ᴜɴᴛɪᴛʟᴇᴅ ° ²¹

206 32 3
                                    

"Jadi, kau sedang mendekati dokter Kim Jisoo, ya?"

Jackson menaik-turunkan alis menatap menggoda Jinyoung. Sedangkan yang digoda mengerut kebingungan dan tak menanggapi. Pria bermarga Park itu melanjutkan menanda-tangani dokumen yang dibawa oleh Jackson.

Setelah diberikan kembali, Jackson bukannya pergi malah diam mematung dengan tatapan menggoda yang diberikan pada Jinyoung. Dalam hati Jinyoung mengumpat dan bertanya dari mana Jackson mengetahui dirinya sedang mendekati Jisoo?

"Aku tak sengaja--ah, tidak. Aku sengaja membuka ponselmu yang menganggur di atas meja saat kau pergi ke ruangan Presdir kemarin," beritahu Jacskon.

Lelaki itu memicingkan mata dan tersenyum menggoda Jinyoung. "Ternyata teman wanita yang kau maksud itu, dia? Aigo, kenapa kau tidak langsung mengatakannya padaku?"

Jinyoung berdecak. "Keluar dari ruanganku!" usirnya pada Jackson.

Bukannya pergi, Jackson malah semakin menggoda Jinyoung. "Apa dia tahu kau menyukainya? Eh, tunggu dulu. Jadi, kenapa waktu itu dia memarahimu sampai kau harus membelikan kue untuknya?"

Jinyoung mendengus. Jika Jackson sudah mengetahui, pria itu pasti terus mengganggunya. Namun, kalau Jinyoung beritahu pun, ia pasti akan ditertawakan.

"Kubilang keluar dari ruanganku, Jackson," Jinyoung memperingati.

Jackson menghiraukan Jinyoung. Ia masih penasaran alasan Jinyoung sampai rela membelikan coklat untuk Jisoo. Itu pasti menyangkut hal yang sangat sensitif untuk Jisoo sampai Jinyoung membuatnya marah.

"Oke, aku takkan menanyakan hal itu walaupun aku sangat penasaran. Sekarang katakan, apa dia sudah memaafkanmu?" tanya Jackson.

Sebelum Jinyoung menjawab, Jackson kembali bersuara. "Ah, pasti sudah dimaafkan. Aku lihat kau selalu pergi ke rumah sakit--ah, benar! Kau selalu pergi ke rumah sakit, tapi bukan untuk menjenguk Jihoon, 'kan? Ey, Direktur kita sedang dimabuk asmara rupanya sampai-sampai rela pergi ke tempat kerja pacarnya."

Jinyoung memejamkan mata sebentar. Ia tak tahu harus mengatakan apa lagi pada Jackson. Jinyoung berdiri dari kursinya lalu melangkah ke lemari berpura-pura mencari kesibukan agar tidak diinterogasi oleh Jackson.

"Tak usah menghindariku, Pak Jinyoung."

Jinyoung menghentikan kegiatannya berpura-pura mencari dokumen di lemari. Pria itu berbalik menatap Jackson yang tersenyum tak jelas padanya. Jackson lalu melangkah dan duduk di sofa.

"Ceritakan," tutur Jackson sambil menaik-turunkan alis.

Jinyoung membuang napas lalu kembali ke kursi kerja. "Apa yang harus kuceritakan padamu?" tanya Jinyoung pasrah.

"Hmm ..., semuanya. Mulai dari--" Jackson tak jadi melanjutkan omongannya saat melihat raut datar Jinyoung. "Oke, ceritakan saja apa pun yang terjadi sekarang antara kau dan dia."

Jinyoung menyandar di kursi. Walau menyebalkan karena sering menggodanya, Jackson tetap masih berguna. Sarannya sangat Jinyoung butuhkan.

"Aku merasa dia sedang menghindariku," kata Jinyoung membuat Jackson mengerut.

"Tiba-tiba? Kenapa?" tanya Jackson.

Jinyoung mengangguk. "Aku juga tak tahu kenapa." Ia mengubah gaya dengan mendekat ke arah meja lalu meletakkan kedua tangan di atas benda itu. "Padahal sebelumnya aku dan dia sudah mengobrol seperti biasanya."

"Wah! Jadi, kalian sering mengobrol, ya?" Jackson kembali menggoda Jinyoung membuat pria itu berdecak.

"Oke, tenang. Dia tiba-tiba menghindarimu, padahal sebelumnya kalian baik-baik saja?" Jackson kembali bertanya membuat Jinyoung mengangguk.

The FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang