Pepo, Oh Pepo
Oleh: Rina AmeliaDi suatu hari, riuh suasana mengisi hari seekor kura-kura. Tempurungnya yang cacat, menjadi bahan elokan para hewan di hutan. Sedih dan rapuh, mengisi hati sang kura-kura. Setiap harinya, berbagai ejekan dia terima dengan sebuah senyuman.
Kala itu, petir menyambar rumahnya yang cukup sederhana dengan balok kayu sebagai papah. Reruntuhannya menghancurkan barang-barang yang dimiliki sang kura-kura.
Biar aku kenalkan namanya pada kalian semua. Hewan-hewan di sekitarnya, kerap memanggilnya dengan sebutan Pepo. Seekor kura-kura yang begitu cekatan dan pandai.
Saat ini, dia hanya tinggal seorang diri. Tanpa keluarga, teman atau pun saudara. Di setiap paginya, dia selalu pergi untuk mencari bahan makanan yang bisa dia gunakan atau simpan sebagai cadangan makanan di rumah. Mulai dari ujung ke ujung, selalu dia tempuh tanpa ada keluh kesah sedikit pun.
Lalu pada hari itu, seekor kelinci bernama Rai mendekatinya dan bertanya padanya, "Hai, Pepo. Kau sedang apa di sini?"
"Aku sedang mencari bahan makanan, Rai. Aku harus mencari untuk menyimpan cadangan makanan di rumah," jawab Pepo.
"Wah, pas sekali. Aku juga ingin mencari makanan. Apakah aku boleh ikut?" tanya Rai.
"Tentu, Rai. Ayo!" jawab Pepo, lalu mereka berjalan beriringan bersama.
-o0o-
Di tengah perjalanan, seekor harimau tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Harimau itu tampak ganas dan mengerikan. Sampai-sampai, kelinci gemetar dan berlindung di belakang kura-kura.
Saat harimau itu semakin dekat dengan jarak mereka berdua, seekor burung elang datang, mengepakkan sayapnya. Elang itu tak lain adalah Heri. Seekor elang yang memiliki sayap yang indah dan lebar. Elang itu pun bertanya, "Hai Remo. Kau sedang apa di sini?"
"Aku ingin mencari mangsa," jawab Remo—harimau tadi.
"Oh, Remo. Kau tak boleh memakan Pepo dan Rai. Mereka adalah teman kita, Remo," ujar Heri.
"Tidak! Mereka adalah mangsaku. Mangsaku! Bukan teman," tukas Remo tak sudi menganggap kura-kura cacat dan kelinci itu sebagai temannya.
"Kenapa? Bukankah mereka adalah warga di hutan ini? Kita sudah sepantasnya menganggap mereka teman, bukan?" tanya Heri.
"Aku tidak peduli. Aku hanya ingin makan," jawab Heri semakin mendekati kelinci dan kura-kura dengan wajah mengerikannya.
"Hm, baiklah. Aku pergi," ucap Heri kembali terbang jauh, menjauhi mereka bertiga.
"Haha. Kalian tak akan bisa selamat dariku," seru Remo semakin dekat--lima sentimeter dari jarak mangsanya.
Saat harimau itu hendak menerkam mereka bertiga, segerombolan orang utan datang mendekati mereka. Orang utan itu tampak memberi perlawanan pada sang harimau. Kelinci dan kura-kura yang melihatnya, hanya bisa mengernyitkan dahi mereka—bingung. Entah apa yang sebenarnya terjadi hingga banyak hewan yang melindungi mereka saat ini. Mereka hanya bisa diam dan melihatnya dengan saksama.
"Hei, Remo! Jangan berani-berani mendekati mereka. Mereka itu teman kami. Kau tak berhak untuk memangsa mereka. Tak berhak sedikit pun!" gertak salah satu orang utan, yang tak lain adalah Derel.
"Apa kau bilang? Teman? Haha," ujar Remi tertawa keras.
"Ya. Mereka adalah teman kami. Kau tak bisa mendekati mereka, selama kami masih ada di sini," tukas orang utan lainnya.
"Oh, ya? Memangnya kalian bisa mengalahkanku? Hah!" tanya Remo menantang.
"Tentu saja kami bisa," ujar Derel dengan percaya dirinya.
Aksi perkelahian terjadi di antara dua kubu dengan sangat seriusnya. Mereka tampak saling marah dan melampiaskan segala emosi yang ada. Saat nabastala berubah menjadi jingga, perkelahian mereka usai dengan orang utan sebagai pemenangnya. Kepintaran dan kehebatan mereka berhasil mengalahkan seekor harimau yang gagah dan perkasa. Baru itulah sang kura-kura mendekati mereka dan bertanya, "Kenapa kalian menyelamatkan kami?"
"Karena kamu sudah menyelamatkan nyawa kami. Ingat kejadian beberapa hari yang lalu?" jawab Derel, lalu bertanya balik.
Wesh! Angin bertiup dengan sangat kencangnya. Tak seperti biasanya keadaan hutan dipenuhi dengan rasa takut akan kehancuran. Kala itu, semua rumah-rumah dan pepohonan milik para hewan, hancur berkeping-keping bak kaca yang bersemai. Namun, anehnya, rumah kura-kura menjadi satu-satunya yang masih utuh dan hanya atapnya yang runtuh.
Semua hewan heran. Mengapa semua itu bisa terjadi? Padahal rumah kura-kura paling kecil dan berpotensi hancur pertama dari rumah yang lainnya. Semua itu mengundang pertanyaan di benak para hewan.
Saat itulah, kura-kura membantu semua hewan dalam membangun kembali rumah mereka. Mulai dari nol, hingga menjadi rumah seutuhnya. Tak hanya itu, kura-kura juga berbagi makanan dengan mereka.
Padahal, dia selalu menjadi bahan hinaan dan selalu dijauhi khalayak ramai. Dia tak pernah menyimpan dendam sekali pun pada mereka. Di saat itulah, mereka menyadari, bahwa hal yang tak sempurna, tak seburuk kelihatannya. Begitu pun sebaliknya.
"Jadi, begitu. Terima kasih karena sudah menyelamatkan kami," ucap Pepo mengembangkan senyumannya.
"Tidak. Harusnya kami yang berterima kasih," tukas salah satu orang utan bernama Lei.
"Hehe. Ya, sudah. Aku dan Rei harus mencari makanan."
"Wah, kalau begitu, datanglah ke rumah kami. Kami punya banyak persediaan," ucap Derel menawarkan dengan senang hati.
"Benarkah?" tanya Rei.
"Iya, benar," jawab Derel.
"Hm, tidak. Terima kasih. Aku akan mencari sendiri. Tak enak jika harus merepotkanmu," ujar Pepo.
"Tak apa. Mari!" ajak Derel.
Kura-kura pun menerimanya. Mereka pergi bersama dan saling merangkul satu sama lain hingga sampai di rumah orang utan. Sejak kejadian itu, semua hewan berjanji tak akan pernah mengulangi semua hal itu lagi. Mereka akan menjadi teman kura-kura, untuk selamanya.
Serang, 5 Desember 2020
Tentang Penulis:
Rina Amelia, biasa dipanggil dengan sebutan Arlen, memiliki nama pena Park Arlen. Gadis pecinta warna hitam ini memiliki banyak talenta; multitalenta sesuai dengan motto hidupnya. Gemar menuangkah kisah dan bersenandung lewat pena, membuatnya memiliki banyak karya antologi dan solo. Agar lebih mengenalnya, sapa dia melalui instagramnya @amelliaa_rinaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Dongeng
FantasyDongeng? Cerita yang tidak benar-benar terjadi. Ini hanya sebuah cerita khayalan semata.