ᴜɴᴛɪᴛʟᴇᴅ ° ¹⁴

185 29 4
                                    

"Park Jinyoung?"

Jinyoung langsung berdiri dan menunduk sopan begitu melihat anak pengurus panti menyapa.

"Hai, Suzy."

"Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah tiga hari lalu baru saja menyum--"

"Ah, iya," Jinyoung memotong. "Aku ingin bertemu Ibu Jung, tapi ternyata dia tidak ada di sini."

Jinyoung datang ke panti asuhan 30 menit yang lalu. Tujuannya bertemu pengurus panti untuk menanyakan tentang kesehatan Youngjae. Jinyoung dan Youngjae sama-sama besar dari panti asuhan ini. Keduanya melalui hari-hari berat dan tidak tahu siapa orang tua kandung masing-masing hingga akhirnya Jinyoung lebih dulu diadopsi oleh keluarga Park saat ia berusia 6 tahun.

Youngjae pernah diadopsi, tetapi ia kabur sebab selalu berbeda pendapat dengan orang tua angkatnya. Sampai saat ini pemuda itu memilih tinggal sendiri.

"Ibu sedang sakit jadi, untuk saat ini aku yang menggantikan pekerjaannya. Apa kau butuh sesuatu?"

Sebenarnya, Jinyoung membutuhkan ibu panti karena wanita itu yang tahu penyakit apa yang dialami Youngjae. Walaupun sudah tak tinggal di panti, Youngjae sama seperti Jinyoung yang masih aktif berkunjung hanya saja Jinyoung mampir sebulan sekali karena sibuk dengan pekerjaan.

Jinyoung hanya ingin memastikan Youngjae pernah dirawat di rumah sakit ataukah tidak. Youngjae sudah Jinyoung anggap sebagai adiknya sendiri jadi, ia sangat peduli terlebih tentang kesehatannya.

"Apa akhir-akhir ini Youngjae pernah kemari?" tanya Jinyoung.

"Youngjae?" Bae Suzy nampak berpikir. "Sepertinya tidak karena sudah hampir seminggu aku di sini, tapi tidak melihatnya kemari."

"Ah, begitu, ya?"

Suzy mengangguk. "Kalau boleh tahu, memangnya ada apa?"

"Tidak, tidak ada apa-apa. Kalau begitu, aku pergi dulu, Nona Bae. Sampaikan salamku pada Ibu Jung."

* *

Jarum jam sudah melewati angka 10, tapi Jisoo masih setia duduk di kursi kerja. Ia belum kembali ke apartemen karena sedang menunggu JB. Iya, pria yang selalu dibicarakan oleh Seulgi. Jisoo juga tak tahu kenapa pria itu tiba-tiba menghubunginya 25 menit yang lalu, mengatakan ingin bertemu di waktu ini juga.

Jisoo menunggu sambil memainkan ponsel di kursi kerja. Namun, tak lama kemudian terdengar ketukan pintu membuat ia meletakkan benda persegi di atas meja.

"Masuklah," ucap Jisoo.

Kalau saja JB tidak cepat menurunkan masker, Jisoo mungkin mengira pemuda itu adalah orang jahat karena pakaiannya sangat tertutup. Saat di sambungan telepon tadi, Jisoo sudah memberitahu arah ruangannya agar JB bisa langsung datang tanpa harus ia tunggu di lobi.

"Si-silahkan duduk, Tuan JB," kata Jisoo.

JB menunduk lalu melangkah mendekat ke arah kursi yang berhadapan dengan meja kerja Jisoo.

"Maaf, jika aku menganggu waktu istirahatmu," ucap JB.

Jisoo tersenyum tipis. "Tidak perlu minta maaf. Jadi, ada perlu apa, Tuan?"

The FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang