22. Rindu

16.3K 960 10
                                    

Bab - 22

(Naira rindu sama Bayu)

🍁🍁🍁🍁🍁

...

Sudah seminggu aku berada di Jakarta, dan selama itu pula mas Bayu tak sekalipun menghubungiku untuk sekedar memberi kabar atau menanyakan kabarku. Tidak ... Sebenarnya aku berharap dia membujukku, dan mengajakku kembali ke Desa bersamanya.

Tapi harapan tinggallah harapan. Pernah aku mau mencoba menghubunginya lebih dulu, tapi aku mengurungkan niatku. Aku gengsi, dong!

Hampir setiap hari aku pergi keluar rumah bersama teman-teman untuk menghibur diri, dan melupakan sedikit masalahku. Tapi setelah sampai di rumah, pikiranku kembali teringat dengan mas Bayu. Memikirkan bagaimana keadaanya, sedang apa, sudah makan atau belum, dan banyak lagi.

Saat ini aku sedang merendam diri di kolam renang yang ada di samping kanan rumah. Aku duduk disisi kolam yang tidak terlalu dalam, menengadahkan wajahku dan memandang langit berwarna biru dengan sedikit awan yang menghiasinya.

Aku jadi teringat suasana sungai di Desa. Teringat dengan kenanganku bersama Pandji dan teman-temannya, serta saat aku, Sinta, dan teman-temannya, di sana.

Aku rindu air jernih yang mengalir itu, dan suasana Desa yang sejuk dan segar, tapi yang paling aku rindukan adalah ... Mas Bayu.

Ah, mas Bayu! Aku rindu sama kamu, hatiku berbisik.

Aku berenang dan menenggelamkan diri didalam kolam, berpindah tempat hingga ujung dan berhenti didekat handuk yang ku letakkan di meja dekat kolam.

Aku segera naik dan memakai kimono handuk, dan duduk di kursi santai yang ada di sana. Aku mengambil ponsel yang ku taruh di sana dan membuka kunci di layarnya. Kemudian membuka kontak dan mencari nomor ponsel mas Bayu. Agak ragu sebenarnya, tapi aku akan mencoba menghubunginya.

Setelah menemukan kontak mas Bayu, aku menekan nama mas Bayu dan menempelkan ponsel ditelinga, dan menunggunya beberapa saat, tapi tidak bisa dihubungi!

Aku mencoba hingga beberapa kali, tapi sama saja, ponsel mas Bayu tidak aktif, membuatku kesal dan membanting ponsel ke meja yang ada di sampingku, kemudian mengusap wajah.

Aku menghela napas. "Mas Bayu... Kamu kemana, sih?!" Gumamku geram.

"Kenapa sih, Nai?" Mama datang menghampiriku dan menaruh jus jeruk dimeja, kemudian duduk di kursi yang ada di depanku, tepatnya diseberang meja bundar ini.

"Mas Bayu, Ma ... Dia enggak bisa dihubungin, ponselnya mati," jawabku sambil merengek.

Mama tersenyum geli. "Cie.... Kangen nie ...," godanya sambil mengerling padaku.

Ish! Mama malah ngeledek.

"Iihhh... Mama, ah!" Aku cemberut dengan memonyongkan bibir dan melipat tangan di dada.


🍁🍁🍁🍁🍁

Hari sudah malam, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Aku duduk bersandar di kepala ranjang, dengan menggenggam foto pernikahanku yang dibalut bingkai kecil.

Dalam foto itu, mas Bayu tampak tersenyum bahagia, dengan pose kami saling berhadapan. Sedangkan aku ... Aku tidak terlihat bersemangat dan tidak ada senyum di bibirku.

Aku mengubah posisi dan berbaring miring, memeluk guling dan menatap foto itu, hingga rasa kantuk menghampiri, hingga tak sadar aku terlelap.

Aku berharap agar bisa cepat ketemu dengan mas Bayu lagi, doaku sebelum benar-benar ke alam mimpi.

🍁🍁🍁🍁🍁

Suara dan getar dari alarm dari ponsel, membuat tidurku terganggu, dengan malas aku meraba samping bantal dan mematikannya.

Saat aku hendak menyingkap selimut, aku terhenyak melihat sebuah tangan melingkar di pinggangku, seketika dadaku berpacu lebih cepat, aku membelalakkan mata saat melirik kesamping, dan melihat seseorang yang tertidur pulas di sampingku.

Aku semakin terkejut saat melihat seseorang yang aku rindukan, sedang terlelap di sampingku.

"Mas Bayu?!" Gumamku, dan merubah posisi menjadi menghadap padanya.

Gerakanku membuat mas Bayu mengerjapkan mata dan perlahan terbuka, dia tersenyum melihatku yang sudah bangun dan terkejut menatapnya.

"Selamat pagi, Dek," ucapnya serak, kemudian bangkit dan mengucek mata dengan jarinya.

"Mas Bayu, kenapa bisa ada disini?" Tanyaku sambil menatapnya masih dengan raut kaget.

"Ya ... Pakai mobil, Dek. Mas rindu sama kamu, jadi mas nyusul kesini," jawabnya sambil terkekeh, dan duduk menatapku.

Aku mengerjap, masih tak percaya dengan kehadiran mas Bayu. "Ini ... Beneran mas Bayu, 'kan?" Aku memegang tangan, pundak, hingga mengusap pipinya untuk memastikan.

Mas Bayu terkekeh melihat tingkahku, dia melepaskan tanganku yang menempel di pipinya, dan menggenggam tanganku, kemudian mengecupnya sekilas.

"Iya Sayang, ini Mas Bayu," ucapnya.

"Mas nyampe jam berapa?"

"Sekitar jam setengah satu, semalam."

"Mas, kenapa kemarin aku coba hubungin Mas, tapi enggak bisa, ponsel Mas enggak aktif terus?"

Mas Bayu tersenyum dan mengusap pipiku. "Sehari setelah kamu pergi, listrik disana mati, Dek. Jadi sinyal semakin susah, Mas juga berkali-kali coba hubungin kamu, tapi ndak pernah berhasil."

Aku mengangguk paham dan memicingkan mata, menatapnya penuh tanya. "Lastri ... Gimana?" tanyaku pelan.

Mas Bayu menghela napas dan menarikku ke dalam pelukannya. "Bapaknya Lastri meninggal, Dek."

"Inalillahiwainaillaihiroji'un ...," lirihku.

"Tapi, untung saja Lastri bisa memenuhi permintaan terakhir bapaknya untuk menikah," sambung mas Bayu.

Ucapan mas Bayu membuatku melepas pelukannya dan duduk tegak menghadapnya. Mataku terasa panas, dan napas ku memburu. "Jadi ... Mas menerima Lastri, dan menikahinya?!" Tanyaku dengan suara tercekat.

Mas Bayu memandangku intens.

Mas ... Kenapa kamu mengkhianatiku? Kenapa kamu setega itu sama aku?! jerit batinku.

Dinikahi Pemuda DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang