Hinata baru saja selesai mandi. Gadis itu sedang duduk di kasur sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.
Beberapa waktu lalu, Hinata dibuat terheran-heran karena Sasuke langsung mengantarnya pulang alih-alih ke rumah orangtuanya. Hinata ingin bertanya, tapi dari ekspresi wajahnya saja seakan Sasuke sedang tidak ingin membahas apapun. Seharusnya yang marah Hinata, bukan Sasuke. Bukankah lelaki itu sendiri yang bilang kalau ibunya ingin bertemu dengan Hinata?
Hinata menggelengkan kepalanya. Untuk apa dipikirkan lagi?
Hinata melirik pada jam dinding yang tertempel di atas meja belajar yang terletak berseberangan dengan tempat tidurnya. Pukul 10 malam lebih empat puluh lima menit. Pantas saja tubuhnya sangat lelah. Gadis itu ingin segera tidur, tapi perutnya meraung minta diisi. Ternyata ramen buatan Tenten tadi hanya bisa bertahan selama beberapa saat saja.
Menghela nafas akhirnya Hinata memutuskan untuk makan sereal dengan susu hangat saja. Ia sudah terlalu lelah untuk mengolah apapun yang tersimpan di lemari pendinginnya.
Selesai membuat sereal, Hinata menyalakan televisi untuk menemaninya menghabiskannya sebelum ia pergi tidur. Acara tv tengah malam cukup seru juga, hingga Hinata harus merasa terusik karena ponsel yang ia letakkan di sebelahnya terus bergetar yang disertai nada notifikasi tanpa henti. Hinata mengernyitkan dahi. Bahkan hingga Hinata berhasil membuka pesan tersebut, pesan lain terus saja bermunculan.
Hinata memeriksa nomor telepon tersebut. Itu bukanlah nomor yang ia kenal.
Tiap bubble pesan itu hanya berupa huruf acak yang tidak ia mengerti. Tidak membentuk kata maupun kalimat. Hinata terus menggulirkan jarinya ke bawah guna mengecek satu persatu bubble pesan teratas yang setidaknya bisa ia mengerti.
Tidak ada hal yang berarti hingga Hinata menemukan beberapa foto acak sudut-sudut sebuah kamar yang dikirim secara berurutan. Hinata hampir terkena serangan jantung ketika ia berhasil menemukan sebuah foto paling atas.
Foto Sasuke yang sedang tertidur lelap di sebuah ranjang yang penerangannya temaram. Foto itu hanya memperlihatkan bagian dada hingga kepalanya. Berdasarkan foto itu saja, Hinata bisa langsung tahu bahwa Sasuke sedang tidak mengenakan pakaiannya. Hinata juga baru sadar bahwa foto-foto sudut kamar tersebut bukanlah kamar milik Sasuke.
Jantung Hinata berdegup kencang. Hatinya panas menemukan hal semacam ini. Menerka siapa yang mengirimi hal ini padanya. Hanya ada satu orang yang ia rasa sangat mungkin melakukannya. Masih bolehkah Hinata merasa untuk cemburu sekarang?
Kemudian ponsel Hinata berdering. Panggilan tersebut berasal dari nomor yang sama. Gadis itu hanya membiarkannya hingga panggilan itu berakhir. Hal itu terus terulang hingga panggilan kelima. Mungkin jika dia menelepon kembali Hinata akan mengangkatnya hanya untuk memastikan.
Ponselnya kembali berdering. Hinata membiarkannya sedikit lama sebelum menerima panggilan tersebut.
"Ah. Akhirnya diangkat juga." Suara dari seberang sana.
"....."
"Kau pasti bertanya-tanya kan siapa yang mengirimu puluhan pesan itu."
"Tidak juga."
"Bagaimana menurutmu? Kau pasti sangat kaget menerima pesan dariku."
"Sampah."
"Apa?" Pekik seseorang diseberang sana sedikit tidak terima.
"Kubilang, semua pesan yang kau kirimkan itu sampah."
"....."
"Aku tidak tahu kau mendapatkan energi darimana hingga mau repot-repot mengirimkan semua itu padaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
COMMITMENT
Fiksi PenggemarHinata sangat menyukai kejujuran. Semenyakitkan apapun itu. Namun jika kepercayaan yang sudah ia berikan dirusak oleh kekasihnya, apa yang akan Hinata lakukan? A Naruto Fanfiction Desclaimer Masashi Kishimoto