"Gue.. kangen."
"Kangen siapa, Je?"
"Hah? ah enggak-enggak"
Cowok berlesung itu merutuk dirinya dalam hati. Bisa-bisa nya dia keceplosan pas lagi kerkom kayak gini. Bego banget emang.
"Ck.. elo mah gitu." ucap laki-laki yang duduk di depannya, "Ah.. apa jangan-jangan lo udah punya cewek ye?!" tuding si cowok dengan tatapan mengintimidasi.
Tanpa berucap, Jeje hanya membalas dengan senyum simpul yang penuh arti.
"Gila sih kalo elo punya pacar, cewek-cewek di sini bisa galau jamaah!"
"Gue duluan, Chan. Ntar malem lo kirim aja file nya biar gue cek lagi" balas Jeje sambil merapikan barang bawaan nya.
"Bujuk buset.. untung lo temen gue, kalo kagak udah gue tonjok muka ganteng lo!"
Lagi-lagi helaan nafas berat kembali terdengar. Setelah sampai di kamar kost, Jeje memutuskan untuk membasuh diri. Berharap dapat mengurangi rasa penat di tubuhnya.
Namun walau sudah begitu, cowok tampan itu kembali terduduk lesu di atas tempat tidur. Menggenggam benda pipih serta menatap lamat wajah sang gadis yang menjadi wallpaper hp-nya.
Sudah hampir dua bulan mereka tidak bertemu. Berbalas pesan pun tidak intens karena kesibukan keduanya. Rasa rindu yang menggebu jelas terasa di dada cowok itu.
✨✨✨✨
Singkat cerita, sudah enam bulan berlalu. Tidak banyak yang berubah, mereka masih sama seperti hari-hari biasanya dalam menjalani aktivitas.
Namun berbeda untuk hari ini. Para remaja itu kompak memakai pakaian hitam saat mengunjungi sebuah rumah.
Terlihat para gadis yang menahan tangis walau tak bisa, serta beberapa orang yang menyanyikan lagu-lagu pengiring kematian.
Sebuah peti di tengah sana, berisikan seorang pemuda tampan yang terlihat pucat telah menutup mata untuk selamanya.
Berbagai memori dengan mendiang secara otomatis terputar di benak mereka masing-masing. Sungguh tak menyangka bahwa takdir salah satu temannya akan secepat ini.
"Tante sama Miya yang tabah ya.. kita semua berusaha ikhlasin Yogi pelan-pelan" Ucap Mina sambil memeluk Tante Titan, selaku ibu dari Yogi.
Empat hari lalu pria tinggi bernama Yogi itu mengalami kecelakaan saat pulang menuju kost-nya. Motor yang ia kemudikan di tabrak truk saat berhenti di lampu merah.
Sempat dua hari kritis di rumah sakit, nyata nya Tuhan berkehendak lain. Luka parah di kepala rupanya membuat pria itu tak bisa bertahan.
Mendengar kabar duka tentang salah satu teman, Seka'one' memutuskan segera kembali menuju Jakarta, untuk mengantar kepulangan sang sahabat ke rumah bapa.
Bukan hanya para cewek yang kalut dalam situasi seperti ini, namun para cowok juga turut merasakannya. Terutama Alex, sahabat sedari kecil mendiang Yogi.
Sejak kedatangannya pagi hari tadi, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir cowok itu. Dengan mata memerah dia terus duduk di samping peti jenazah sembari menatap lekat pria pucat di dalam sana.
Bahkan Aming dan Dika yang biasanya tidak waras, kini mereka juga melakukan hal yang sama seperti Alex. Sesekali Dika mengusap air mata nya yang jatuh membasahi pipi.
Setelah pemakan selesai mereka memutuskan untuk berdiam diri di rumah si kembar. Terlihat guratan lelah pada beberapa wajah mereka, terutama yang sedang berkuliah di luar kota tanpa beristirahat harus langsung menuju rumah duka.
"Tuhan baik banget ya?" kata Yuna membuka pembicaraan, "Ya walaupun caranya mempertemukan kita dengan kesedihan" sambungnya dengan mata menerawang jauh.
"Gak perlu lagi kita berdebat buat mutusin kapan kita sama-sama ambil libur buat ketemu. Karena nyatanya sekarang kita udah kumpul.. full team, hiks" satu isakan berhasil lolos dari bibir gadis itu. Semakin lama air matanya semakin deras membuat para gadis yang lain ikut terbawa suasana.
Sedikit menyeka ujung matanya, Aming mengambil nafas panjang, "Udah ya.. kita harus tabah. Sedih boleh tapi jangan berlarut"
Dika yang entah sejak kapan sudah memeluk Yuna juga sedikit sesenggukan, "Udah jangan nangis.. katanya mau belajar ikhlas. Kalo gini terus, ntar Yogi susah pergi nya"
Diam-diam Aming mencuri pandang kepada gadis yang selama ini memenuhi pikirannya. Gadis itu menangis, saling berpelukan dengan Lisa.
Ingin sekali Aming membawa si gadis ke pelukannya, namun ia sadar bahwa dirinya tak berhak. Sekali lagi cowok itu harus sanggup menahan perasaannya, agar tak jatuh untuk kedua kalinya.
Tanpa mereka sadar dua orang sedari tadi sibuk dengan perasaan masing-masing. Walau tak menutup bahwa mereka berdua juga bersedih atas kepergian Yogi.
"Gak, gue gak boleh egois. Udah cukup mereka sedih atas perginya Yogi."
✨✨✨✨
Selalu, pemandangan jalanan malam kota Jakarta membuatnya terpanah. Namun untuk malam ini hanya sedikit, karena perasaannya sedang tidak baik.
"Mau makan dulu?"
Yuna menoleh menatap sang kekasih yang sedang mengemudi si sampingnya, "Dika.. janji ya jangan tinggalin aku tiba-tiba"
Kata gadis itu membuat keduanya terdiam.
"Yuna ngomong apa sih? jangan gitu ah" jawabnya karena tak tau harus berkata seperti apa.
"Aku sayang banget sama kamu, tolong jangan pergi tiba-tiba kayak Yogi ya?"
Dika menghela nafas pelan, "Yun.. takdir Allah ga ada yang tau. Mau seberusaha apa aku menghindar, kalau takdir aku meninggal sekarang ya mau gimana?"
Dika menepikan mobilnya, di genggam tangan sang gadis yang kini menunduk dalam, "Denger.. aku ga marah sama kamu. Aku juga sayang sama kamu, Yun. Jangan berpikiran gitu lagi ya, berdoa yang terbaik buat keselamatan kita"
"Yakin gak mau cerita ke anak-anak?"
Gadis cantik itu menoleh sebentar sebelum kembali menunduk, "Enggak"
.
.
![](https://img.wattpad.com/cover/219733816-288-k306796.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKA'ONE' • ft 97L
RandomStart : march 2020 End : - isinya orang-orang yang bikin mumet. Hope you're having fun.