Sebelum mulai baca, ayo ayo klik dulu bintangnya, biar nggak kelupaan. Baiklah, nggak akan emak tahan lama-lama.
"Sebenarnya ada apa? Kenapa kau menangis di depan hotel, bertengkar dengan Alex?"
"Hah? Khun, yang lebih penting, kenapa kau memaksa mengikutiku, bukannya kau seharusnya ada meeting? Aku sempat mendengar tadi—"
"Sudah aku tunda!" potongnya tanpa merasa bersalah dan sepertinya dia serius menunggu jawaban atas pertanyaannya sebelumnya. Terlihat dari penasaran yang tergambar jelas di matanya yang saat ini sedang menatap lurus padaku. Sampai beberapa detik berikutnya hanya itu yang kami lakukan.
Astaga, aku ngapain sih? Padahal tadi sudah yakin untuk menghindarinya, kalau sudah begini mau balik kanan dan meninggalkan dia di restoran padang ini juga tidak mungkin, 'kan?
"So?"
"So?"
Giliran membuka mulut malah bersamaan, terus lanjut lagi saling bertukar pandangan.
"Sebenarnya ada apa? Dan kenapa setiap kali ketemu, kau selalu membuatku khawatir?" lanjutnya dengan nada super serius, bahkan saat mewawancaraiku dulu dia tidak seserius ini.
"Setiap kali? Kau berlebihan, Khun. Lagi pula aku tidak tahu kalau kita akan bertemu di sana, tidak ada juga yang meminta untuk kau khawatirkan!" Sindiranku terpaksa terputus karena pelayan restoran yang datang membawa banyak piring dengan aneka lauk masakan khas Padang, lalu menyusun sedemikian rupa di depan kami.
"Kau memesan makanan sebanyak ini?" tanyanya dengan tatapan heran padaku.
Aku pun tertawa kecil mendengarnya. "Mereka hanya akan menghitung apa yang kita makan. Anggap saja ini mini buffet," sahutku sembari tanganku merapikan susunan piring-piring itu, sementara dia hanya mengangguk sembari memperhatikanku.
"Makan, Khun," tawarku, sembari memindahkan sepotong rendang, ditambah perkedel ke piringku.
Kuperhatikan dia melakukan hal yang sama, dan dengan santai makan langsung dengan tangannya—alih-alih menggunakan sendok garpu—sama seperti yang sedang kulakukan. "Aku belum pernah melihatmu makan langsung pakai tangan sebelumnya. Kalau kau tidak nyaman, kau bisa pakai sendok, Khun," ucapku tanpa memandangnya dan berlagak serius dengan makananku.
"Siapa bilang aku tidak nyaman. Di Thailand juga banyak makanan tradisional yang cara memakannya langsung dengan tangan. Kebudayaan kita sebenarnya tidak jauh berbeda. Kecuali ...."
"Kecuali apa?" Kami saling bertatapan lagi.
Sial, aku masuk perangkapnya. Pasti dia sengaja menggantung kalimatnya supaya aku penasaran dan akhirnya bertanya. Sekarang dia malah tersenyum lagi, setelah berhasil mengerjai aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bucin Akut (Completed) ✔
ChickLit- Pilihan Editor Wattpad HQ Mei 2022 - Reading List April 2022 @WattpadRomanceID kategori Dangerous Love - - Reading List Cerita Pilihan Bulan Mei @WattpadChicklitID - Banyak yang bilang aku bucin, budak cinta. Karena, aku sampai jauh-jauh ngejar c...