14. Pesanan

15.6K 979 5
                                    

Bab - 14

(Pesanan Naira)

🍁🍁🍁🍁🍁

...

Aku baru saja keluar kamar mandi, kulihat mas Bayu sedang bersiap-siap, mengenakan baju yang rapi dan menyisir rambut. Aku berjalan menuju karpet didepan tv dan duduk disana, kemudian meraih remot dan menekannya, menyalakan tv dan menonton acara pagi.

"Mas mau kemana sih, kok rapih banget?" Aku penasaran.

"Mas mau pergi ke Pasar, Dek. Semalam 'kan mama telfon, kalau pak Udin mau kesini, Mas mau beli makanan dan cemilan dulu buat menjamu pak Udin nantinya. Kamu mau Mas beliin apa?"

Pak Udin, supir pribadi papa sejak 10 tahun yang lalu, beliau sudah kami anggap seperti keluarga sendiri. Sehabis isya tadi malam, mama bilang di telfon, kalau pak Udin sengaja disuruh kesini untuk menengok keadaan kami, padahal mama selalu melihat keadaan kami melalui video call, dan saat mama telfon semalam, aku meminta mama untuk membelikan skincare, body care, dan make up ku yang hampir habis, mumpung ada kesempatan, sekalian minta dibawakan pak Udin nanti, hehehe.

"Emm... Nanti beli snack aja yang banyak ya, mau aku bagi-bagiin sama anak-anak disini." Pesanku.

"Ya sudah, Mas berangkat dulu, ya." Mas Bayu menyodorkan tangannya padaku, memintaku untuk menciumnya.

"Tapi, Mas... Barang-barang kamu harus dipindahin ke kamar aku, nanti kalau pak Udin curiga gimana? Nanti dia tahu kalau kemarin-kemarin kita tidur pisah kamar."

"Oh iya, ya." Mas Bayu terlihat berpikir. "Mmm ... Kamu mau 'kan, pindahin barang Mas ke kamar kamu?"

Aku mengangguk. "Iya, nanti aku pindahin." Aku mencium punggung tangannya.

Mas Bayu tersenyum. "Makasih ya, Dek. Mas berangkat dulu, nanti sore mas udah sampai rumah kok. Sebelum pak Udin, sampai. Assalamualaikum," pamitnya.

Pak Udin memang menempuh perjalanan darat, karena beliau membawa banyak barang pesanan ku selain skincare, dan body care. Kalau naik pesawat, ribet nanti bawa barangnya.

"Wa alaikum salaam," jawabku.

Mas Bayu memasuki mobil fortuner hitam milik papa yang diberikan padanya, tak lama mobil pun melaju meninggalkan pekarangan rumah. Mobil itu cocok untuk kondisi jalan disini. Jalan tanpa aspal, dengan beberapa titik yang rusak dan jalan berbatu. Ban mobil yang tinggi, bisa memudahkannya untuk melalui jalan seperti itu.

Aku kembali memasuki rumah, memulai memindahkan baju dan barang mas Bayu ke kamarku. Nanti kamar ini, akan digunakan oleh pak Udin. Mama bilang pak Udin akan menginap selama satu minggu disini.


🍁🍁🍁🍁🍁

Mobil yang dikendarai mas Bayu terparkir didepan rumah, kondisi halaman dan jalan yang menyatu memudahkan mas Bayu untuk memarkirnya. Hari belum terlalu sore, masih pukul 15.00. Mas Bayu keluar dari mobil dan membuka bagasi, menurunkan beberapa kardus dan barang lainnya.

Aku menghampirinya dan mau membantunya membawa barang-barang. Aku mengambil kardus besar yang ada disampingnya, berat juga, apa sih isinya?

"Dek, jangan bawa yang berat-berat. Kamu bawa kardus snack aja ya," kata mas Bayu.

Aku mengurungkan niat membawa kardus besar itu. "Yang, ini?" Aku menunjuk kardus berukuran sedang dan mengangkatnya. Benar, ini ringan banget.

"Iya. Udah kamu bawa itu aja, yang lainnya biar Mas yang bawa."

Aku menurut, dan segera masuk ke rumah dan menaruh kardus tadi di meja dapur. Kemudian membuat minum untuk mas Bayu, setelah selesai aku membawa nampan berisi minuman itu ke ruang tamu dan meletakkannya dimeja. Mas Bayu sudah selesai memasukkan barang-barang ke rumah dan duduk di sampingku, mengambil minuman dan menenggaknya hingga habis.

"Capek ya, Mas?" tanyaku basa-basi.

"Lumayan, Dek," jawabnya. "Mas mandi dulu ya, gerah," sambungnya.

Aku mengangguk. Mas Bayu beranjak ke kamar mandi. Aku pun menyiapkan makanan untuk kami nanti, dan menyimpannya juga untuk pak Udin kalau sudah datang nanti.

Suara klakson mobil dari depan membuatku cepat-cepat memeriksanya, mas Bayu juga sudah keluar dari kamar mandi dan menyusul ku.

Itu mobil papa, aku hafal banget. Kemudian kulihat pak Udin keluar dari mobil dan melambai pada kami. "Assalamualaikum, Neng Nai!" teriaknya.

Aku tersenyum senang. "Wa alaikum salam, Pak," balasku dan segera menghampirinya, kemudian menyalaminya, begitupun mas Bayu.

"Apa kabar, Pak?" tanya mas Bayu.

"Alhamdulillah, sehat. Kalian gimana, sehat-sehat, 'kan?"

"Alhamdulillah, kami juga sehat Pak."

"Mama sama papa sehat 'kan, Pak?" tanyaku.

"Sehat alhamdulillah. Tadinya bapak sama ibu juga pengin kesini, tapi pekerjaan bapak masih banyak, jadinya enggak bisa kesini dulu," jawab pak Udin.

Aku memonyongkan bibir. Selalu saja papa sibuk dengan pekerjaannya.

"Ya sudah Pak, yuk masuk. Istirahat dulu, Bapak pasti capek, menempuh perjalanan jauh." Ajakku.

"Iya, nanti dulu, Bapak mau turunkan barang-barang dulu."

"Saya bantu ya, Pak," kata mas Bayu ramah.

"Iya-iya Mas."

Pak Udin membuka bagasi, kemudian menurunkan barang bawaan yang lumayan banyak. Mas Bayu membantu pak Udin membawanya ke dalam rumah.

Melihat banyaknya barang yang dibawa pak Udin, sepertinya akan cukup lama untuk memindahkannya kedalam rumah. Lebih baik aku masuk lebih dulu dan menyiapkan makanan untuk kami semua.

Beberapa menit kemudian, mas Bayu dan pak Udin sudah selesai memasukkan kardus-kardus dari bagasi mobil. Aku mengajak pak Udin menuju meja makan, di sana sudah ada makanan yang tadi aku siapkan.

"Ayo pak, silahkan. Kita makan dulu." Aku mempersilakan pak Udin menuju meja makan. Pak Udin duduk di kursi yang aku tunjuk.

Mas Bayu juga sudah selesai memasukkan barang-barang dan ikut duduk dekat pak Udin, kemudian aku duduk dihadapan mas Bayu.

"Monggo, pak," kata mas Bayu.

"Terima kasih, Mas Bayu, Neng Naira. Pakai repot-repot segala," ucapnya.

"Enggak repot kok Pak, aku seneng Pak Udin datang kesini," pungkasku.

Kami menikmati makanan yang aku siapkan tadi. Setelah itu pak Udin dipersilahkan istirahat oleh mas Bayu, serta menunjukkan dimana kamar tempat istirahatnya. Hari juga sudah semakin sore, dan hampir waktunya maghrib.




Dinikahi Pemuda DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang