Sang Malam
Oleh: Elisa FitriAngin berhembus kencang kala senja mulai meredup, digantikan langit tanpa mentari yang mendinginkan suasana. Di angkasa yang luas itu, sang Malam di dalam kegelapan tengah tersenyum manis sembari menunggu Bulan menyapa. Sudah saatnya Sang Malam menghabiskan waktu bersama Bulan hari ini.
Ketika siang telah usai, Sang Malam akan bertemu Bulan indah yang tak ada duanya itu. Ia sudah rindu kepada Bulan yang selalu menemani malamnya.
Bulan juga tak kalah merindukan Sang Malam yang menjadi semangat untuknya bersinar. Hanya cahaya Bulan yang selalu ada dan menemani ketika Sang Malam datang. Biarlah waktu berlalu, Bulan akan menghabiskan sisa sinarnya hanya untuk Sang Malam. Mereka akan selalu bersama hingga waktu dunia telah usai.
Kala itu, sang Malam tersenyum menghampiri bulan sembari berkata, "Aku merindukanmu."
Bulan pun tersipu malu, ia juga tak kalah merindu. "Aku juga merindukanmu."
Sang Malam semakin tersenyum, menatap cinta kepada Bulan yang tengah memerah seperti tomat. Bulan memang selalu cantik meskipun merah menghiasi, terlihat sangat menggemaskan.
Ia pun berbisik. "Malam ini, kau sangat indah."
Kemudian Bulan buru-buru mengulum senyum, sang Malam memang selalu bisa membuatnya malu. Tiada malam tanpa merayu, Bulan akan selalu tersipu karena rayuan yang langka itu. Begitupun sang Malam yang hanya bisa terkekeh pelan.
Setiap hari, sang Malam mengirim syair-syair indah tentang Bulan yang selalu cantik. Bulan semakin jatuh cinta kala sang Malam mengukir kisah mereka bersama pada syair-syair langka dari pujaan hati yang tampan. Meskipun malam menjadi sangat dingin, tapi Bulan selalu hangat dengan syair indah itu.
Sebelum malam tiba, senja selalu menjadi pertanda bahwa sang Malam akan datang. Terkadang Bulan yang menunggu, dan tak jarang sang Malam juga menunggu Bulan. Mereka saling menunggu dengan tenang meskipun waktu berjalan. Kemudian berakhir dengan senyuman bahagia kala mereka bertemu melepas rindu.
Bagi Bulan, sang Malam adalah kenyamanan. Mereka saling berkeluh kesah sembari tersenyum bahagia. Semua dilalui dengan tersenyum, meskipun terkadang rasa lelah datang. Namun, Bulan mengerti sang Malam selalu kuat melewati gelap yang mencekam pada dini hari karena sang Malam akan menghabiskan waktu dengan Bulan lebih lama.
Ketika Sang Malam terkekeh, tiba-tiba sinar kilat datang diikuti Petir yang menyambar. Langit berubah mendung dan semakin hitam, mereka sangat terkejut menatap langit di hiasi sinar petir. Tidak jauh dari mereka berada, suara petir menggelegar seolah siapapun yang dekat dengannya akan habis saat itu juga.
CETARRR!
Sang Malam mencemaskan Bulan sehingga bertanya, "Apa kau baik-baik saja?"
Bulan terlihat cemas dan takut, Petir sangat menyeramkan di antara gelap.
"Bagaimana aku bisa tenang? Petir itu sangat menyeramkan," ujarnya. Bahkan Petir tak segan hampir mengenai Bulan jika saja sang Malam tidak menghalangi.
"Aku akan melindungimu," ucap sang Malam di tengah kegaduhan Petir di antara mereka.
Petir menyambar dengan tiba-tiba sungguh mengganggu kebersamaan mereka. Ketika mereka mulai tersenyum bersama, diikuti cepatnya kilat petir datang dengan seramnya. Ditambah langit mendung yang mendukung bahwa keadaan cuaca akan berubah buruk.
CETAAAR!
"Wahai Bulan, menjauhlah darinya!"
Di kala Bulan tengah ketakutan, suara oetir terdengar menggelegar menyebut namanya. Hingga Bulan berpaling, menatap tak suka pada Petir yang berbicara seenaknya itu."Apa yang sudah kau katakan?"
"Kau harus meninggalkan sang Malam!"
"Kenapa aku harus meninggalkannya?" Bulan terdengar sangat ketus.
Petir menguar tertawa, kemudian berkata, "Sang Malam tidak akan bisa melindungimu dari cambukan petirku!"
"Tidak, aku tidak akan meninggalkan sang Malam." Bulan menatap sang Malam dengan gurat sedih bercampur cemas.
Digantikan Petir yang masih menggelegar dengan cambukan panas penuh kekuatan, lantas memandang Bulan yang terlihat begitu menatap cinta pada sang Malam.
"Bulan, tenanglah. Meskipun bukan aku pemenangnya, tapi percayalah bahwa aku akan selalu ada bersamamu." sang Malam menenangkan Bulan dengan lembut.
CETAAAR!
Lagi-lagi Petir menyambar dengan kuat, sinar kilat tak henti menakuti. Namun, sang Malam tetap berada di depan Bulan. Ia akan melindungi Bulan apa pun yang terjadi. Meskipun cambukan petir itu menyapa, ia akan tetap melindungi Bulan hingga waktunya telah habis. Dengan sekuat tenaga sang Malam merentangkan tongkat sakti pada Petir.
"Lawan aku, sebelum kau menyakiti Bulanku!" teriaknya.
Petir yang masih sibuk akan cambukan, lantas ia menatap remeh sang Malam. "Wahai sang Malam, kau hanyalah kegelapan yang mencekam! Tidak akan ada yang mencintai kegelapan sepertimu!"
Sang Malam menatap marah, ia merasa bahwa petir menghina kegelapan yang ada dalam dirinya.
"Wahai Petir, aku tidak butuh pengakuan cinta. Karena siapa pun yang berada dalam kegelapan sepertiku adalah yang paling kuat untuk melawan Petir seperti dirimu!"
Petir terkekeh. "Lebih baik kau menyerah, sebelum aku mencambukmu dengan petir panasku ini!"
Sang Malam mengeluarkan kekuatan dari tongkat sakti, melawan Petir yang dengan sombong meremehkan kegelapan. Mereka bertengkar di tengah angkasa hingga menimbulkan gemuruh kencang.
CETAAAR! WUSSH!
Sang Malam sekuat tenaga mengalahkan Petir panas itu hingga menghilang. Tongkat sakti miliknya kembali pada tangan dengan tenang. Berbalik melihat Bulan yang masih meringkuk takut, ia menghampiri dengan perlahan.
"Bulan, kita sudah aman. Petir telah menghilang."
Bulan menatap dan bertanya, "Apa kau baik-baik saja?"
Sang Malam mengangguk yakin. "Aku berhasil."
Mendengar itu, Bulan tersenyum bahagia. Ia memeluk sang Malam yang sudah berhasil mengalahkan petir dengan hebatnya dan sang Malam pun berbalik memeluk Bulan dengan begitu erat.
"Aku akan selalu ada bersamamu, karena cahaya Bulanmu yang membuatku kuat."
Dahulu, sang Malam terlalu sepi akan kegelapan. Namun, hadirnya Bulan mengubah sang Malam menjadi sangat kuat. Cahaya Bulan telah membangkitkan sang Malam untuk mengetahui arti dari tersenyum. Ia merasa nyaman bersama Bulan hingga mereka saling jatuh hati.
Terkadang kegelapan memang menyeramkan, tetapi masih ada cahaya di dalamnya yang tak akan pernah.
Tentang Penulis:
Pertama, Elisa Fitri. Suka dipanggil Elisabeth, lahir di pada tanggal 01 September 1999 di Jember, Jawa Timur. Si pendiam yang terkadang cerewet, punya hobi ngafalin lagu kesukaan, menggambar kalau ada moodnya. Si malas yang suka baca buku Psikologi. Saat ini menjadi mahasiswa di salah satu Universitas Banyuwangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Dongeng
FantasyDongeng? Cerita yang tidak benar-benar terjadi. Ini hanya sebuah cerita khayalan semata.