23. Sebenarnya...

17.5K 983 25
                                    

Bab - 23

(Yang Sebenarnya terjadi adalah ...)

🍁🍁🍁🍁🍁

...

Mas Bayu menatapku intens, dia menjulurkan tangannya dan mengusap air mataku yang perlahan jatuh membasahi pipi.

"Bukan, Dek. Bukan Mas yang menikahi Lastri," katanya.

Aku menghentikan tangisku dan menatapnya dengan mata sembab. "Terus ... Siapa, dong?"

"Satya ... Satya yang menikahinya."

Aku mengernyitkan kening, dan bertanya, "Satya? Kok bisa?"

Mas Bayu mengangguk dan tersenyum. "Beberapa hari Lastri selalu datang ke rumah, dan membujuk Mas untuk menikahinya, tapi amas tetap keukeuh, ndak mau menikahinya. Hingga suatu hari, Lastri kembali ke rumah, dan menangis meraung, memaksa Mas.

"Dia bilang, bapaknya sedang sekarat. Lastri membawa Mas menemui bapaknya yang terbaring lemah di rumahnya. Disana, sudah ada beberapa warga, juga pak Kades, serta Satya. Mereka sedang menjenguk bapaknya Lastri.

"Dan dikesempatan itu juga, Lastri memohon untuk dinikahi oleh, Mas. Tapi Mas tetap ndak mau, karena cuma Adek, yang Mas cinta." Mas Bayu mengusap lembut pipiku.

"Lastri bolak-balik ke rumah?" tanyaku dengan ekspresi tak percaya. "Terus ... Kenapa Mas enggak langsung nyusul aku kesini, aja?"

Mas Bayu tersenyum jahil. "Memangnya Adek, pengin banget langsung disusul?" godanya sambil mengulum senyum.

Aku salah tingkah mendengar pertanyaan mas Bayu. Kenapa aku bisa ngomong gitu, sih? Aduh!

"Bu-bukan gitu ... Emm ... Udah ah, lanjutin lagi ceritanya," kataku dengan menahan malu.

Mas Bayu terkekeh melihatku yang merona, kemudian dia melanjutkan ceritanya. "Saat kondisi bapaknya Lastri  semakin parah, dan Lastri terus saja memaksa Mas, Satya maju, dia mengatakan, kalau dia bersedia menikah dengan Lastri. Awalnya Lastri menolak, dia tetap maunya nikah sama, Mas."

Aku cemberut dan menatap kesal pada mas Bayu. Aku cemburu. Kenapa Lastri sebegitu penginnya nikah sama mas Bayu? Sudah tahu mas Bayu punya istri, cantik pula. Ups!

"Kenapa muka Adek cemberut gini?" Mas Bayu mencolek daguku. "Adek cemburu, hem?" tanyanya dengan nada menggoda.

"Enggak!" jawabku dengan memalingkan wajah.

"Tapi untung saja, akhirnya Lastri mau menikah dengan Satya, demi bapaknya, katanya. Dan tak lama setelah ijab qabul, bapaknya Lastri menghembuskan napas terakhirnya." sambung mas Bayu dan mengakhiri ceritanya.

Mas Bayu memelukku dan mengusap rambutku. "Tadinya ... Mas sudah mau menyusul kamu, sebelum Lastri datang, hari itu. Tapi Mas membatalkannya dulu, untuk membantu pemakaman bapaknya Lastri, hingga semuanya beres, dan mengikuti tahlilan hinga ketujuh hariannya."

Aku memandang mas Bayu, yang ternyata juga sedang memandangku. Pandangan kami beradu, napas kami saling menghembus terasa satu sama lainnya. Wajah kami semakin dekat, hingga bibir kami saling menyentuh.

"Mas, rindu ... Mas, kangen sama, Adek," ucapnya.

Aku menatap matanya dalam, semakin lama, mata elang itu semakin berkabut. Mas Bayu kembali mengecup bibirku lagi, semakin lama semakin dalam. Hingga ia membaringkanku di ranjang, dan terjadilah sesuatu.


