Love

940 103 0
                                    

You are bringing out a different kind of me.
There's no safety net that's underneath, I'm free falling all in
You fell for men who weren't how they appeared.
Trapped up on a tightrope now we're here, we're free falling all in you.
(Shawn Mendes - Fallin' All in You)

🍂🍂🍂

Aroma gurih langsung menyusupi hidung begitu aku keluar dari kamar. Cacing-cacing kelaparan di dalam perut ikut terbangun. Niat hati untuk menunggu di meja dapur pun buyar begitu aku melihat sosok Charity di dapur. Lelah yang menghinggapi tubuh usai aku melakukan sesi latihan intens subuh tadi pun lenyap tanpa sisa.

Lupakan rasa lapar di perut. Aku tidak lagi menginginkan nasi goreng yang tengah dibuatnya. Pemandangan yang ditangkap mataku ini jauh lebih menggugah selera.

Lenganku segera menyelinap di perutnya. Tindakanku itu sempat mengejutkannya. Namun kemudian, perempuan itu kembali melanjutkan aktivitasnya memasak nasi goreng. Mengabaikanku yang sedang mendamba perhatiannya.

Aku berusaha menyita atensinya dengan menyusuri lekuk lehernya dengan bibirku. Di pundaknya, perjalanan bibirku terhalang tali spaghetti baju tidurnya. Tanpa peringatan, aku menggigit tali itu. Menggeretnya ke ujung pundak dan membiarkannya jatuh di lengan Charity.

"Zachary," tegurnya. "Aku lagi masak, lho."

Aku kembali meninggalkan jejak-jejak basah di pundaknya. "Salah siapa? Kamu tahu aku nggak tahan kalau melihatmu pakai baju merah. Rasanya pengin cepat-cepat melepasnya dari badanmu."

Charity tahu aku sangat menyukainya mengenakan pakaian berwarna merah. Sedari dulu, aku memang memiliki fetish pada perempuan yang memakai baju merah. Asosiasi warna itu pada keberanian membuat seorang perempuan yang memakainya tampak sangat menarik. Mereka terlihat seperti boss lady. Seseorang yang tangguh dan tidak mengalah pada ketakutannya. Seseorang seperti Charity.

Setelah melalui serangkaian pengalaman buruk dengan laki-laki, dia tidak ragu membuka hati. Dia masih memilih untuk percaya pada cinta. Aku pun bertekad membuktikan bahwa pilihannya untuk memberi cinta kesempatan sekali lagi itu tidak salah.

Memang usai malam panas pertama kami itu, kami sepakat untuk tidak memburu-buru hubungan ini. Sekalipun kami selalu menutup malam dengan bercinta selama tiga minggu terakhir ini, Charity masih belum menunjukkan keinginan untuk menjadikan hubungan ini lebih eksklusif. Meski begitu, aku tidak keberatan menunggunya. Membuatnya nyaman bersamaku jauh lebih penting dibanding keinginan pribadi untuk lekas menyebutnya kekasihku.

Bila aku mengatakan hal itu pada diriku sendiri dua bulan yang lalu, sudah pasti aku akan tertawa. Rasanya tidak masuk akal seorang Zach yang egois mampu berpikir keinginan orang lain jauh lebih penting darinya. Sebelum Charity, seorang Zach tidak akan berpikir ada orang lain yang lebih penting daripada dirinya. Zach selalu berpikir bahwa tidak ada kepuasan terbesar selain mencapai target dalam kariernya. Bagaimana pun caranya akan ditempuh asalkan dia mendapatkan yang diinginkan. Lalu ketika Charity datang, perempuan itu membuatnya merasa lebih puas melihat wanita itu memasak daripada menuntaskan suntingan naskah seorang penulis besar.

Ya, Charity membuatku tidak ingin menjadi egois. She makes me want to be the best version of myself. Bukankah itu yang selalu dikatakan orang-orang? Ketika kamu menemukan orang yang tepat, dia akan membantumu menjadi orang yang lebih baik?

"Zach," tegurnya lagi saat tanganku menyingkirkan tali baju di pundaknya yang lain. Buru-buru, dia menaruh spatula dan membenahi tali. "Sudah. Jangan menggodaku terus. Nanti nasi gorengmu gosong, lho."

Tanganku terjulur untuk mematikan kompor. "Kalau begini, nggak akan gosong, kan?"

Sebelum Charity sempat menjawab, aku sudah lebih dulu membalik badannya untuk menghadapku. Perempuan itu terkesiap. Digenggamnya bahuku untuk menstabilkan dirinya. Aksiku itu segera diganjar dengan tatapan datar.

Surviving YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang