak semua kebutuhan bisa Hinata temui di sana.

Pagi ini Hinata sudah siap untuk pergi setelah ia selesai membersihkan apartemen dan sarapan. Setelah selesai memakai sepatunya, Hinata sangat terkejut begitu melihat seseorang yang sedang berdiri di depan pintu apartemennya saat pintu telah terbuka. Apalagi yang dilakukannya di sini sepagi ini?

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Hinata sambil menenangkan dirinya yang sempat terkejut.

"Hanya berkunjung." Jawab Sasuke.

"Omong kosong." Hinata tahu bahwa jawaban Sasuke hanyalah sebuah alasan.

"Kau sudah mengganti kunci pintu passwordmu, jadi aku tidak bisa masuk ke dalam."

"Aku menggantinya supaya tidak ada lagi pencuri yang masuk." Hinata mengatakannya dengan penuh penekanan. Sasuke sadar Hinata sedang menyinggungnya, tapi Sasuke tidak bisa memprotes karena memang dia yang bersalah di sini.

"Aku tahu kau masih marah padaku."

"Ralat! Sangat marah."

"Baiklah. Sangat marah. Permintaan maaf saja kurasa tidak akan cukup untuk menebus apa yang sudah kulakukan padamu."

"Itu benar."

Sudut bibir Sasuke sedikit berkedut. Menandakan pria itu sedang berusaha bersabar karena Hinata terus saja menginterupsi perkataannya. Sasuke tidak tahu jika Hinata bisa semenyebalkan ini. Atau bisa saja selama ini dia yang tidak begitu mengenal Hinata meskipun mereka pernah menjalin hubungan selama empat tahun.

"Bisakah kau mendengarkanku sebentar saja?"

"Oke."

Sepertinya persediaan kesabaran Sasuke sedang sangat banyak hari ini. Hinata cukup takjub melihatnya.

"Ibuku memintamu untuk datang ke rumah."

"Apa?"

"Beliau mengundangmu untuk makan malam bersama."

"Kau gila?"

"Aku serius, Hinata." Sasuke menatapnya dengan raut yang sangat serius. "Beliau terus bertanya kenapa kau tidak pernah lagi datang ke rumah."

"Kau tahu aku tidak pernah lagi datang ke rumahmu karena apa. Lagipula sekarang sudah tidak ada hubungan apapun lagi antara kau dan aku."

"Kau benar. Itu memang salahku."

"Kau bisa mengajak pacarmu yang baru. Kenapa harus aku?"

"Aku belum mengatakan kalau kita sudah putus."

Bahkan sudah sebulan lebih mereka putus dan Sasuke tidak mengatakan apapun pada keluarganya. Hinata sama sekali tidak habis pikir.

"Kurasa kau sudah kehilangan akal sehatmu. Aku tidak mau. Ajak saja sana pacarmu." Hinata berniat untuk meninggalkan tempat itu. Namun baru selangkah, pria itu menahan lengannya untuk menghentikannya.

"Aku tidak bisa. Aku tidak tega melakukannya."

"Kenapa?"

"Kau tahu kondisi kesehatan ibuku. Selain itu juga ibuku sudah terlanjur menyukaimu."

Jika sudah menyangkut kesehatan sang ibu padanya, bagaimana Hinata tidak bisa luluh. Hinata juga sudah menganggap ibu mantan kekasihnya sebagai ibunya sendiri. Wanita itu memperlakukannya dengan sangat baik, begitu juga dengan anggota keluarga Sasuke yang lain. Tapi bagaimana pun juga, Hinata sudah tidak ada hubungan apapun lagi dengan Sasuke.

COMMITMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang