Rantai Kebaikan

116 3 0
                                    

Rantai Kebaikan
Oleh: Kesatria Pena

Suatu hari hiduplah seorang petani di sebuah desa yang jauh dari keramaian kota. Petani itu memiliki lahan pertanian luas dengan hasil yang melimpah ruah. Namanya Pak Karim, warga desa sering membantu merawat lahan pertaniannya dengan upah hasil panen. Pak Karim memang terkenal baik, wibawa dan bijaksana. Beliau tidak pernah meminta imbalan untuk warga yang menggarap panenannya. Beliau percaya, jika kita membantu sesama warga maka kelak kita juga akan dibantu oleh warga lain.

Seperti contohnya saat ini, lahan yang digarap sebagian besar gagal karena diserang hama tanaman. Beliau begitu risau karenanya. Namun, tak pernah sedikit pun beliau menampakkan wajah sedih kepada warga yang setiap hari beliau temui.

“Selamat pagi, Pak Karim,” ucap salah satu warga yang melintas.

“Pagi juga, Pak,” jawab Pak Karim penuh senyum hangat.

“Bagaimana, padinya?” Lalu warga tersebut mengajak ngobrol untuk sekadar basa-basi.

“Yah begini, Pak. Lagi kurang beruntung. Haha,” jawab Pak Karim dengan tawa.

“Butuh bantuan, kah? Sekalian balas budi kepada Bapak,” ujar warga tersebut. Pak Karim memang sangat disegani di desa tersebut. Tak heran, warga sering sekali menawarkan diri untuk membantu dengan alasan sebagai balas budi.

“Ah, tidak usah. Cuma masalah kecil kok,” jawab Pak Karim. Sebenarnya posisinya saat ini memang sedang tidak menguntungkan dan membutuhkan pertolongan. Namun, beliau merasa bahwa tidak ingin merepotkan siapa-siapa lagi.

“Baiklah, jika membutuhkan bantuan jangan segan-segan ya, Pak. Kami warga desa siap membantu kapan pun,” ucap warga tersebut. Ia lalu berpamitan kepada Pak Karim untuk melanjutkan perjalanan ke ladang dan dipersilakan dengan senyuman khas dari Pak Karim.

Beberapa kali warga melintas dan menyapa Pak Karim. Beberapa kali juga mereka berusaha menawarkan bantuan. Namun, tidak ada satu pun tawaran yang beliau terima. Beliau sudah berkomitmen untuk tidak menyusahkan orang lain lagi dan berusaha untuk terus berguna untuk orang lain.
Berhari-hari sudah Pak Karim lalui, berbagai cara sudah dilakukan untuk mengusir hama-hama yang menyerang tanaman padinya, tetapi tidak ada yang berhasil. Tanamannya semakin memburuk dan sudah dipastikan bahwa beliau akan gagal panen.

Warga sekitar sebenarnya sudah mengetahui tentang masalah Pak Karim. Namun, mereka tidak ada yang berhasil membujuk beliau agar mau dibantu menyelesaikan. Hingga akhirnya salah satu warga berinisiatif untuk berkumpul dan membantu Pak Karim.

“Teman-teman, seperti yang sudah kita ketahui, saat ini Pak Karim sedang mengalami kesusahan. Tanaman padinya rusak diserang hama tanaman. Saya mengumpulkan kalian ke sini untuk meminta bantuan agar bisa menyelesaikan masalah Pak Karim tanpa sepengetahuan beliau.” Pak Khairul memulai pembicaraan bersama para warga.

“Lalu, apa yang harus kami lakukan?” tanya Pak Junaidi.

“Malam nanti, kita akan ke rumahnya secara bersamaan untuk ngobrol dengan beliau. Kita bawa sedikit hasil panen kita dan menawarkan untuk mengganti tanaman padinya dengan tanaman lain,” jawab Pak Khairul.

“Kalau beliau menolak? Kita semua tahu bahwa beliau tidak pernah mau untuk dibantu, meski sering sekali kita menawarkan bantuan,” sanggah warga yang lain.

“Kita coba dulu bicarakan baik-baik dengan beliau. Jika kita bersama-sama pasti beliau akan menerima.” Pak Khairul pun menegaskan untuk dicoba terlebih dahulu. Mayoritas warga setuju dengan ide Pak Khairul. Bagaimanapun juga hampir semua warga pernah mendapat bantuan Pak Karim di masa-masa sulit mereka. Jadi, sedikit membantu beliau bukanlah sebuah beban bagi mereka.

Malam pun tiba, para warga sudah berkumpul membawa hasil panen mereka masing-masing. Pak Khairul membawa ubi ungu, Pak Junaidi membawa jagung dan beberapa warga lain membawa sayur-mayur hasil panenan mereka. Mereka lalu bersama-sama pergi ke rumah Pak Karim.

“Assalamualaikum, Pak Karim,” ucap Pak Khairul sambil mengetuk pintu.

“Waalaikumsalam.” Pak Karim lalu membukakan pintu sembari mengucap salam. Beliau terkejut melihat banyak warga datang membawa hasil panen mereka.

“Ada apa ini? Kok berbondong-bondong kemari? Silakan duduk,” lanjut beliau.
Sebagian warga lalu duduk di kursi teras rumah Pak Karim, sebagian lagi berdiri di sebelahnya. Pak Khairul sebagai perwakilan warga langsung mengutarakan maksud dan tujuan mereka. Awalnya, Pak Karim bersikeras menolak bantuan warga. Namun, dengan sedikit desakan dari Pak Khairul dan warga yang hadir, akhirnya beliau menerima bantuan dari para warga.

“Terima kasih kepada seluruh warga yang sudah berbaik hati membantu saya. Saya merasa sangat terhormat atas kebaikan kalian semua. Tanpa bantuan ini, entah apa yang akan terjadi pada ladang saya,” ucap Pak Karim kepada warga.

“Sama-sama, Pak. Semua ini tidak ada apa-apanya dibandingkan kebaikan bapak selama ini,” ucap Pak Khairul.

“Betul itu, betul.” Warga pun ikut membenarkan ucapan Pak Khairul.

“Kalau boleh tahu, kenapa Anda sering sekali membantu kami dan menolak untuk kami bantu?” tanya Pak Efendi yang berada di hadapan Pak Karim.

Pak Karim lalu tersenyum dan bercerita mengenai kisahnya di masa lalu. “Suatu hari, saya sedang kesusahan seperti saat ini, bahkan lebih parah. Saya pergi ke desa lain untuk mencari obat pengusir hama. Dengan sisa uang hasil panen sebelumnya, saya pergi berkeliling ke seluruh penjuru negeri, tetapi tidak ada satu pun obat yang mempan. Hingga suatu ketika, saat saya beristirahat di bawah pohon yang rindang, saya bertemu dengan seorang kakek yang sedang kehausan.

Lantas saya memberinya minum dan mengobrol. Di sela obrolan tersebut beliau berpesan bahwa jangan sungkan untuk berbagi kepada sesama. Beliau juga berpesan agar tidak mengharapkan balasan tentang apa yang sudah saya perbuat. Sejak saat itu saya berjanji kepada diri sendiri agar terus memberi kepada sesama dan mengabaikan soal balasan yang sudah diberi.

Jadi, setiap kali ada warga yang memberi bantuan, saya terus menolak meski mereka bilang itu bentuk balas budi. Alhamdulillah, setelah mendapat pencerahan dari kakek tersebut, tanaman saya kembali subur dan semakin berkembang sampai sekarang.”

Warga yang mendengar cerita Pak Khairul pun terkesima mendengarnya. Mereka lalu sadar, bahwa setiap rejeki yang mereka dapatkan terdapat hak orang lain. Sejak saat itu, Pak Karim dan para warga memutuskan untuk saling membantu dalam mengelola pertanian mereka dan menyisihkan sebagian hasil panen mereka kepada warga yang kurang mampu. Mereka percaya, bahwa rantai kebaikan tidak akan putus dan terus berlanjut jika dilakukan secara tulus dan ikhlas.

Tentang Penulis:
Namaku adalah Kesatria Pena, lahir di Cepu, 27 April 1997. Sejak masih di bangku sekolah menengah aku suka sekali menulis dan membaca cerita-cerita fiksi. Bagiku, menulis adalah caraku mengungkapkan isi hati. Kelak, aku ingin menjadi penulis hebat seperti Raditya Dika. Jangan lupa ikuti media sosialku Instagram @Aliffudinmasiver dan Wattpad @AliffudinIman

Antologi DongengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang