Ladybug
Oleh: Arlen Nawang RacheliaPada suatu hari ada sepasang kumbang koksi yang sedang mencari makan di ladang petani. Mereka bernama Lady dan Bug. Keduanya terbang melewati dahan serta dedaunan dengan tubuh kecil dan bundarnya yang dihiasi bintik hitam di sayapnya itu. Mereka melihat satu dahan yang terdapat banyak kutu daun. Betapa bahagianya mereka dapat menemukan makanan kesukaannya. Mereka pun singgah di dahan tersebut dan tanpa aba-aba langsung memakannya dengan lahap kutu daun tersebut.
“Lady, bagaimana kalau kita beristirahat di daun ini?” tanya Bug dengan hati gembira.
“Tentu, pohon ini banyak sekali makanan dan daun. Ini cukup untuk tempat persinggahan kita,” ucap Lady yang tak henti mengunyah.
“Benar, Lady. Kita puas-puas makan kutu ini yang mengganggu para petani,” ujar Bug dengan semangat. Ia berkeliling melihat luasnya tanaman dan banyaknya kutu yang bisa mereka makan. Akan tetapi, tetap saja mereka tak luput dari ancaman.
Di saat sedang lahapnya menyantap para hama tanaman, sesuatu yang besar muncul dari balik dedaunan. Dia menggeliat dan membuat dahan yang sedang Lady dan Bug pijak bergoyang. Mereka pun terbang.
“Hei, kumbang sial! Seenaknya makan di daerah kekuasaanku,” ujar Bombom—ulat yang sangat besar dengan tanduk di kepalanya.
Spontan Bug langsung memarahi Bombom karena kata kasar itu.
“Hai, ini adalah milik petani bukan milikmu. Seenaknya berkata begitu! ” amuk Bug yang mulai memarahi Bombom—si ulat pengacau.
“Lalu, apa urusannya denganku? Yang di sini duluan itu aku. Lihat jejak makanku di bawah sana, dasar! ” ucap Bombom dengan tangannya yang mungil mengentak.
Lady dan Bug menunduk melihat beberapa daun yang bolong-bolong akibat Bombom—ulat yang tak bertanggung jawab itu. Lady pun mencoba menghentikan perdebatan mereka.
“Eh, jangan berantem,” ujar Lady mencairkan suasana. “Sebaiknya kita saling berbagi makanan satu sama lain.”
“Diam kamu!” gertak mereka bersamaan.
“Hei, ulat gendut! Kamu itu sangat merusak tanaman petani, sedangkan kami hanya memakan kutu daun apa masalahnya?” jelas Bug dengan nada meninggi.
“Bodoh!” balas Bombom acuh.
Bug geram, ia pun berniat mengajak ulat itu bertarung, tetapi dicegah oleh Lady. “Sudah! Sudah! Kalian ini, kenapa bertengkar hanya soal makanan? Jangan bertengkar lagi. Lebih baik, kita berteman saja,” seru Lady.
“Sebelumnya perkenalkan namaku Lady dan dia Bug. Kami di sini hanya ingin mencari makan saja. Kamu siapa namanya?” tanya Lady dengan lembut.
Bombom pun menghentikan makannya dan berkata, “Bombom.”
“Wah. Hai, Bombom. Namamu lucu sekali, kita temenan yuk,” ujar ramah Lady. Bug pun mulai jengkel.
“Kamu ngapain sih harus ngajak dia kenalan?” tanya Bug dengan jengkelnya.
“Karena tidak semua permasalahan bisa kita selesaikan dengan cara keras kepala dan tidak mau mengalah, Bug. Ayo kita berteman dengan Bombom!” ajak Lady. Ia pun mendekati Bombom yang sedang menguping pembicaraannya sambil memakan sedikit demi sedikit daun tersebut.
Heuh, malasnya, batin Bug.
“Hai, Bombom,” sapa Lady dengan penuh kehati-hatian.
Bombom yang masih acuh itu tak memberikan balasan dari sapaan Lady hingga Lady pun bernekat mendekati Bombom.
“Bombom, bolehkah kita makan bersamamu?”
“Aku bilang juga apa, orang serakah seperti itu di ajak bicara!” ucap Bug dengan rasa kesalnya yang melonjak.
“Bug, kita ini memang berbeda jenis dan ukuran, tetapi tak boleh membedakan teman karena teman adalah orang yang selalu ada dan membantu kita. Tidak boleh seperti itu, Bug!” jelas Lady. Bombom yang mendengarnya pun langsung tersenyum.
“Maafkan aku. Bukan maksudku untuk tidak berbagi makanan kepada kalian. Akan tetapi, teman-temanku memusuhiku karena tanduk yang ada pada kepalaku. Mereka tidak menerimaku sebagai golongan ulet bulu dan aku tidak mempunyai bulu. Aku kira tidak ada yang mau menerimaku dengan tulus, tetapi perkataan kamu sangat menyentuh hatiku. Dan kebaikanmu telah membuka hatiku. Sekali lagi terima kasih, Lady dan Bug.”
Perkataan Bombom sangat membuat Lady terharu ia pun menangis. “Tidak! Tidak semua orang seperti itu Bombom. Sekarang kita berteman, tidak ada kata beda di antara kita.”
“Bug juga minta maaf,” ujar Bug kini mereka mendekat dan memberi senyuman kehangatan.
Mereka pun memeluk Bombom hangat dengan memberikan sedikit kehangatan kekeluargaan. Pada akhirnya Lady dan Bug mempunyai satu sahabat baru yaitu Bombom. Bombom pun mempersilakan Lady dan Bug untuk memakan kutu daun, sedangkan Bombom memakan dedaunan dengan porsi banyak. Setelah ada Lady, ia jadi membatasi makanannya dan mereka pun menjadi teman bahagia selamanya.
Tentang Penulis:
Arlen Nawang Rachelia, usia 16 tahun lahir pada tanggal 01 Agustus 2004. Gadis asal Karawang yang memiliki hobi menulis dalam beberapa antologi puisi dan cerpen sudah menjadi makanannya sehari-hari. Untuk, melihat semua karyanya bisa cek di akun sosial media Instagram: @Arlennawangrachelia7, Facebook: Arlen Nawang Rachelia, Blog: https://blogfreearlen.blogspot.com dan Wattpad: @Arlen220520.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Dongeng
FantasyDongeng? Cerita yang tidak benar-benar terjadi. Ini hanya sebuah cerita khayalan semata.