06. Modern

13.6K 1K 15
                                    

Bab - 06

(Fasilitas Modern)

🍁🍁🍁🍁🍁

...

Mas Bayu membantu empat orang yang menurunkan barang-barang yang aku inginkan, dari mobil bak yang terparkir didepan rumah.

Beberapa tetangga menonton dari halaman rumah mereka. Tatapan penasaran dari para tetangga membuatku rasanya pengin tertawa terbahak-bahak.

Mereka melihat barang-barangku seperti melihat sesuatu yang aneh, dan baru pertama kali mereka lihat.

Sejak bangun tidur tadi, aku terus saja tersenyum menantikan saat ini tiba. Banyak sekali barang yang dibelinya, melebihi permintaanku.

"Mbak Naira, banyak tenan barang-barangnya, itu apa saja Mbak?" tanya budhe Ningsih tetangga sebelah rumah sambil menunjuk kardus besar berisi mesin cuci yang sedang diangkut kedalam rumah.

"Oh, itu mesin cuci Budhe," jawabku dengan senyum semringah.

Kening budhe Ningsih mengernyit dan tampak bingung. "Mesin cuci? Itu buat apa?" tanya beliau lagi.

Aku tertawa kecil mendengar pertanyaannya, wanita berusia sekitar 60 tahun itu mungkin belum pernah melihat mesin cuci, apalagi menggunakannya. Mengingat semua orang dikampung ini mencuci baju disungai, termasuk orang paling kaya disini, pak Kades, walaupun dicuci oleh orang yang bekerja di rumahnya.

Ups, bukan bermaksud sombong, bisik batinku.

"Mesin cuci itu buat cuci baju Budhe, jadi enggak usah kucek-kucek pakai tangan. Tinggal masukin baju kedalam mesin cuci, tekan tombol, udah deh, tinggal tunggu mesinnya nyuci, kalau udah berhenti berarti udah selesai nyucinya," jelasku panjang lebar.

Budhe Ningsih manggut-manggut mendengar penjelasanku. "Waahh, enak to jadi ndak pegal tangannya," tukas beliau.

Aku mengangguk. "Iya Budhe."

Setelah puas ngobrol dengan budhe Ningsih dan beberapa tetangga lain yang ikut nimbrung dan bertanya ini-itu padaku, aku kembali ke dalam rumah dan membuat minuman serta menyiapkan camilan untuk mas Bayu dan beberapa orang yang membawa barang-barang itu. Kemudian menyuguhkannya saat mereka istirahat.

Kasur lapuk sudah disingkirkan oleh mas Bayu, dan diganti dengan spring bed empuk seperti yang ada di kamarku di Jakarta.

Tv butut yang banyak semutnya sudah diganti dengan tv LED yang lebar dan tentu nanti gambarnya jernih.

Parabola sudah dipasang, begitu juga wifi yang aku inginkan. Kulkas, mesin cuci, kompor baru, dan lampu-lampu di rumah juga sudah diganti.

Semua barang sudah diturunkan, dan benda yang perlu dipasangkan juga sudah selesai. Menjelang siang, orang-orang itu sudah pergi dari rumah karena tugasnya sudah selesai.

Aku duduk didepan tv dan menyalakannya. Akhirnya... Setelah sekian lama enggak bisa nonton tv, aku bisa melihat acara kesukaanku lagi, terutama drama Korea. Mas Bayu sudah berlangganan tv berbayar juga katanya.

"Gimana Dek, kamu suka sama barang-barangnya?" Mas Bayu duduk disebelahku, nempel pemirsa! Alarm tanda bahaya seketika berbunyi.

"Ya lumayan lah. Enggak terlalu bosenin kalau nanti dirumah," jawabku sambil menggeser duduk, agak menjauh darinya.

"Alhamdulillah kalau kamu suka," katanya lagi. "Oh iya, rencananya Mas mau kasih tv lama kita sama pakdhe Darso. Kasihan beliau, anaknya ngerengek terus pengen tv," lanjutnya.

Dinikahi Pemuda DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang