29. Kembali (Epilog)~A

18.3K 848 8
                                    

8 tahun kemudian...

Mobil yang di kemudikan mas Bayu berhenti di depan rumah yang sudah beberapa tahun ini kami tinggalkan.

Rumah mas Bayu di Desa.

Rumah ini tidak banyak yang berubah, masih kokoh dan terawat. Memang, mas Bayu menyuruh seorang warga, tetangga kami dulu, untuk menjaga dan merawat rumah ini, dengan imbalan yang setiap bulan kami kirim.

"Ini rumah siapa, Ma?" tanya Bagas dari kursi belakang.

Bagas, putra kami yang berusia hampir 8 tahun itu bertanya dengan pandangan mengamati sekitar dengan raut penasaran.

"Ini rumah Papa, sayang." Aku membuka pintu mobil dan menginjakan kaki di Desa ini. Lagi.

Aku tersenyum menatap jalan yang dulu masih tanah sekarang sudah terlapisi aspal. Desa ini sudah mulai maju, rupanya.

Aku berdiri dan menutup pintu mobil, mengamati sejenak rumah yang menjadi saksi menyatunya cintaku dan mas Bayu dulu.

Mas Bayu menghampiriku, dia baru saja turun dari mobil dan merangkul bahuku sekilas dengan senyum yang terpatri di bibirnya.

Kemudian mas Bayu membuka pintu belakang mobil. "Ayo Kakak, turun!" Mas Bayu membantu Bagas turun dari mobil. Kemudian dia juga melepas sabuk pengaman yang mengikat tubuh Bagus, adik Bagas.

Ya... Sekarang kami sudah memiliki 2 putra, hasil dari buah cinta kami. Mas Bayu menggendong Bagus yang baru berusia satu setengah tahun. Bocah kecil itu terlihat lelah, dia masih tidur setelah banyak mengoceh di perjalanan tadi.

"Ayo, kita masuk!" Mas Bayu menggandeng tangan Bagas dan mengajak anak itu menuju rumah, dengan Bagus di gendongannya, yang masih tertidur pulas.

Aku mengikuti langkah mereka. Mas Bayu menyerahkan Bagus padaku saat hendak memasukkan kunci ke pintu.

"Udara disini segar ya, Ma, kalau kita tinggal disini pasti aku bakal betah banget, nih," cerocos Bagas.

Anak itu melepas jaket yang dikenakannya, dan menaruhnya sembarang di atas meja yang ada di teras.

Hari sudah sore. Kami ke sini memang naik pesawat, tapi mas Bayu sengaja melajukan mobil yang kami sewa dengan pelan, yang penting tetap selamat, katanya. Jadilah kami baru sampai sore ini.

Pintu sudah terbuka. "Kakak, ayo masuk, istirahat dulu." Mas Bayu memanggil Bagas yang masih asik memperhatikan sekitar.

Tapi anak itu menggeleng, dan berkata, "nanti aja Pa, aku mau duduk disini dulu." Bagas duduk di kursi yang ada di teras dan menyandarkan punggungnya di sana.

"Ya sudah. Ayo, Mama masuk, kita istirahat dulu." Mas Bayu merangkul bahuku dan menuntunku ke dalam rumah.

Memang didepan anak-anak mas Bayu memanggilku dengan sebutan 'Mama' begitupun aku yang memanggilnya 'Papa', tapi setelah hanya ada kami berdua, mas Bayu memanggilku dengan sebutan 'Dek' atau sayang.

Isi di dalam rumah pun, tak banyak berubah. Perabot masih sama seperti dulu, hanya saja sekarang rumah ini lebih rapih karena mas Bayu sudah merenovasinya tahun lalu.

Kemudian mas Bayu membuka kamar kami, dulu, dan mempersilakan aku masuk ke sana. Aku membaringkan Bagus yang masih asik tertidur di ranjang dan menyelimutinya.

"Kamu juga tidur saja dulu, Dek, kamu pasti capek." Mas Bayu mengusap rambutku dengan senyum manis.

"Nanti aja Mas, aku mau buat minum dulu buat kita. Mas haus, kan?" tanyaku.

Mas Bayu mengangguk. "Ya sudah. Mas mau ambil barang-barang dulu di bagasi."

Mas Bayu berlalu meninggalkanku menuju mobil, untuk mengambil barang bawaan kami. Aku segera pergi ke dapur untuk menyiapkan minuman.

Dinikahi Pemuda DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang