Jinyoung mengerut saat melihat Jisoo hanya diam menopang dagu menatap ke bawah seperti ada sesuatu yang tengah wanita itu pikirkan.
Seperti janjinya yang ingin mengajak Jisoo dinner, keduanya sekarang tengah berada di restoran yang tak jauh dari apartemen Jisoo sembari menunggu makanan mereka. Selama itu juga Jinyoung terus melihat Jisoo yang masih serius melamun. Satu ide terlintas di otak Jinyoung. Ia mengekuarkan ponsel dan membuka kamera dan mengarahkannya pada Jisoo.
Jujur saja, Jisoo terlihat cantik walaupun hanya mengenakan piyama tidur yang dilapisi jaket.
Suara cekrek yang terdengar di telinga membuat Jisoo langsung tersadar dan melihat Jinyoung curiga.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Jisoo saat melihat lelaki itu tengah senyum-senyum sendiri ke layar ponsel.
Jinyoung tak menjawab dan langsung menyimpan ponsel dalam saku begitu pelayan membawa pesanan mereka. Jisoo masih setia melihat ke arah pria itu, tetapi Jinyoung malah tak menatapnya sama sekali.
Begitu pelayan pergi, barulah Jinyoung membuat kontak mata dengan Jisoo sebab ingin mengatakan, "Selamat makan."
Jinyoung yang tidak peka dengan kode Jisoo lantas membuat wanita itu mendengus lalu mengangkat sumpit dan menjempit satu kimbap dan dimasukkan ke dalam mulut.
"Aku mengambil fotomu karena kau kelihatan sangat cantik walaupun sedang melamun."
Penuturan Jinyoung membuat Jisoo hampir tersedak. Ia melirik Jinyoung sekilas lalu menunduk.
Jinyoung mengulum senyum melihat Jisoo yang salah tingkah karena dipuji. Namun, ia tak berbohong saat mengatakan Jisoo cantik walau hanya dengan balutan piyama dan dilapisi jaket.
"Oh, ya. Kenapa kau melamun? Apa sesuatu menganggu pikiranmu?"
Jisoo kembali menatap Jinyoung. Ia bingung haruskah dia memberitahu pria itu kalau Nyonya Park menemuinya tadi? Sepertinya, harus sebab Nyonya Park pun datang untuk berdamai.
"Kalau kau ingin hubungan kita tak lebih sekadar teman, tidak apa. Aku menerimanya, tak usah terlalu dipikirkan," tutur Jinyoung.
Jisoo mengangkat kedua alis bingung. Jadi, Jinyoung pikir dia melamun karena memikirkan hal itu? Padahal Jisoo sendiri sudah tak ingat bahwa dia harus memberikan Jinyoung jawabannya.
"Aku tak ingin kau terpaksa dengan hubungan kita nanti," kata Jinyoung lagi.
Jisoo bahkan tak berpikir sampai sana. Ia memang sempat berniat menolak Jinyoung dan menganggapnya hanya teman biasa. Namun, perasaan Jisoo tak bisa dibohongi bahwa ia menyukai Jinyoung lebih dari seorang teman. Jadi, tidak ada alasan lagi untuk dirinya menolak Jinyoung.
Hanya saja, Jisoo masih bingung bagaimana mengatakan hal itu pada Jinyoung? Sebenarnya, sedari tadi Jisoo menunggu Jinyoung membahasnya.
Jisoo tersentak pelan saat sebuah tangan menyentuh jemari tangan kanannya. Pandangan Jisoo menurun mendapati tangan Jinyoung tengah mengelus pelan punggung tangannya. Tatapan Jisoo kembali naik menatap pria itu yang juga tengah melihat ke arahnya.
"Aku sudah pernah mengatakan hal ini sebelumnya padamu bahwa aku mencintaimu. Aku tidak berbohong tentang hal itu, Jisoo," Jinyoung kembali meyakinkan seolah Jisoo masih meragukannya.
Jisoo hanya diam tak tahu harus mengatakan apa.
"Tak apa jika kau masih belum ingin menjawabnya, tapi boleh kuminta satu hal? Jangan pernah mengatakan 'tidak' untuk kelanjutan hubungan kita. Kau wanita pertama yang kuanggap rumah, tempat pulangku."
Mendengar hal itu membuat perasaan Jisoo menghangat. Bagaimana bisa ia akan menolak pria sebaik Jinyoung? Jika memang Jisoo menolaknya, yakinlah bahwa setelah itu keberuntungan mungkin selalu tertunda dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Feeling
Fanfiction[Fanfiction] Mengobati banyak pasien dalam satu hari tidak keberatan, tetapi kenapa meminta Jisoo membalas perasaan Jinyoung rasanya berat sekali?