s e t

25.2K 5.2K 259
                                    

Baik, setelah tidur selama seharian kemarin. Sekarang aku terbangun dengan kondisi tubuh yang jauh lebih segar, bahkan otakku terasa lancar. Namun ada satu kendala yang sedang aku alami sekarang ….

"Huft … di-dingin." Yap, tempat ini sangat dingin. "Apa pemanasnya belum siap?" tanyaku pada para dayang istana yang sedang sibuk menyalakan penghangat ruangan di tempat ini. Mereka tampak tergesa-gesa menyalakan penghangat ruangan. Tapi aneh. "Bukankah seharusnya penghangat ruangan itu selalu dinyalakan ya?" tanyaku.

"Ah, karena Nyonya adalah selir kelima, jadi kami selalu mendapat jatah kayu bakar sisa dari para Nyonya lainnya, karena itu tempat Nyonya jarang sekali mendapatkan kayu bakar."

Wow, ini keterlaluan sekali. "Mulai sekarang aku yang akan pergi meminta kayu bakarnya sendiri, dengan begitu para pelayan pasti akan memberiku giliran pertama untuk mengambil jumlah kayu bakar, bukan?"

"Eh, jangan Nyonya, mengambil jatah kayu bakar adalah tugas kami para pelayan istana. Nyonya tidak perlu melakukan tugas kami," ucapnya tiba-tiba. Ya, benar sih, tapi kalau aku terus-menerus menyuruh kalian maka selamanya juga aku ga bakalan dapat jatah kayu bakar, hiks.

"Tidak apa, aku bosan jadi biarkan aku saja yang melakukannya," ucapku.

_______

Dan, begitulah bagaimana caranya aku bisa berada di luar kamarku dengan mantel tebal yang menyelimuti tubuhku saat ini. Aku tak menyangka kalau musim dingin di jaman ini akan berkali-kali lipat lebih dingin dibandingkan musim dingin biasanya. Hm, kalau dipikir-pikir, masa kejayaan Raja Jinpyeong itu sekitar abad keenam masehi, itu artinya dari tahun 2020 …

Wow.

Haduh … tolong, kenapa manusia modern sepertiku tiba-tiba berpindah jaman seperti ini hiks. Tapi jika melihat pemandangan di luar ini, ada sisi bagusnya juga aku berpindah ke tahun segini. Lihatlah pemandangan indah dari atas jembatan ini, danau yang membeku, langit bersalju, dan rerumputan yang ditutupi oleh salju tebal. Jika di jaman modern, pemandangan asri seperti ini jarang ditemukan.

Hah, rasanya nyaman berada di tempat seperti ini. Andaikan aku tidak sedang terlibat dalam konfli—Eh, iya. Kayu bakar. Astaga, aku harus cepat-cepat pergi mengambil jatah kayu bakarku sebelum para pelayan dari selir-selir lainnya datang menghabiskan kayu bakar duluan.

Tapi masalahnya …

… dimana ini?

ARGHH AKU KESAL! Bisa-bisanya tak ada satupun hal yang berjalan lancar semenjak aku datang kemari. Segala hal terasa begitu rumit, sampai membaca, dan menulis pun aku harus memulai semuanya dari awal lagi hiks. Sudah cukup dengan membaca dan menulis, sekarang jalan pun aku ga hafal sama sekali. Luar biasa!

"Sedang apa kau di sini?"

Aku terkejut dan tak berani bergerak barang sedikit pun saat ini. Suaranya itu terdengar sangat berat, tidak mungkin ada penjahat di istana seperti ini kan? Uh, semoga saja tidak.

"Hei."

Tiba-tiba bahuku terasa seperti ditepuk dan dalam sekejap aku langsung mencengkram kuat tangan yang menepuk bahuku itu. Lalu, muncullah suara erangan kesakitan, dan kata, "Astaga! Nyonya! Lepaskan tangan Yang Mulia!"

Eh, Yang Mulia?!

Mampus!

