Chapter 20 - alone

78 21 0
                                    

Hari berganti hari tak terasa sudah 3 bulan lamanya dia berada di rumah sakit untuk rehabilitasi kaki kirinya namun masih belum membuahkan hasil dan kini semakin turun kondisi mental-nya karena depresi, frustasi, marah, dan sedih telah bercampur jadi satu dalam dirinya. Terkadang, dia merasa sensitif terhadap orang-orang yang ada di sekelilingnya

Hatinya selalu terasa sakit bagaikan teriris pisau ketika menghadapinya dan mengingatkan kejadian yang tak seharusnya terjadi. Dia seakan telah melakukan kesalahan yang tak bisa di maafkan termasuk pada dirinya sendiri.

Bahkan dalam mimpi pun dia masih merasa bersalah dan meminta maaf pada anaknya sambil menangis tiap malam, dia sungguh tak sanggup lagi untuk melihat orangtuanya karena rasa kehilangan yang pasti tidak dia rasakan seorang diri.

Malam hari, Jaehyun masuk ke dalam kamar tempat dia di rawat sambil membawa sebuah dokumen dengan hati-hati karena ia khawatir Namjoon akan datang menemuinya dan minta penjelasan darinya. Itu sebuah mimpi buruk yang tak boleh terjadi.

Jaehyun menutup pintu kamar hati-hati lalu berjalan ke arah ranjangnya dan berkata, "apakah kamu sudah gila, Dahye? Dia sangat mencintaimu dan selalu menemanimu di sini tiap hari lalu kamu melakukan ini secara tiba-tiba. Apa responnya nanti?"

"Lakukan saja permintaanku dan tetap pura-pura tidak tahu apapun."

"Kang Dahye!" seru Jaehyun dengan suara yang keras dan melihat sekilas ke arah jendela kecil di pintu kamar.

Jaehyun satu langkah maju ke depan lalu berbisik, "kamu tahu, 'kan? Bibi dan paman pasti akan menentangnya, jika mengetahui rencanamu ini."

"Oleh karena itu, kamu harus pura-pura tidak mengetahui hal ini dan akting terkejut dihadapan mereka supaya kamu tidak dicurigai. Apa kamu sudah mengerti maksudku?"

"Berikan penjelasan kamu ingin cerai dengan Namjoon?" tuntut Jaehyun dan makin erat memegang dokumen di tangan kanannya. "Dahye, bukan karena aku tak setuju dengan tekad bulat keputusanmu ini namun aku tidak ingin kamu menyesal ke depannya," lanjutnya.

Helaan napas berat keluar dari mulut Dahye sambil memalingkan wajahnya ke arah jendela lalu ia berkata, "tidak akan. Dia pasti baik-baik saja tanpaku dan tidur nyenyak karena tidak perlu mengurus istrinya yang sakit."

"Kang Dahye, tolong pikirkan sekali lagi soal ini dan jangan memikirkan orang lain padahal kamu sendiri pun tersiksa seperti ini. Aku mohon," kata Jaehyun coba membujuknya untuk berhenti bercerai dari Namjoon.

"Aku sudah sangat yakin dengan keputusanku, Oppa. Jadi, tolong berhentilah mencoba membujuk karena itu tidak akan mempan padaku," balas Dahye sambil menatap lawan bicara tanpa berkedip.

Jaehyun menyerah ketika mendengar ucapannya barusan dan memberikan dokumen berisi surat cerai padanya, ia mengepalkan tangan sekuat tenaga menahan semua rasa kesal yang sangat berlawanan dengan keinginan Dahye. Dia menanda tangani surat itu tanpa ragu dan kembali memasukkan lembaran kertas itu ke dalam amplop cokelat lalu menyerahkan padanya sambil tersenyum paksa.

"Berikan kertas ini padanya saat aku sudah berada di atas pesawat besok pagi. Maaf merepotkanmu, Oppa."

"Tidak masalah, aku hanya bertugas menyerahkan amplop ini pada dia, bukan? Kamu tidak perlu merasa tertekan seperti itu, sudah seharusnya aku mengikuti ucapanmu sebagai atasan dan bawahan."

"Oh ya, kamu tidak perlu mengantar pergi ke bandara karena kamu pasti sibuk di kantor mengurus semua hal selama aku pergi ke Amerika nanti."

"Baiklah. Dahye, apakah kamu tidak ingin berpamitan dengan Namjoon? Aku tentu saja, tidak akan membuka rahasiamu padanya. Tapi, kurasa kamu harus pamit dengannya lebih dulu supaya kamu bisa tenang saat pergi ke Amerika nanti," usul Jaehyun hati-hati.

"Astaga, sungguh tidak perlu! Oppa, kamu harus menepati janjimu, ok?!"

"Hmm ... aku akan tepati semua janji dan menunggumu pulang ke Korea."

Dahye tersenyum. "Terima kasih!"

~~~

Wajah tampan berseri-seri datang ke rumah sakit membawa seikat bunga mawar merah dan bubur ke kamar Dahye di rawat namun yang dia lihat hanya kamar kosong.

"Permisi, apakah pasien kamar ini di pindahkan ke kamar lain?" tanyanya pada sang perawat yang kebetulan di depan kamar rawat Dahye.

"Maaf, apakah anda keluarga pasien?" tanya balik sang perawat.

Namjoon menganggukkan kepala sebagai jawaban dengan wajah yang gelisah dan bingung.

"Pasien kamar VIP ini sudah pulang bersama keluarganya tadi pagi, kalau begitu saya permisi dulu," kata sang perawat dan pergi meninggalkan keluarga pasien di lorong sendirian.

Tangan kanannya merogoh kantong celana mencari telepon dan mencoba memanggil nomor telepon Dahye, tapi teleponnya sudah tidak aktif. Dia lari keluar dari rumah sakit mencari taksi dan membuang seikat bunga mawar merah itu di tong sampah.

Dengan wajah berharap bahwa dia sudah sampai di rumah orangtuanya dan bisa kembali bertemu namun itu tak sesuai dengan harapannya ketika salah satu pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah orangtua Dahye mengatakan sesuatu yang mengejutkan.

"Nona, pulang ke rumah untuk ambil kopernya sebentar lalu pergi menuju bandara bersama Tuan muda dan seorang dokter muda yang akan pergi bersama Nona selama di luar negeri."

Namjoon masuk ke dalam mobil dan menyuruh sang supir untuk pergi ke bandara secepat mungkin namun jam masuk kerja membuat jalanan macet tak bergerak sedikit pun. Dia keluar dari mobil dan mulai berlari menuju bandara dengan sekuat tenaga yang berjarak cukup jauh namun tak dihiraukan rasa lelah ataupun sakit pada kakinya ketika berlari.

Di sisi lain, Daniel mendorong kursi roda yang di duduki Dahye menuju check-in dengan tujuan ke Amerika dengan wajah murung tak sanggup melihat adiknya pergi ke luar negeri sendirian untuk perawatan kakinya.

"Kang Dahye, apakah kamu sungguh tidak ingin mengucapkan selamat tinggal pada suamimu?" tanya Daniel yang berjongkok tepat di depan kursi roda Dahye.

"Aku sudah memberikan surat untuk Namjoon, tenang saja. Oh ya, tolong jaga eomma dan appa selama aku di Amerika, ok?" kata Dahye dan kedua tangan yang memegang tangan Daniel yang lebih besar darinya.

Daniel memasang wajah cemberut lalu berkata, "aku akan merindukan dirimu, Dahye."

"Aku juga akan merindukanmu, Oppa," balasnya sembari memeluk Daniel dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Dia berdiri dengan tegak dan tangan kanannya menghapus air mata yang membasahi kedua pipinya dengan kasar lalu menatap wajah seorang dokter yang akan menemani Dahye selama perjalanan ke Amerika sedikit tajam.

"Kamu, jangan berani menganggu atau menggoda adikku! Jikalau, aku mendapat keluhan darinya maka kamu akan habis di tanganku. Apakah kamu sudah mengerti?" pesan Daniel untuk dokter muda pria berbakat itu.

"Apakah kita bisa masuk sekarang, Nona Kang?" tanya sang dokter.

"Ya, tentu saja. Mari kita masuk ke dalam sebelum terlambat," ajaknya.

Daniel melihat mereka berdua mulai berjalan menjauh darinya dan secara perlahan mulai tak terlihat lagi. Dia membalikkan badannya dan pergi ke tempat parkiran untuk pulang.

Empat puluh menit kemudian, dia sampai di bandara dan kembali lari mencari Dahye di setiap sudut tempat namun hasilnya nihil. Dia terduduk lemas melihat papan keberangkatan pesawat yang sudah on boarding walaupun tak tahu ke mana tujuan Dahye pergi.

Namjoon meremas rambutnya dan menyalahkan dirinya sendiri yang tidak mengetahui apa-apa tentang Dahye bahkan soal pergi ke luar negeri, ia mencoba untuk tenang dan mencari ke mana Dahye pergi dengan bantuan sekretarisnya.

~~~

TBC

SORRY NOT SORRY; KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang