37 (END)

1.3K 118 30
                                    

Kegaduhan sama sekali tidak pernah hilang di rumah itu. Jeno berteriak, memanggil ayahnya yang masih sibuk dengan kertas-kertas yang harus ia bawa ke tempat kerja. Jeno terus mengomeli ayahnya yang selalu saja bangun kesiangan hingga ia harus rela beberapa kali terlambat masuk sekolah.

"Ayah!!! Ini hari pertamaku masuk sekolah. Bagaimana kalau aku dapat bangku paling depan.!" pekik Jeno dengan seragam SMP nya yang baru.

"Bukankah itu bagus? Kau akan jadi semakin pintar seperti ayah."

"Apa gunanya pintar jika tidak bisa membagi waktu. Ayah terlalu sibuk."

"Eish, kau ini semakin besar bukannya tambah manis tapi malah sering membantah dan menyebalkan."

"Ayah sudah punya satu anak yang manis maka ini peran yang harus aku ambil, supaya imbang."

"Hah?! Memangnya siapa anak manis di rumah ini? Tidak ada."

"Ayah, Dani bisa mendengarnya dengan jelas." lirih gadis yang sejak tadi diam mendengarkan lagu lewat earphone yang setia menggantung di telinganya.

"Aku pikir kau sedang mendengarkan lagu."

"Dani memang sedang mendengarkan lagu. Ah cepat, kita bisa terlambat.!" Dani yang sudah kepalang kesal itu pun mulai meledak seperti Jeno.

Amber bergegas membawa tasnya, mengambil jas dan memakai sepatunya. Disaat Amber sibuk memakai kaos kakinya, seorang wanita lengkap dengan celemek dan dua box bekal di tangannya berjalan menghampiri ketiga orang yang sudah siap berangkat.

"Bukankah ibu sudah mengingatkan untuk memasukkannya ke dalam tas? Bagaimana kalian bisa lupa terus huh?!"

"Ibu, kami bukan anak kecil lagi. Kami bisa makan siang di kantin. Ibu tidak perlu menyiapkan bekal untuk kami lagi." ucap Jeno menerima kotak berisi makan siangnya dan Dani.

"Makanan rumah lebih sehat. Jangan terlalu sering makan di luar."

"Ibu kalian benar, dengarkan perintah ibu kalian dan jangan membantah. Ah, ngomong-ngomong mana bekalku?" Amber mengangkat tangannya meminta kotak makan yang sama seperti Dani dan Jeno.

"Tidak ada, bukankah kau bilang akan makan siang di rumah? Cepat berangkat kalian bisa terlambat." balas Krystal sambil membalikkan bahan Amber, mendorongnya menuju pintu agar segera berangkat.

Dering alarm yang sejak tadi berdering akhirnya berhasil membangunkan pria yang sedang terlelap dalam tidurnya. Amber tersenyum mengingat mimpi yang baru saja ia jalani.

Pria itu menggeleng heran karena mimpi yang sedemikian rupa terus-terusan menjadi bunga tidurnya.

"Ayahhh!!! Sarapan sudah siap." suara teriakan dari luar membuat Amber berdiri dari tidurnya dan keluar.

Amber menghampiri Jeno yang sedang duduk santai di depan televisi. Bocah mungil yang dulu sudah tidak ada lagi. Jeno tumbuh dengan sangat baik dan saat ini ia adalah anak paling tinggi di kelasnya.

"Roti bakar lagi?" gumam Amber mengambil roti bakar yang Jeno buat untuk sarapan mereka.

"Aku akan belajar memasak jika sudah besar, untuk saat ini nikmati saja roti bakarnya."

"Jeno sudah besar, tahun ini kau sudah masuk SMP. Lihatlah tinggimu sudah hampir sama dengan ayah."

"Aigoo, benar kata paman Yuri kalau ayah ini lebay."

Amber tertawa mendengar celotehan Jeno, menghabiskan pagi di hari libur bersama dengan keluarga adalah hal paling baik bagi Amber.

Kedua pria itu saling berteriak menyemangati para pemain sepak bola di tim kesayangan mereka yang sedang bertanding. Kegaduhan semakin menjadi ketika tim yang mereka dukung melesatkan bola masuk ke dalam kandang lawan. Tim mereka menang dan keduanya sangat bersemangat.

Unfinished StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang