Membuka Diri

8.6K 452 34
                                    

Happy Reading! 😘

💸💸💸

Hari sudah semakin larut, langit pun sudah berubah dari terang benderang menjadi gelap gulita. Akan tetapi, kedua insan yang sudah terikat dalam ikatan suci selama hampir tiga bulan ini masih saja belum terlelap. Sepasang mata milik keduanya masih saja terbuka lebar, tidak terlihat ada kesayuan yang memancar keluar sedikitpun.

Mungkin karena ada sesuatu yang masih saja bertahan dan berkeliaran, menari-nari di dalam kepala mereka, membuat mereka masih saja terjaga walau waktu sudah lewat dari tengah malam sekalipun.

Ini adalah malam kedua dimana sepasang sejoli sah itu tidur dalam keadaan saling memunggungi satu sama lain.

Keduanya sama-sama saling mementingkan dan mengedepankan ego masing-masing. Maka dari itu, tidak ada seorang pun di antara mereka yang mau mengalah apalagi berinisiatif untuk memulai dan membuka bahan pembicaraan duluan. Membahas mengenai masalah yang mulai menerjang mereka berdua sejak pulang duluan dari pesta ultah milik Doni dua hari yang lalu (tentunya malam itu, Abimanyu putar setir, balik lagi ke tempat pesta untuk menjemput Silvia yang sempat mereka lupakan karena terpancing dan terbawa emosi).

Friska menghela nafas panjang. Ia sedikit membalikkan badannya, ekor matanya mengerling ke arah Abimanyu yang masih saja tidur dengan keadaan punggung membelakangi dirinya.

Ia menggigit bibir bawahnya, berpikir keras. Apa dia harus mengalah duluan saja? Supaya kesalah pahaman ini bisa selesai dengan cepat? Lebih cepat kelar, lebih baik bukan?

Argh! Friska benar-benar sedang dilanda dilema saat ini.

Di satu sisi, ia merasa gengsi karena harus membuka suara lebih dulu (namanya juga perempuan, gengsinya tinggi sekaliii, melebihi gunung Everest), meluruskan kesalah pahaman yang ada di antara mereka lalu menjelaskan mengenai apa yang sebenarnya terjadi; bahwa dia tidak sedang 'pacaran' seperti dugaan suaminya waktu itu.

Tapi, di sisi lain, ia juga nggak mau terus-terusan begini. Terlebih, ia sangat merindukan pelukan hangat Abimanyu setiap malam. Sudah dua malam mereka saling mendiamkan satu sama lain, yang berarti sudah dua malam pula Friska tidak mendapatkan jatah pelukannya dari Abimanyu.

Friska mengelus perutnya yang sudah sedikit menonjol ke depan. Menyabarkan anaknya.

Gigitan Friska di bibir bawahnya semakin menguat saja kala rasa rindunya akan rengkuhan hangat namun menenangkan milik suaminya itu semakin menguak ke atas permukaan hatinya.

Sudah dua malam lamanya, Friska sudah mati-matian berusaha menekan rasa rindu yang kian lama kian membuncah itu lamat-lamat supaya bisa tenggelam dan kembali masuk ke dalam rongga hatinya terdalam. Akan tetapi, seolah sang anak tidak mau diajak berkompromi apalagi diajak bekerja sama, Friska mau nggak mau pun jadi terpaksa menekan egonya lalu membuangnya ke samping.

Mulut Friska yang mulai mengeluarkan suaranya membuktikkan bahwa dirinya benar-benar sedang mengesampingkan egonya dan mementingkan rasa rindunya yang teramat sangat terlebih dulu.

"Om sudah tidur?" tanya Friska dengan nada pelan. Tidak sepelan itu makanya Abimanyu masih bisa mendengarnya dengan jelas.

Abimanyu tidak langsung menjawab. Ada jeda sebentar yang mengisi keheningan malam di antara mereka.

Karena kelamaan menunggu, Friska pun perlahan mengubah posisi tidurnya menjadi telentang. Kedua matanya kemudian menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong.

Helaan nafas berat dari arah sampingnya membuat Friska menoleh sekilas.

Friska tersenyum kecil saat melihat Abimanyu masih saja memunggungi dirinya. Ia pun menghembuskan nafas pelan. Apa boleh buat? Kalau sudah seperti ini, mending dia kembali berusaha untuk bisa tertidur kan?

FRISKABI | ENDWhere stories live. Discover now