Dalam sekejap aku langsung melepaskan cengkraman tanganku pada pria itu dan segera membalikkan badan, tanpa pikir panjang aku langsung berlutut dan menundukkan kepalaku. "Maafkan saya Yang Mulia, saya kira ada orang jahat yang hendak melakukan hal jah—" Oke, sip, sekarang aku malah kebablasan bicara.

"Oh, kau kira aku orang jahat?"

Duh, aku harus beralasan. "Bu-Bukan begitu, hanya saja Yang Mulia kan tahu kalau saya adalah anak dari mentri pertahanan, jadi sedari kecil saya diajarkan oleh ayah untuk selalu waspada terhadap lingkungan, karena itu saya selalu spontan mencengkram tangan orang jika saya terkejut," ucapku beralasan.

"Hm, begitu rupanya. Ya sudah, kau boleh bangkit berdiri," ucapnya, dan aku langsung merespon dengan bangkit berdiri dari posisiku saat ini.

Iris coklatku menatap ke arah pria tersebut dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hm, pantas saja dia punya banyak istri, wajah tampan, postur tubuh proporsional, keluarga kaya, latar belakang baik, otak pintar, dan seorang raja lagi, keluarga macam apa yang tidak ingin punya menantu seperti orang ini.

"Sedang apa kau di sini?" tanyanya.

"Ah, itu, saya sedang mencari tempat untuk mengambil kayu bakar, dan saya tersesat sampai sini," ucapku, "apa Yang Mulia tahu dimana tempat untuk saya mengambil kayu bakar?"

"Kayu bakar? Untuk apa kau mengambilnya? Bukankah mengambil kayu bakar merupakan tugas seorang pelayan?"

"Hm, itu karena kalau saya tidak turun tangan maka saya tidak akan pernah mendapatkan jatah kayu bakar," sahutku berterus terang. Lagi pula untuk apa menutupi masalah ini dari sang Raja, toh mau aku beri tahu atau tidak hasilnya akan sama saja, dia tidak akan peduli.

"Kenapa kau tidak mendapatkan kayu bakar?" tanyanya lagi. Oh ayolah Yang Mulia, apa kau tidak sadar kalau istrimu itu banyak sehingga aku tidak mendapatkan jatah kayu bakar untuk menghangatkan ruangan di malam hari? Setidaknya kurangilah istrimu itu. Ya, tapi mana mungkin aku berkata sejujurnya, cih.

"Karena banyak orang yang memerlukan kayu bakar sehingga saya harus mengalah, dan karena sekarang saya benar-benar merasa kedinginan, makanya saya pergi mengambil kayu bakar untuk diri saya sendiri," ucapku yang secara tidak langsung menyindir masalah tersebut, tapi ya, kurasa si Raja ini tidak akan menangkap maksud ucapa—

"Oh, begitukah? Kurasa jumlah selir di tempat ini membuat dirimu kesulitan ya."

Ukh, cowo peka! Idaman! Tapi bukan itu masalahnya sekarang, kalau dia sampai tersinggung maka kepalaku putus.

"E-Eh …" Ayo otak berpikirlah suatu alasan untuk menyangkal, berpikirlah. "Hah … ya, begitulah," sahutku pasrah. Maaf, tapi aku sudah tidak memiliki ide untuk beralasan hal lain lagi, hiks. Semoga dia tidak tersinggung atas ucapanku barusan.

"Hm, ya sudahlah kalau begitu. Pelayan, antarkan dia mengambil kayu bakar," ucapnya.

Fyuh … untunglah dia tidak tersinggung dan mau mengerahkan salah satu pelayannya untuk mengantarku mengambil kayu bakar. Dengan begini salah satu masalahku selesai dan aku bisa tidur dengan tenang lagi di kamar.

"Terima kasih banyak, Yang Mulia."

______

Okey, sudah empat per lima.

Update selanjutnya akan menjadi update terakhir hari ini yaw~

Terima kasih banyak buat kalian yang meluangkan waktu untuk membaca cerita ini, kalau ada salah kepenulisan mungkin boleh minta koreksinya, jangan lupa vote dan commentnya yaa...

Sampai jumpa!

Tale Of The Tiger and KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang