30. Reuni (Epilog)/~B

24.8K 1K 35
                                    

"Hhuaaaaaa ... Ibu ... ."

Baru saja aku selesai mengunci pintu. Suara tangis seorang anak mengagetkanku dan mas Bayu. Seketika kami menoleh ke halaman rumah yang menyatu dengan jalan.

Di sana, Bagas sedang menertawakan seorang gadis kecil, kira-kira sebaya dengan dia.

Aku dan mas Bayu segera menghampiri mereka dengan raut kuatir.

"Hey, ada apa ini?" tanyaku.

Aku berjongkok menghadap gadis itu dan menenangkannya. "Sssttt ... Sudah jangan nangis, ya. Tante punya hadiah buat kamu." Aku mengambil sebatang coklat, dan menyerahkannya pada gadis itu.

Gadis itu berhenti menangis dan mengambil coklat itu dan berkata, "terimakasih, Budhe." Logatnya medok seperti mas Bayu.

Aku tersenyum dan bertanya, "namanya siapa cantik?"

"Maya," jawabnya singkat.

"Tadi Maya kenapa nangis?" tanyaku lagi.

Maya melirik pada Bagas yang berdiri di sampingku. "Dia nakal Budhe, tadi dia nendang bola terus kena ke kepalaku." Dia memegang kepalanya yang mungkin tadi terkena bola.

Aku mengusapnya lembut. "Maafkan anak tante ya," kataku lembut, lalu membantunya untuk berdiri.

Kemudian aku menatap Bagas serius, dia tampak menyesal saat aku menatapnya seperti itu. "Bagas, ayo minta maaf, dan berjanji tidak akan berbuat begitu lagi!" perintahku padanya.

Bagas mengulurkan tangannya dan meminta maaf. "Maaf ya, aku enggak sengaja tadi, aku janji enggak bakal nakal lagi," ujarnya.

Maya membalas uluran tangan Bagas. "Iya ndak papa, tapi jangan nakal lagi, yo," balas Maya lembut.

Aku tersenyum melihat mereka berbaikan, begitupun mas Bayu. Antara aku dan mas Bayu, memang aku yang lebih galak dalam mendidik anak-anak kami, sehingga mereka lebih takut padaku, apalagi saat aku marah dan menghukum mereka.

Sedangkan mas Bayu, dia lebih lembut tapi tegas, jadi anak-anak lebih suka dimarahi atau dihukum oleh mas Bayu, karena hukuman yang diberikannya sangat ringan daripada hukuman dariku.

"Maya rumahnya dimana?" tanyaku setelah dia dan Bagas berbaikan.

"Di sana, budhe." Dia menunjuk ke arah utara.

"Tante antar pulang, ya?" tawarku.

Dia mengangguk menerima tawaranku.

Akhirnya aku dan mas Bayu serta anak-anak berjalan beriringan menuju rumah Maya, untuk mengantarkannya pulang. Sekalian nanti ke rumah Lastri.

Tapi, seingatku ini jalan menuju rumah Lastri. Benar saja, setelah sampai di depan rumah Lastri, anak itu segera berlari menuju seseorang yang sedang memangku anak kecil di teras.

Itu Satya, dia yang sedang memangku anak kecil. Rumah ini sekarang terlihat jauh lebih bagus dari yang dulu. Sekarang rumah ini bukan lagi bangunan berbahan kayu, tapi sudah berganti menjadi tembok.

"Ayaaaaah!" Maya memeluk Satya yang berdiri menyambutnya.

Aku dan mas Bayu juga menghampirinya, diikuti Bagas. "Assalamualaikum...," sapaku dan mas Bayu.

"Wa alaikumussalaam," balas Satya. Dia tampak terkejut melihat kehadiran kami. "Bayu, Naira! Kalian apa kabar?" tanya Satya antusias.

"Alhamdulillah, apik. Gimana kabar kamu dan Lastri?" balas mas Bayu.

"Baik-baik, alhamdulillah."

"Jadi Maya anak kamu, to?" tanya mas Bayu.

Aku menepuk jidat, mengingat sesuatu, dan berkata, "ya Allah Mas, iya aku lupa. Dulu kan Lastri kasih tau nama anaknya. Tapi aku kira Maya ini bukan Maya anak Lastri sama Satya." Aku memandang Satya dan mas Bayu bergantian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dinikahi Pemuda DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang