Istri Baik

10.2K 571 25
                                    

Happy Reading! 😘

💸💸💸

"Menurut lo, gue istri yang baik nggak sih buat papa lo?" tanya Friska serta-merta sedetik setelah Silvia mengangkat sambungan teleponnya.

Silvia mengernyit di seberang sana, merasa aneh akan pertanyaan blak-blakkan yang dilontarkan oleh Friska barusan. "Kenapa lo tiba-tiba tanya pertanyaan kayak gitu? Lo habis berantem sama papa?"

Friska menghela nafas. Satu tangannya mengusap kasar air mata yang tanpa sadar menetes dari sudut matanya. "Jawab dulu pertanyaan gue. Baru nanti gue bakal balas pertanyaan lo."

Walau masih merasa bingung, Silvia tetap menjawab pertanyaan Friska tadi. "Ya gue nggak bisa jawab secara akurat sih. Tapi, sejauh ini, yang gue lihat, lo istri yang baik kok buat papa. Tapi..."

Silvia merasa agak ragu untuk melanjutkan ucapannya. Ia takut Friska malah ngomel-ngomel lagi seperti biasanya kalau dia sudah membawa-bawa topik yang satu ini. Topik yang selalu Friska hindari setiap kali mereka sedang berbincang.

Friska menatap cermin di depannya sambil mengerutkan keningnya. "Tapi?"

Silvia menarik nafas lalu membuangnya dalam sekali sentak. "Janji dulu ke gue, kalau lo nggak bakal ngomel-ngomel setelah gue kasih tahu nanti."

Friska mengangguk-ngangguk di depan cermin. "Iya, gue janji."

Ia sekarang memang sedang berada di dalam toilet kantor Abimanyu bekerja. Tadi, setelah Abimanyu mengucapkan hal itu, tak butuh waktu lama, Friska pergi begitu saja dari ruangannya.

Nggak sopan memang tapi ia juga perlu menenangkan diri. Kalau dia masih di ruangan yang sama dengan Abimanyu dalam kondisi hati seburuk dan sekacau itu, bisa-bisa emosinya kembali mencak-mencak dan ujung-ujungnya, mereka malah bertengkar dan beradu mulut.

Tentu saja Friska nggak mau hal itu terulang kembali dan berlangsung lebih lama. Friska sebisa mungkin berusaha untuk menyelesaikan masalah yang satu ini. Maka dari itu, dia butuh saran, nasehat serta wejangan dari Silvia. Untuk saat ini, memang hanya Silvia lah yang bisa ia ajak bicara dan bisa ia andalkan.

Soalnya, kalau dia membicarakan hal ini ke mamanya, kesannya, dia malah kayak sedang merengek dan mengadu. Sungguh tidak mencerminkan orang dewasa yang sudah menikah. Dan tentu saja, Friska nggak mau hal memalukan seperti itu sampai benar-benar terjadi. Malu-maluin banget!

"Tapi, kalau soal yang lain, gue nggak bisa nilai, Fris. Soal lain yang gue maksud di sini tuh, soal lo melayani papa. Lo tahu kan apa yang gue maksud dengan melayani?"

Friska menggigit bibirnya. Ia mengangguk lemah. "Iya, gue tahu."

Silvia menghela nafas. "Maaf, maksud gue bukan untuk mendesak apalagi memaksa lo buat ya ngelakuin itu tapi maksud gue itu, supaya lo mencoba untuk membiasakan diri. Nggak usah buru-buru, pelan-pelan aja. Perlahan tapi pasti gitu lah istilahnya. Kayak, kalian bisa mulai dengan pelukan dulu atau mungkin pegangan tangan dulu deh, lebih gampang. Baru nanti, kalian bisa semakin dekat terus ya skinship kalian jadi berkembang secara sendirinya."

Friska mencibir. "Berkembang? Kayak mamalia aja berkembang biak!"

Silvia tergelak. "Bukan itu maksud gue elah!"

Friska balas terkekeh. "Iya-iya, gue tahu kok."

Setelah itu, Friska kembali mendengarkan dengan baik semua saran, nasehat, petuah dan wejangan yang diberikan oleh Silvia. Ia lalu menyimpannya dengan baik-baik di memori otaknya untuk kemudian, ia aplikasikan di dunia nyata. Tentunya pas perlu saja.

Kadang, Friska sampai heran sendiri. Kok Silvia malah lebih tahu-menahu soal masalah pernikahan daripada dirinya? Padahal sahabat sekaligus anak tirinya itu masih baru pacaran saja, baru jadian pun, dan belum nikah seperti dirinya.

FRISKABI | ENDWhere stories live. Discover now