ᴜɴᴛɪᴛʟᴇᴅ ° ⁴

246 41 0
                                    

"Serius? Lalu setelah itu, apa yang terjadi?"

Jisoo menghentikan langkah di depan ruangan. Setelah mengantar Seulgi ke bangsal psikiatri dan mengobatinya, Jisoo langsung kembali ke ruangan bersama Doyoung dan Sejeong yang mengekor sedari tiba di rumah sakit.

Jisoo baru saja menceritakan kejadian di perusahaan pada Doyoung dan Sejeong. Dan respon keduanya seperti tadi.

"Aku langsung membawanya pergi," jawab Jisoo.

"Jadi, pasien gangguan delusi tidak sempat bertemu JB?" tanya Sejeong.

"Kau ini bagaimana, sih! Kan sudah dibilang tadi, mereka tidak bertemu karena banyak karyawan yang berkumpul." Bukan Jisoo yang menjawab, tetapi Doyoung.

Sejeong menatap sinis ke arah Doyoung. "Kenapa kau yang menjawab? Aku bertanya pada Kak Jisoo."

"Aku punya mulut!" jawab Doyoung menantang.

"Tapi--"

"Hey! Sudah-sudah, jangan bertengkar. Lebih baik kalian berdua kembali ke ruangan, Direktur akan marah jika melihat kita berkumpul seperti ini."

Doyoung mengangguk, Sejeong juga. Setelah itu, Sejeong pamit pergi terlebih dahulu. Menyisakan Doyoung yang masih diam di tempat. Jisoo tidak menyadarinya karena ia membelakangi pemuda itu sambil membuka pintu ruangan yang terkunci.

"Oh iya, Kak," Setelah berucap seperti itu barulah Jisoo berbalik ke arah Doyoung.

"Aku pikir kau ikut dengan Sejeong tadi," ujar Jisoo.

"Biar saja dia pergi duluan," balas Doyoung sambil mengikut arah perginya Sejeong tak lama kemudian menatap Jisoo. "Aku ingin menanyakan soal dua pria kemarin, apa mereka benar-benar orang jahat?"

Jisoo tersenyum dan menggeleng. Ia berkata, "Bukan, ternyata kau benar. Mereka pasien yang baru ingin berkonsul,"

"Apa aku bilang! Tapi, Kak, kemarin aku sempat khawatir juga karena Kakak bilang tidak mengenal mereka. Aku ingin memastikan tapi kemarin ada pasien,"

Jisoo tersenyum. Doyoung sangat perhatian pada Jisoo. Padahal dirinya setahun lebih tua dari pemuda itu, tetapi Jisoo seperti diperlakukan sebagai adik yang dilindungi oleh kakaknya.

"Tidak apa. Kau sendiri 'kan, yang bilang jika mereka orang jahat, aku bisa panggil keamanan," jawab Jisoo.

Doyoung menggaruk kepala sambil menyengir. "Ya sudah, kalau begitu aku akan balik ke ruanganku,"

Jisoo mengangguk. "Sana, pergi. Sejeong pasti kesepian karena kau tidak ada."

Doyoung mendelik tak suka pada Jisoo lalu setelah itu berjalan pergi. Sedangkan Jisoo melangkah masuk ke ruangan. Karena Doyoung yang membahas tentang Jinyoung dan Jackson, Jisoo kembali mengingat bahwa ia belum menelepon Jinyoung untuk memberi kepastian.

Ia berjalan ke meja kerja dan membuka salah satu laci tempat ia menyimpan secarik kertas berisikan nomor telepon Jinyoung.

* * *

"Apa kau tidak mengecek data terlebih dahulu, Manajer Choi?"

"Aku pikir data demografi sudah di update oleh karyawan lain jadi, aku tidak mengecek untuk yang kedua kalinya."

Jinyoung berdecak kesal. Ini yang tidak ia sukai dari divisi pemasaran. Mereka selalu membuat kesalahan yang sama disaat rapat. Kalau bukan karena diperintah oleh Dewan Direksi, ia takkan mau berhadapan dengan para manajer yang kerap kali membuatnya naik darah.

The FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang