04. Perhatian

15.5K 1.1K 18
                                    

Bab - 04

(Perhatian Bayu)

🍁🍁🍁🍁🍁

...

Setelah asik bercengkrama dengan beberapa warga, aku dan mas Bayu kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini aku meminta jalan kaki saja, dan sepeda didorong oleh mas Bayu.

Kami berjalan beriringan menyusuri setiap area persawahan dan kebun. Selain menanam padi, penduduk Desa ini juga menanam sayur dan buah-buahan. Seperti tomat, cabai, sawi, dan beberapa sayur lainnya, serta menanam buah labu, pisang, dan beberapa buah lainnya.

Perjalanan kami terasa lambat karena aku beberapa kali berhenti dan memotret pemandangan yang aku rasa sangat bagus, juga memotret beberapa aktifitas warga Desa yang sedang bekerja di sawah ataupun kebunnya.

Aku tersenyum puas melihat hasil jepretanku yang memuaskan, disini aku tidak perlu pergi jauh untuk hunting foto. Aku bisa meng-upload foto-foto ini di sosial mediaku, dengan tema pedesaan. Pasti banyak yang suka nanti.

"Bagus 'kan Dek, pemandangan disini?"

Aku menoleh pada mas Bayu yang berdiri di belakangku dengan senyum senang, dan tetap setia menunggu seberapa lama pun aku berhenti, dia tetap berada di dekatku.

"Lumayan," sahutku, dan kembali mengambil beberapa gambar. "Mas, aku haus nih," seruku, berbalik menghadapnya.

"Ini Mas bawa minum." Mas Bayu mengambil botol air mineral dari dalam tas kecil yang dibawanya dan menyerahkannya padaku.

Aku menerima botol itu dan segera membukanya, tenggorokanku terasa kering setelah hampir dua jam berkeliling, jalan-jalan di desa. Aku menenggak air dalam botol dengan rakus, agar rasa haus segera lenyap.

"Pelan-pelan Dek minumnya," tutur mas Bayu. Tangannya terulur dan mengusap keningku yang berkeringat.

"Uhuk-uhuk!" Aku menepis tangannya di keningku dan terbatuk karena kaget melihat perlakuannya.

"Pelan-pelan, Dek," ucap mas Bayu dan mengusap bajuku yang basah karena aku tak sengaja menumpahkannya saat batuk tadi.

"Ish, apaan sih!" sergahku dan menepis tangannya dengan kasar, "jangan pegang-pegang!" sambungku. Aku menatapnya dengan kesal dan penuh kebencian.

"Maaf Dek, Mas cuma khawatir sama kamu," cicitnya dengan tatapan nanar melihat sikapku tadi.

Aku mengalihkan pandangan kearah lain, entah kenapa ada sedikit perasaan menyesal karena bersikap kasar padanya, apalagi melihat tatapannya yang seakan terluka olehku.

"Kita pulang!" kataku, dan melangkah mendahuluinya.

"Tunggu Mas, Dek!" Mas Bayu menyamai langkahku dan berjalan di sampingku.

Aku mengabaikannya dan tetap fokus ke depan. Untung saja jalanan ini sepi, jadi tidak ada orang yang melihat perlakuan kasarku pada mas Bayu. Tapi, aku kasihan juga padanya.

"Mas minta maaf Dek, kalau tadi Mas terlalu lancang," ucapnya pelan. Sesekali dia menghadap jalanan di depan, dan menatapku lagi dengan tatapan bersalah.

Tadi mas Bayu memang reflek mengusap bagian dadaku yang terkena air, tentu aku merasa risih dengan perlakuannya yang tiba-tiba itu.

Jangan-jangan dia mencari kesempatan dalam kesempitan tadi? pikirku.

Aku berhenti dan meliriknya sengit. "Kamu sengaja 'kan, cari kesempatan dalam kesempitan grepe-grepe kayak tadi? Apalagi disini sepi!" tuduhku langsung.

Mas Bayu menggelengkan kepala dan tercengang dengan tuduhanku. "Demi Allah, tadi Mas reflek Dek, Mas khawatir sama kamu," tukasnya, membela diri.

Aku mendengus dan kembali melanjutkan langkah untuk pulang. Lagi-lagi mas Bayu menyamai langkahku.

"Kalaupun Mas pegang-pegang 'kan halal Dek, bisa dapat pahala bukan dosa," cetusnya dan tersenyum jahil padaku.

Aku memandangnya sambil mengernyitkan hidung dan mencibir. "Ish!" sentakku, kemudian melengos dan mempercepat langkah kakiku.

Suasana hatiku jadi buruk gara-gara mas Bayu, hingga aku tidak ada minat lagi untuk memotret. Selama perjalanan aku diam saja dan tak menghiraukan mas Bayu yang terus mengoceh dan mencoba menghiburku agar tak mendiamkannya.

Lima belas menit kami berjalan, akhirnya kami sampai kejalan yang cukup ramai oleh warga yang lalu lalang, tak sesepi tadi.

"Mas Bayu?"

Aku dan mas Bayu menghentikan langkah saat seorang gadis yang terlihat sebaya denganku, menegur mas Bayu. Dia tampak cantik dengan kulit kuning langsat, apalagi saat dia tersenyum, wajahnya terlihat semakin cantik dan manis.

"Lastri," sapa mas Bayu ramah dan tersenyum.

"Dari mana Mas?" tanya  gadis bernama Lastri itu dengan logat medok. Tatapan matanya berbinar senang memandang mas Bayu.

"Habis jalan-jalan saja, menikmati pemandangan," jawab mas Bayu, "oh iya, kenalkan ini Naira, istriku." Mas Bayu mengusap bahuku.

Aku tersenyum dan menjulurkan tangan untuk bersalaman. "Aku Naira," kataku memperkenalkan diri.

Binar dimata Lastri meredup saat mas Bayu mengatakan aku adalah istrinya. Namun dia tetap membalas uluran tanganku dan memperkenalkan diri. "Saya Lastri," balasnya, nada suaranya terdengar sedikit bergetar.

"Ya sudah kalau gitu, saya permisi ya Mas, Mbak," pamitnya. Dia tersenyum, namun senyumnya terlihat aneh, tidak seperti saat pertama bertemu tadi. Sorot matanya nanar dan menyiratkan kekecewaan dan sakit.

"Iya, hati-hati," pesan mas Bayu. Dia memang selalu ramah dan lembut pada semua orang.

Lastri mengangguk dan berlalu dari hadapan kami. Saat langkahnya sudah cukup jauh, aku berbalik dan menatap punggungnya yang terlihat bergetar saat berjalan. Dia juga menunduk dan berjalan tergesa-gesa, tidak sesantai tadi.

Dia menangis? Kenapa dia?

Ah sudahlah, bukan urusanku juga. Lebih baik aku percepat langkah supaya bisa cepat sampai rumah dan berganti baju.

"Mas kita naik sepeda saja, aku capek."

Mas Bayu tersenyum semringah dan naik ke jok sepeda. "Ayo Dek," ajaknya.

Aku menurut dan duduk menyamping di boncengan sepeda bututnya.

"Romantis ya Dek, kalau kita boncengan gini?" Mas Bayu menoleh sesaat dengan senyum yang tak luntur dibibirnya.

"Apaan sih!" Aku menepuk punggungnya cukup keras hingga dia mengaduh sambil tertawa. Sedangkan aku cemberut melihatnya tertawa seperti itu.

Dinikahi Pemuda DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang