Pagi ini Awan menepati janjinya. Selama perjalanan menuju sekolah, Awan tak henti-hentinya menghujani Tiara banyak pertanyaan
"Mengapa kau tidak menjawab telfonku dan membaca pesanku?"
"Apa kau terlalu sibuk? Sehingga tidak bisa meluangkan waktu barang semenit saja untuk memberikan kabar padaku?"
"Kau tidak tau betapa khawatirnya aku?"
Tiara pun akhirnya dengan sabar menjelaskan dengan detail—dimulai saat dia yang masih tertidur saat kelas sudah selesai hingga dia bertemu dan makan malam bersama Zidan
"Lihat—aku baik-baik saja. Tidak perlu sekhawatir itu"
"Tapi tetap saja, aku tidak suka kau dekat dengannya. Dia bukanlah pria baik" ucap Awan saat mobilnya baru saja memasuki halaman sekolah
"Sungguh? Sepertinya kau tau banyak tentang pria itu, seolah-olah kau adalah ibu kandungnya"
"Kau tidak percaya denganku? Ah—atau kau harus mengalaminya terlebih dahulu, setelah itu kau percaya dengan ucapanku" ucap Awan yang sudah tersulut emosi
Mereka sudah sampai disekolah sejak lima menit yang lalu. Tetapi Awan tidak mengizinkan Tiara untuk turun dari mobilnya karena dia masih ingin menanyakan banyak hal
"Katakan, apa yang sudah dia lakukan padamu?" tanya Awan yang kini sedang menatap dalam lawan bicaranya itu
"Ti-tidak ada" jawab Tiara mulai gugup
Awan justru memperdalam tatapannya seolah-olah menahan kedipan matanya demi menuntut jawaban atas pertanyaannya. Tiara yang mulai takut akhirnya berkata jujur
"Di-dia memintaku untuk menjadi kekasihnya. Ya ha-hanya itu, setelahnya kami segera pulang"
"Seriously?"
"Y-ya, ha-hanya itu"
"And your answer is?" Awan meremas stir mobil yang ada dihadapannya
"Yes" jawab Tiara dengan suara terkecilnya
"Oh my.. Kalian berdua baru dekat beberapa bulan yang lalu. Tiara.. kau ini hanya menyukainya, tidak mencintainya. Bagaimana kau bisa menerima tawaran itu?!"
"Lalu apa bedanya menyukai dan mencintai kak?" Tiara mulai menaikkan nada bicaranya
"Menyukai hanya sebatas menyukai. Ibarat kau menginginkan suatu barang—seperti boneka, dan kau berambisi memilikinya. Setelah kau berhasil memilikinya, kau akan selalu menggunakan barang tersebut—memeluknya, merawatnya bahkan mengajak boneka kau bicara. Tetapi beberapa saat kau akan merasa bosan, dan membuangnya. Kau paham maksudku?"
"Lalu?"
"Mencintai berarti kau sudah menyayanginya. Tidak peduli seberapa bagus boneka diluar sana, kau akan tetap memilih boneka yang kau punya saat ini. Karena apa? Karena kau sudah merasa nyaman"
"Bukankah menyukai adalah langkah awal dari mencintai?"
"Ya, tapi itu tidak terjadi pada semua orang. Tidak semua yang menyukai berujung mencintai Tiara, kau harus ingat itu"
"Lalu bagaimana denganmu? Kau juga menyukaiku—"
"Tidak. Aku mencintaimu. Sangat"
Seperti tertampar oleh sebuah papan yang menancap ribuan paku. Perasaan bersalah kini menyelimuti wanita yang sedang duduk disebelah kemudi
"A-aku tidak peduli" bagaimanapun Tiara tidak bisa membalas perasaan Awan. Dengan gerakan cepat Tiara segera meninggalkan Awan yang terdiam, sepertinya dia terkejut atas jawaban yang Tiara lontarkan
Awan pun segera turun dan menyusul Tiara yang sudah mulai mengatur jarak dengannya
"Sejak kapan kau menjadi wanita tidak berperasaan dan penuh emosi seperti ini?" ucap Awan yang berusaha menyamakan langkahnya
"I'm not, okey? Aku hanya menghindari pertengkaran"
"Pertengkaran katamu? Aku tidak menganggap ini sebagai pertengkaran. Aku tidak ingin itu terjadi" suara Awan bergema dilorong kelas yang saat ini sedang mereka lewati, membuat segelintir siswa dan siswi yang sedang duduk-duduk dibangku depan ruang kelasnya menatap mereka dan berbisik
"Apa mereka sedang bertengkar?"
"Aku tidak tau jika mereka sepasang kekasih"
"Mereka berdua selalu bersama setiap harinya, tak heran sepasang kekasih itu sedang bertengkar"
"Ayolah, kita bisa bicarakan ini baik-baik"
Tiara menghentikan langkahnya tepat didepan ruang kelasnya, dan berbalik menghadap Awan yang sedang mengatur napas karena sedikit lelah mengejar Tiara
"Baiklah, apa maumu?"
"Putuskan hubungan dengannya. Anggap saja saat ini aku tidak sedang cemburu—walaupun faktanya memang aku sangat cemburu dengan pria brengsek itu"
"Cepatlah, bel akan berbunyi sebentar lagi dan aku belum menyelesaikan tugasku"
"Baiklah-baiklah. Anggap saja aku ingin melindungi domba ku dari seekor pemangsa"
"'Mengapa kau ingin melindungi dombamu? Bukankah kau bisa membeli domba yang lain?"
"Aku merawat domba ini sedari kecil hingga berbulu lebat, aku tidak akan melepaskannya kepada siapapun. Kau tau.. domba yang memiliki bulu yang lebat maka harganya akan semakin tinggi"
Tiara mendekatkan pada Awan sebanyak satu langkah
"Aku baru saja berkencan dengannya semalam, dan kau menyuruhku untuk menyudahi hubungan kami?" Tiara sedikit memelankan suaranya karena dia tidak ingin ada yang mengetahui hubungannya dengan Zidan"Kau berani membelanya? Pria yang kau kencani semalam dibanding orang yang dihadapanmu ini—aku yang bersamamu sejak saat kita masih berusia lima tahun sampai sekarang"
"Baiklah terimakasih, senang bertemu denganmu kak" ucap Tiara dan segera berbalik lalu memasuki ruang kelasnya
"Tiara! Ck.. dengarkan aku"
Grep..
Dengan satu gerakan Awan berhasil menarik tangan Tiara untuk kembali menghadapnya"Ku harap kau tidak sedang membohongiku"
Tiara menghentakkan tangannya dengan segala tenaga yang dipunya untuk melepaskan genggaman tangan Awan yang sangat kuat. Beruntung usahanya tidak mengkhianati
"Apa wajahku terlihat seperti itu?"
"Aku hanya..aku hanya tidak ingin kau terluka. Itu saja" Awan kembali menggenggam tangan Tiara
"Terluka..terluka. Berulang kali kau mengatakan itu. Aku tidak mengerti maksudmu kak"
"Baiklah, tak apa kau menjadi kekasihnya asalkan biarkan aku tetap berada disampingmu"
"Bagaimana jika dia merasa cemburu"
"Aku akan tetap mencintaimu, sampai..."
"Sampai?"
"Tidak" ucap Awan mengacak-acak pucuk kepala Tiara gemas
"Masuklah, bel akan berbunyi lima menit lagi. Tepat pukul empat sore aku akan menunggu mu dihalaman sekolah, aku akan mengantarmu pulang""Kemana perginya sang Awan yang gelap dan siap mendatangkan badai?" Tiara menggodanya
"Cepatlah, sebelum badai kembali menyerangmu" ucap Awan disertai kekehan
Tiara pun memasuki kelasnya dan menduduki bangku miliknya, lalu dia segera mengeluarkan sebuah buku dari dalam tas nya dan segera menyelesaikan tugas—seperti yang dia katakan
Awan tetap berdiri didepan ruang kelas Tiara dan tetap tersenyum, walaupun Tiara tidak mengetahui itu
"Sampai kau mengetahui yang sebenarnya" lanjut Awan
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret: Yes or Yes?
Krótkie Opowiadania[BEFORE] My Partner Sex is My Ex-Boyfriend "Regret: Yes or Yes?" menceritakan bagimana Tiara dan Zidan dipertemukan, dan juga berakhir. Zidan yang dicap sebagai badboy sejagat raya meminta Tiara untuk menjadi ke kasihnya. Dan setelah beberapa lama m...