🍁🍁🍁🍁🍁

Aku sedang menyisir rambutku didepan meja rias, setelah mengeringkannya. Mas Bayu, baru saja keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kimono handuk yang membalut tubuhnya. Dia berjalan ke arahku dan memelukku dari belakang.

Mas Bayu menghirup aroma rambutku, yang baru saja di cuci dengan shampo. "Hmm ... Rambut Adek, wangi," katanya. Kami saling memandang melalui cermin yang ada dihadapan kami.

Mas Bayu menaruh dagunya di pundak ku dan berkata, "Adek tau, ada kalimat yang diucapkan sama pak Kades, saat Lastri dan Satya selesai melaksanakan ijab qabul. Pak Kades bilang 'witing tresno jalaran soko kulino'."

"Artinya apa, Mas?" tanyaku dengan alis bertaut.

"Cinta, bisa tumbuh karena terbiasa." Mas Bayu mengecup pipiku sekilas. "Seperti Mas, yang terbiasa memikirkan kamu. Saat pertama Papa bilang akan menjodohkan kita, Papa memberikan fotomu pada Mas, sejak saat itu, Mas selalu memandang fotomu. Foto wanita cantik yang sedang tersenyum menghadap kamera.

"Sejak saat itu pula, ada getaran yang terasa menyenangkan di hati Mas. Dan saat Papa mempertemukan kita, rasa yang ada di dada Mas, semakin besar dan menggebu. Mas mencintaimu, sayang."

Aku membalikkan tubuh menghadapnya. Kini mas Bayu melingkarkan tangannya di pinggangku, dan aku melingkarkan tangan dilehernya. Kami begitu dekat sekarang.

"Aku ... Aku juga cinta sama kamu, Mas" ungkapku dengan dada berdebar kencang. Ini ungkapan cinta pertamaku padanya. "Setelah cukup lama kita tinggal bersama, dan aku mulai mengenalmu. Hatiku semula menolak keras kehadiranmu, mulai goyah oleh sikap manis dan perhatianmu sama aku."

Mas Bayu tersenyum menampilkan gigi-giginya, dia menempelkan kening kami. Postur tubuhnya yang lebih tinggi, membuatku harus mendongak, dan dia sedikit menunduk.

"Kamu adalah hal paling berharga yang Mas punya. Jangan pernah tinggalkan Mas lagi, ya!" bisik mas Bayu.

Aku mengangguk samar. "Ya ... Mas juga, ya. Jangan pernah mengkhianatiku, tetaplah mencintaiku dan cintai aku saja, jangan ada yang lain, oke."

Tok tok tok!

"Nai, sarapan dulu, Sekalian ajak Bayu juga! Kalian sudah bangun, kan?" Suara mamah di depan kamar menyadarkan kami berdua.

Aku memutar bola mata dengan kesal.

Duh mama ganggu momen romantis orang aja, sih! Aku menggerutu dalam hati sambil mencebik.

Memang jam di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, sudah bukan saatnya untuk tidur.

"Iya, mah. Sebentar lagi, aku turun sama Mas Bayu!" balasku, agak kesal sebenarnya.

Mas Bayu melepas pelukan kami, dia terkekeh melihat wajahku yang ditekuk. "Udah, jangan ditekuk gitu mukanya, Mas jadi tambah gemes nih," ucapnya sambil mencubit kedua pipiku.

"Iihh Mas, apa sih! Udah sana pakai baju." Aku merajuk dan mendorongnya menjauh.

Mas Bayu tertawa pelan, dia berlalu menuju tasnya, mengambil baju dan segera memakai baju itu, kemudian ikut makan bersamaku. Jam segini bukan sarapan lagi namanya, karena sudah kelewat jam sarapan. Ini sudah hampir jam makan siang.

Setelah puas melepas hasrat kerinduan, aku dan mas Bayu turun beriringan menuju meja makan dan menyantap masakan buatan mama berdua dengan suamiku ini.

Dinikahi Pemuda DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang