02. Merasa Tak Nyaman

20.7K 1.2K 20
                                    

Bab - 02

(Merasa Tak Nyaman)

🍁🍁🍁🍁🍁

...

Jam sudah menunjukkan pukul 00.00 tapi mataku belum juga terpejam, padahal sudah menguap berkali-kali, dan badan rasanya pegal sana-sini. Bagaimana mau tidur, kalau kasurnya terasa tidak nyaman. Aku sudah berusaha memejamkan mata, berguling ke kanan dan ke kiri mencari posisi yang nyaman, tapi nihil, aku tidak bisa tidur.

Tega banget papa membiarkanku tinggal di Desa seperti ini, dengan fasilitas yang buruk pula. Rasanya pengin nangis.

Sebenarnya apa sih, yang membuat kakek bisa berhutang budi pada orangtua mas Bayu, hingga aku yang harus membayar semuanya? Apa semua yang papa lakukan selama ini kurang untuk membayar semuanya? Biaya kuliah, dan lahan pertanian untuk mas Bayu, apa semua itu tidak cukup hingga aku juga harus dikorbankan.

Dan, kenapa mas Bayu tetap menerima perjodohan ini, padahal jelas-jelas aku menolaknya dengan tegas? Tapi dia masih saja bisa tersenyum dan bersikap baik padaku, walau aku selalu cuek, jutek, dan dingin padanya.

Tak terasa air mataku mengalir melewati pelipis, karena aku tengah berbaring menghadap langit-langit kamar. Aku tidak mau disini, aku pengin pulang! Mama! Papa!

Aku bangkit dan duduk bersandar di kepala ranjang, yang terbuat dari kayu jati. Menghapus air mata, dan menghela napas supaya sesak di dada segera lenyap.

Namun lagi-lagi aku teringat dengan kehidupan kota, duniaku, dan teman-teman yang asik diajak ngobrol.

Belum sehari aku disini tapi sudah merasa tersiksa. "Aarrgghhh!" Aku meremas kepala dan menutup wajah, air mataku semakin deras mengalir membuat rasa kantuk benar-benar hilang sekarang.

Aku beranjak dari ranjang dan ingin keluar untuk minum, agar aku lebih tenang. Memutar gagang pintu dan menariknya perlahan, niatku tertahan ketika aku mendapati mas Bayu berdiri didepan pintu kamarku.

Tatapan matanya nanar saat melihatku. Reflek aku mengusap pipi dan berdehem untuk menetralkan tenggorokan, agar suaraku tak terdengar serak dan mas Bayu tak tahu kalau aku habis menangis. Tap ... Pasti mataku terlihat sembab sekarang.

"Ada apa?" tanyaku datar.

"Maafkan Mas, dek," ucapnya dengan logat medoknya yang kental.

Aku menahan napas mendengar penuturannya. Apa dia dengar aku nangis, ya?

🍁🍁🍁🍁🍁

Kini aku dan mas Bayu duduk berdampingan di kursi kayu ruang tamu. Terdengar helaan napas pelan dari mas Bayu, perlahan dia mengubah posisi duduknya menghadapku dan mencoba menggenggam tanganku, namun dengan kasar aku menepisnya.

Dia menghela napas lagi dan menatapku lembut. "Mas ngerti, kamu pasti ndak nyaman dengan rumah ini. Tapi Mas janji, bakal bikin kamu nyaman disini," tuturnya lembut, dan tatapan matanya teduh.

Aku mendengus kesal, melengos menatap kearah lain. "Ck, mana mungkin aku bakal nyaman disini, bahkan aku udah enggak betah," seruku dengan ketus.

"Ini belum satu hari, Dek. Mas yakin, pasti lama-lama kamu akan nyaman dan betah disini," ujarnya meyakinkan aku.

Kenapa dia selalu sok baik, sih! Padahal sudah jelas aku tak suka padanya dan selalu bersikap dingin dan jutek.

"Oh iya, mama bilang kamu suka fotografi 'kan?" tanya mas Bayu.

Apa dia berusaha merayuku? batinku berbisik.

"Disini pemandangannya bagus, kamu pasti suka, karena bisa memotret banyak hal," imbuhnya. Kali ini ucapannya terdengar dipaksa ceria.

Aku menghela napas. Apa pilihan papa tepat, sudah menjodohkan ku dengan dia? Memang dia terlihat baik dan sopan bahkan aku berkali-kali bersikap kasar padanya, tapi dia tetap bersikap lembut padaku, dan dia mengusap air mata yang membasahi pipiku.

"Sudah malam, Dek, kamu harus istirahat," ucapnya.

Aku meliriknya sekilas. "Aku enggak bisa tidur, kasurnya keras tau, gak!"

"Secepatnya nanti akan Mas ganti ,kok. Tapi kamu harus istirahat, ya," bujuknya. Kenapa dia bisa sesabar itu sih, menghadapiku? Aku muak dengan kebaikannya.

Aku menyandarkan punggung di kursi yang aku duduki dan melipat tangan di dada, tanpa mempedulikan ucapannya.

"Kalau mau tidur, tidur aja sana. Aku mau duduk disini." Risih juga lama-lama dekat dengan dia, lebih baik aku sendiri disini supaya lebih tenang.

"Mana bisa Mas tinggalin kamu sendiri disini. Mas temani ya." Mas Bayu tersenyum manis hingga lesung pipinya terlihat, membuat senyumnya terlihat semakin manis.

Ish! Mikir apa sih?! Jerit batinku menyadarkan. Aku menggelengkan kepala dan mencoba membuang jauh-jauh apa yang baru saja aku pikirkan.

"Adek kenapa, sakit kepala ya?" tanya mas Bayu, dia terlihat cemas, "mau Mas pijitin?" tawarnya.

"Enggak!" aku menjawab pertanyaannya dengan ketus.

Sekali lagi mas Bayu menghela napas. "Mas temenin kamu disini, kalau kamu sakit atau butuh apa-apa bilang sama Mas, ya."

Aku tak menjawab ucapannya, terserah!

Hari sudah menjelang subuh, jam sudah menunjukkan pukul 03.00 lewat, perlahan rasa kantuk menghampiri dan tanpa sadar mataku mulai terpejam dikursi kayu ini.


🍁🍁🍁🍁🍁

Usapan lembut di rambutku terasa nyaman sekali, rasanya enggan mata ini untuk terbuka dan ingin seperti ini saja. Rasanya seperti waktu kecil, saat mama memanjakanku. Waktu itu aku tertidur di pangkuannya dan tangan mama dengan lembut mengusap rambutku penuh kasih sayang.

Persis seperti saat ini, rasanya nyaman. Perlahan aku mengerjap dan membuka mata, melihat siapa yang sedang mengusap rambutku. Seketika aku bangkit dan tersadar, kalau aku sedang di rumah mas Bayu dan jauh dari mama.

Ternyata mas Bayu yang mengusap rambutku tadi, kenapa aku bisa lupa, kalau hanya ada kami berdua disini, sih! Mungkin karena aku terlalu rindu dengan mama.

"Kamu sudah bangun, Dek? Kamu pules banget tidurnya," ungkap mas Bayu tersenyum simpul, dan menatapku dengan penuh ... Cinta?

Aku membuang muka, pipiku rasanya panas mendapat pandangan seperti itu darinya.

"Kenapa kamu enggak bangunin aku?" tanyaku dan kembali menatapnya dengan sinis. Aku tertidur dengan menjadikan pahanya sebagai bantal, pasti rasanya kebas sekarang.

"Mas ndak tega bangunin kamu, kamu kelihatan capek. Jadi Mas biarkan kamu tidur disini," jawabnya.

Ada sedikit rasa bersalah padanya, karena aku selalu bersikap ketus dan sinis, serta suka semena-mena. Tapi dia tidak pernah marah ataupun membalas perlakuanku itu.

Mas Bayu, kenapa kamu selalu baik padaku?

Ah tapi biarlah. Toh, semuanya aku lakukan agar bisa lepas darinya dan aku bisa kembali ke Jakarta. Satu-satunya cara agar aku bisa kembali kesana, jika mas Bayu melepaskanku.

Kalau aku yang meminta pisah darinya, sudah dipastikan papa akan marah besar, dan bukan tidak mungkin papa bisa mengusirku dari rumah.

Ah ... Kenapa hidupku harus begini ya Tuhan!

Dinikahi Pemuda DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang