Sang Pengembala Kambing dan Raja yang Sombong
Oleh: Lusi Yennita PutriPada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan yang cukup makmur dan memiliki hasil ladang yang begitu melimpah karena akan tanah di negeri ini yang begitu subur untuk lahan pertaniaan. Selain itu, karena keberadaan desa ini yang bertepatan di kaki gunung yang masih aktif. Namun, kerajaan ini dipimpin oleh Raja yang memiliki sifat yang sombong dan serakah. Sifat yang begitu tidak baik dicontoh.
Sifat sang Raja sangat jauh berbalik dengan sifat sang istri yang begitu ramah, sopan dan murah hati kepada siapa pun. Apalagi kepada semua rakyatnya apabila ketika dekat sang ratu bawaan yang tenang karena sifatnya yang begitu lembut.
Di tepi desa ada sebuah gubuk yang tak layak untuk dihuni keadaan yang begitu sudah sangat rapuh dimakan waktu. Gubuk itu yang dihuni oleh seorang wanita tua yang sudah sakit-sakitan dan memiliki seorang anak semata wayang yang memiliki tubuh kekar dan pemberani. Anaknya lah yang selalu membantu dalam segala hal urusan rumah tangga karena sang ibu yang tak bisa lagi untuk berkerja.
Ia yang bernama Wawan. Wawan yang bekerja sebagai pengembala kambing milik tetangganya yang tak jauh dari rumah. Ia melakukan pekerjaan ini demi untuk melanjutkan hidupnya untuk sesuap nasi dan biaya obat sang ibu. Ia yang begitu rajin menggembala kambing milik tetangganya ke hutan untuk mencari rumput yang segar—memberi makan para kambing itu.
Pemilik kambing itu begitu percaya kepada Wawan yang bertanggung jawab dalam mengurus para kambing. Walau ia tak pernah mengenyam pendidikan seperti teman seusia, tetapi ia diberikan akal yang cerdas dalam melakukan berbagai hal.
Pada suatu hari, Raja yang sombong ini berkeliling desa sambil melihat keadaan desa ini. Ia yang menunggangi seekor kuda dan tak lupa dikawal oleh prajurit kerajaan yang begitu ramai untuk menjaga sang Raja. Para penduduk desa yang melihat kedatangan sang Raja, langsung menghormati kedatangan sang Raja. Jika tidak, ia akan marah kepada siapa yang tak menghormati kedatangannya.
Di tengah perjalanan, mata sang Raja tertuju pada seorang anak pengembala kambing yang tak lain si Wawan. Ia sedang menggembala kambing milik tetangga yang duduk di bawah pohon rindang sambil memainkan suling kesayangan, pemberian dari sang ayah ketika masih hidup. Hanya itu peninggalan yang tersisa dari sang ayah. Sang Raja menghampiri sang pengembala itu. Ia langsung menyuruh prajurit untuk mengambil suling itu untuk dipatahkan sebagai hukuman atas apa yang dilakukan karena tak hormat atas kehadiran sang Raja.
Sang Raja sedang menunggangi kuda yang terbahak-bahak atas apa yang hukuman yang ia berikan kepada sang pengembala itu. Sang Pengembala tak bisa berbuat apa. Walau ia memilik badan sangat kuat dan cukup menghajar prajurit dan sang Raja yang sombong itu, tetapi ia ingat akan pesan sang ibu untuk tidak melakukan hal-hal aneh kepada orang lain karena kita hanya orang kecil yang menumpang di desa ini.
Ia sangat marah. Wajahnya langsung memerah atas apa yang dilakukan sang Raja kepada peninggalan sang ayahnya. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak marah. Namun, tiba-tiba mulutnya mengeluarkan sumpah yang langsung dilontarkan.
"Saya sumpahkan desa ini akan menjadi desa mati yang tak akan bisa dihuni lagi karena keserakahan dan kesombongan sang Rajanya." Sumpah itu, ia lontarkan begitu saja dalam mulutnya.
Namun, sang Raja hanya tertawa terbahak-bahak atas apa yang ia dengar. Dia berpikir itu lelucon yang dilontarkan anak muda itu. Ia dan para prajurit langsung meninggalkan si Pengembala dengan wajah memerah. Sang Penggembala langsung sadar atas apa yang ia ucapkan. Ia langsung bergegas pulang untuk menemui sang ibu dan menceritakan hal yang memalukan ia ucapkan tadi.
Ia yang tiba-tiba begitu menyesal atas apa yang ia lontarkan kepada sang Raja.Ketika sampai di rumah, ia menceritakan semua yang ia lakukan ketika ia sedang menggembala di tepi desa tadi. Sang ibu mendengar dengan hati yang tenang dan mengajak sang anak semata wayang itu untuk meninggalkan desa. Takutnya apa yang diucapkan anak itu akan menjadi kenyataan. Walau ia juga memimpikan hal yang sama yang diucapkan anaknya itu.
Keesokan paginya ia bergegas untuk meninggalkan desa ini. Ia takut akan terjadi seperti dalam mimpinya itu walau sang ibu tak pernah menceritakan atas perihal mimpinya. Dia takut sang anak akan menyesal atas apa yang ia ucapkan. Mereka sengaja berangkat pagi-pagi buta agar tak ada satu pun warga desa yang tahu atas kepergian mereka. Apalagi sepengetahuan sang Raja.
Mereka pergi hanya berjalan kaki dan membawa beberapa perlengkapan pakaian. Tak lupa pula mereka membawa bekal yang mereka siapkan tadi malam untuk jaga-jaga ketika di tengah perjalanan.
Beberapa bulan kemudian, setelah kepergian sang Pengembala dari desa—musim kemarau tiba. Entah kenapa musim kemarau kini begitu lama. Tidak sama dengan musim kemarau pada tahun-tahun sebelumnya. Sang Raja yang semakin panik, apalagi hasil persediaan hasil panen di gudang mulai menipis. Persediaan ini tak cukup untuk waktu yang lama. Raja harus mencari akal untuk mengakhiri musim kemarau yang tak kunjung usai.
Ia menghimbau beberapa dukun terhebat di negeri ini untuk segera menurunkan hujan. Namun, para dukun hebat itu tetap gagal untuk menurunkan hujan. Sudah hampir setegah tahun kemarau yang tak kunjung usai, membuat persediaan makanan benar-benar sangat tipis. Hanya cukup untuk beberapa hari ke depan.
Musim kemarau yang begitu panjang membuat semua tanah ladang begitu kering kerontang dan aliran sungai tak ada aliran air lagi di desa. Sumpah yang dilontarkan sang Pengembala itu benar-benar terjadi. Kini desa ini menjadi desa mati dan tak pernah ada penghuninya setelah kerajaan yang dipimpin oleh sang Raja sombong itu.
Tentang Penulis:
Lusi Yennita Putri, lahir pada tanggal 21 Juni 2002 di Sawahlunto, Sumatra barat. Tercatat sebagai salah satu mahasiswa di STKIP PGRI SUMBAR. Jejak bisa ditemukan di akun @lusiyennita21, Dalam hidup kau boleh menyerah, jatuh dan menangis, karena kau tahu kelak akan ada saatnya untuk bangkit kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Dongeng
FantasyDongeng? Cerita yang tidak benar-benar terjadi. Ini hanya sebuah cerita khayalan semata.