Dia kelaparan, kedinginan, tanpa seorangpun di sisinya. Dia Chris---pemuda 24 tahun yang kehilangan segalanya kecuali nyawa dan sehelai baju yang melekat di badan. Pengeboman itu, menghancurkan hidupnya, masa depannya yang terancang apik di depan mata. Hingga langkahnya yang letih membawanya menaiki sebuah gerbong kereta tua yang akan membawa penumpangnya menuju pinggiran kota---tempat orang buangan berada. Ke sana lah, tujuan Chris satu-satunya. Mendudukkan diri di kursi kereta yang dingin, Chris meremas perutnya yang lapar. Ia belum makan sejak kemarin. Ia berusaha menahannya, seperti yang biasa ia lakukan, tapi gagal tatkala sepotong roti nyaris berjamur tersodor didepannya. "Ambillah. Kau pasti lapar," Seorang gadis dengan pakaian kasual cukup lusuh, menatapnya kasihan. Chris ingin menolak, namun perutnya yang kembali berbunyi enggan berkompromi. Dengan ragu dan juga malu, Chris menyambutnya. "Terimakasih," "Terimakasih nya lain kali saja. Yang terpenting sekarang adalah melarikan diri dari tanah Jahannam ini," Tanpa izin, si gadis telah mendudukkan diri di bangku bersebelahan dengan Chris yang kini tengah menyuapi diri dengan agak rakus. "Pelan-pelan saja makannya, tidak ada yang ingin mengambilnya darimu," Ia terkekeh kecil. Chris tertegun malu, lalu melambatkan kunyahan nya yang bisa dibilang tergesa, "Maaf," "Kenapa meminta maaf?" Ia berujar lembut. "Omong-omong, kita belum berkenalan. Aku Hazel, dan kau?" Spontan Chris berhenti makan. Tidak, ia tidak terkejut dengan uluran tangan si gadis yang mengajaknya bersalaman, melainkan karena pertama kalinya ada orang yang mau mengenalnya lagi setelah selama ini ia dibuang, dikucilkan, dimaki. Chris menatapnya lamat, meragu sejenak. Akankah Chris meraih uluran tangannya? Sebuah kisah sepasang insan manusia yang saling menemukan 'sungai' di kedua pelupuk netra, berlatarkan tahun 1870, San Fransisco, California. ----{GERBONG KERETA, CERITA KITA}----
21 parts