16. The Kiss

488 58 2
                                    

Cuaca hari ini cerah. Secerah senyuman Hinata. Seperti layaknya remaja yang baru pertama kali berkencan, gadis itu merasa senang bukan main ketika melihat Shikamaru datang menjemputnya di halte bus yang biasa di dekat rumahnya.

Taman ini ramai. Tidak seperti taman hiburan yang berisi beraneka macam wahan permainan. Taman ini seperti halnya taman biasa dimana orang-orang datang untuk piknik keluarga, namun yang sangat spesial dan menarik perhatian di tempat itu adalah adanya taman bunga seluas dua hektar dengan berbagai jenis dan warna yang sedang mekar. Disediakan juga stan-stan foto yang bisa digunakan oleh para pengunjung secara gratis.

Keduanya berjalan beriringan sambil membahas apapun yang mereka lihat. Pipinya makin bersemu merah karena tangan Shikamaru yang hangat menggenggam miliknya. Hinata tidak tahu apakah Shikamaru menyadarinya atau tidak. Yang jelas, gadis itu bahagia.

Entah mengapa di saat-saat begini ia malah mengingat Sasuke. Tangan yang menggenggamnya itu terasa sama. Namun sayangnya dengan orang yang berbeda.

Tunggu! Kenapa Hinata malah memikirkan seharusnya yang kini bersamanya adalah Sasuke? Hinata pasti sudah gila! Gadis itu menggelengkan kepalanya pelan untuk menepis apa yang baru saja ia pikirkan.

Musim panas memang sedikit lagi akan berakhir, tapi bunga-bunga di sini masih betah untuk bermekaran. Salah satu yang sangat menarik perhatian Hinata adalah bunga matahari. Sedari kecil Hinata memang menyukai bunga yang memiliki biji yang bisa dimakan itu. Di desa tempatnya lahir, sang ayah bahkan membuatkan kebun bunga matahari kecil di belakang rumahnya agar Hinata betah berlama-lama bermain di sana. Jika bunga matahari tersebut sudah mengering, mereka akan memanen bijinya dan mengolahnya agar bisa dijadikan camilan. Cukup efektif untuk menghemat uang jajan Hanabi.

Mengingt tentang bung matahari, Hinata makin rindu pada keluarganya. Mungkin ia akan memanfaatkan masa libur musim dingin untuk pulang kampung saja.

"Kau haus?" Tanya Shikamaru saat Hinata sedang asyik memotret bunga matahari menggunakan kamera polaroid yang ia bawa.

"Ya. Kurasa begitu." Jawab Hinata menelan ludah merasakan kerongkongannya kering.

"Bagaimana kalau kita mencari minuman dulu? Istirahat sebentar. Sepertinya cuaca semakin terik."

"Kau benar juga." Hinata mengelap dahinya yang berkeringat.

Untungnya setelah keluar dari kebun bunga matahari tersebut terdapat sebuah tempat yang menyediakan vending machine yang berisi berbagai macam minuman dan camilan.

Hinata mencari bangku taman untuk dia bisa beristirahat sedangkan Shikamaru pergi untuk membeli minuman dan camilan.

Sambil menunggu Shikamaru, Hinata mengambil ponselnya dari dalam tas kecil yang ia gunakan. Gadis itu menyalakan ponsel yang sengaja ia matikan agar tidak menganggu kegiatannya hari ini. Sesaat ketika ponsel itu sudah menyala, muncul sebuah notifikasi pesan. Masih dari nomor yang sama dengan yang menerornya beberapa hari ini. Kali ini hanya berisi satu pesan. Hinata mengernyit. Tumben sekali, batinnya.

Rasa penasaran akhirnya muncul untuk membuka pesan itu. Tubuhnya membeku ketika melihat isi pesan tersebut. Foto dirinya dan Shikamaru ketika berada di kebun bunga matahari barusan. Gadis itu menoleh ke sekitarnya untuk mencari keberadaan perempuan yang sudah merusak moodnya hari ini.

Baiklah, sepertinya Sakura sudah cukup keterlaluan. Perempuan itu bahkan berani mengikutinya. Dasar sinting!

Dering ponsel Hinata berbunyi. Jika tatapan bisa mengeluarkan laser, maka ponselnya sudah hancur saat itu juga.

Hinata mengangkat panggilan tersebut untuk mengetahui apa yang diinginkan perempuan itu.

"Bagaimana dengan pesan yang kau terima?"

COMMITMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang