12

403 66 2
                                    

Kill one by one

Kill one by one

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🎭

Perlahan Chenle membuka matanya, ia terdiam melihat piano usang di tengah padang rumput kering itu.
Terpaan halus angin sore di bawah langit mendung ini entah kenapa membuat dadanya menjadi sesak.

Ia mendekat ke arah piano tersebut, jari-jari halusya menyapu setiap tuts berwarna hitam dan putih secara perlahan.

Tiba-tiba ia menjadi teringat sahabatnya, Jisung.
"Apapun yang terjadi, aku harap kau dapat mengungkapkannya sendiri, Jisung."

Ia dudukkan badannya di atas kursi kecil usang. Mengambil nafas sekali lalu menghembuskannya, sekarang manik matanya mengarah ke setiap tuts. Jari-jari putih miliknya mulai menekan satu tuts dan berpindah lagi ke tuts lainya. Alunan permainan piano itu berpadu dengan langit mendung yang entah kapan meneteskan bulir-bulir bening.

Jari-jari itu tak berhenti. Seakan dirinya tengah di terpa badai, menimbulkan masalah yang sangat besar untuk hidupnya. Rasa itu membuatnya putus asa.

Tiba-tiba suara teriakan putus asa menggema di sekitarnya. Ia kenal suara ini, ia tidak akan pernah lupa bias suara ini selamanya.
Tapi fokusnya masih dengan permainan lembut piano tersebut.

Setelah nada terakhir yang di tekan, secara bersamaan air mata Chenle terjatuh membasahi pipi putihnya. Ia terisak dalam diam.

Gebrakan kuat menahan air matanya untuk kembali terjatuh. Chenle terdiam sejenak, sampai pemuda itu membalikkan badannya, melihat asal suara. Matanya membelalak dalam pekikan tertahan.

"JISUNG!!" Teriaknya sangat kencang.

Dengan cepat ia berlari mendekati Jisung yang tergeletak tak berdaya di atas rerumputan kering.
Darah segar mengalir dari kepala Jisung, membasahi rerumputan di sekitarnya.

"Kenapa aku belum mati? Kenapa aku harus menahan rasa sakit seperti ini terlebih dahulu?" batin Jisung.
Mata sayunya menatap kosong ke arah langit mendung.

Chenle terduduk lemas di samping Jisung. Ia memegang telapak tangan Jisung dengan gemetaran, beserta isakan tangis yang belum mereda.

"J-jisung, kenapa seperti ini..?" Tanya nya bergetar.

Jisung tak menjawab, saat ia menggerakkan mulutnya untuk menjawab, rasanya sangat sakit. Tulang di sekujur tubuhnya serasa patah.

Ia tambah terisak merasakan tangan Jisung yang mulai mendingin.
"Ya ampun, Jisung.."

"Tolong, siapa pun tolong Jisung!"
Isakan memilukan Chenle.

Jisung ingin sekali mengatakan bahwa ia sangat menyesal. Ia ingin meminta maaf, tapi dia bahkan tidak tahu kesalahannya. Dunia seakan mempermainkannya, memberikan pilihan-pilihan tak terduga tanpa dipilih. Mata sipitnya bergulir menatap Chenle, ia tertegun.

Necklace/Park jisung✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang