[enam--c]

11.6K 1.5K 249
                                    

Jam pulang sekolah Salwa masih sekitar lima belas menit lagi, ketika Praya sudah sampai di depan gedung sekolah putrinya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam pulang sekolah Salwa masih sekitar lima belas menit lagi, ketika Praya sudah sampai di depan gedung sekolah putrinya itu. Mobil ia parkir di pinggir jalan, dengan kaca jendela dibiarkan terbuka. Ia menunggu di dalam mobil, sembari sesekali memperhatikan lalu lalang orang dan kendaraan.

Ada satu mobil yang baru saja berhenti tepat di depannya. Pemiliknya keluar dari dalam mobil. Seorang wanita berusia di awal empat puluh, yang penampilannya begitu modis. Sehingga orang mungkin tidak akan mengira kalau wanita itu sudah memiliki anak usia remaja.

Tadinya Praya berharap kalau ibu teman anaknya itu tidak menyadari keberadaannya. Namun, sepertinya mata wanita itu terlalu jeli untuk melewatkan dirinya. Mau tak mau ia pun keluar sebagai bentuk sopan santun, saat wanita itu menyapa.

"Kebetulan kita bertemu. Saya sekalian mau tahu pendapat bundanya Salwa, apa kita nanti perlu menentukan dresscode juga?" tanya Jihan. Kacamata hitamnya dinaikkan ke atas kepala. Sehingga riasan pada bagian matanya yang paripurna bisa terlihat.

Dahi Praya mengernyit. Tidak paham dengan maksud pertanyaan Jihan. "Maksudnya?"

"Dresscode untuk acara liburan ke Bali nanti," jelas Jihan.

"Ke Bali?"

"Iya, untuk liburan semester nanti. Wali murid dan anak-anak kelas VIII-2 mau ke Bali." Jihan membaca raut kebingungan yang tercetak di wajah Praya.

"Kok, nggak ada omongan sebelumnya? Bukannya kalau ada kegiatan biasanya wali murid harus bermusyawarah dulu?"

Kini giliran Jihan yang bingung dengan perkataan Praya. Wanita itu menatap Praya dengan heran.

"Sebelumnya sudah diinfokan, Bu, lewat surat edaran. Dan keputusan berlibur ke Bali juga semua wali murid sudah setuju. Lembar persetujuan semuanya sudah ditandatangani. "

Surat apa?

Praya sama sekali tidak merasa menerima surat tentang liburan ke Bali dari Salwa.

"Jadi Ibu nggak tahu?"

Praya menggeleng. "Saya nggak pernah merasa menerima surat apa pun dari Salwa."

"Mungkin ayahnya Salwa lupa memberitahu Ibu. Karena saya lihat di lembar persetujuannya yang menandatangani ayahnya Salwa."

Praya merasa tidak enak, karena untuk urusan seperti ini kenapa Bagas tidak mengatakan apa-apa padanya. Pasti wanita di hadapannya ini akan mengira kalau tidak ada komunikasi yang baik antar anggota keluarganya. Meskipun memang kenyataannya seperti itu.

"Iya, mungkin ayahnya Salwa lupa. Suami saya kadang terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan. Jadi mungkin nggak ingat untuk memberitahu saya." Praya mencoba menutupi tanda tanya besar di benaknya.

"Oh ... begitu," Jihan mengangguk mengerti, "tapi aneh juga, ya, kalau Salwa belum bilang ke Ibu tentang hal ini."

Senyum di bibir Praya berusaha menjadi penetral pembicaraan. Dirinya sendiri merasa terpojok karena kejanggalan yang diutarakan Jihan.

Happiness is a Butterfly [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang