ᴜɴᴛɪᴛʟᴇᴅ ° ¹⁰

180 30 19
                                    

Jinyoung meregangkan otot lehernya yang terasa kaku akibat ditegakkan dalam waktu yang tidak singkat karena menghadap layar laptop. Dari kemarin hingga hari ini ia disibukkan dengan memperbaiki proposal divisi pemasaran yang hampir membuat perusahaan rugi.

Dua hari itu ia tak bisa pergi ke rumah sakit. Nyonya Park sampai berulang kali menghubunginya untuk pergi melihat keadaan Jihoon, tetapi ia tidak bisa. Bahkan membuka benda persegi itu saja tidak sempat karena waktunya benar-benar tersita oleh pekerjaan.

Sekarang pria itu tengah menyandarkan punggung ke kursi kerja seraya memejamkan mata. Sudah masuk waktu makan siang, tapi Jinyoung memilih untuk beristirahat sebentar.

Dia tiba-tiba jadi memikirkan saran yang diberikan oleh Jackson. Jinyoung sama sekali belum memikirkan apa yang harus ia berikan pada Jisoo sebagai tanda permintaan maaf.

Pintu ruangan diketuk dari luar membuat Jinyoung berhenti memikirkan hal itu lalu mempersilahkan orang yang mengetuk pintu tadi untuk masuk. Jackson muncul setelah pintu tersebut terbuka.

Jinyoung lantas membuka mata dan menegakkan tubuh. "Ada apa?" tanya Jinyoung pada Jackson.

"Presdir menelepon, dia menyuruhmu mengangkat telepon darinya."

Jinyoung mengerut. Padahal ponselnya aktif, telepon di ruangan juga, tetapi kenapa Tuan Park menelepon lewat Jackson?

Jinyoung lantas mengangguk pelan sebagai tanda paham. Akan tetapi, Jackson tidak langsung keluar dari ruangan membuat Jinyoung menatap heran.

"Kenapa? Apa ada lagi yang ingin kau sampaikan?" tanya Jinyoung.

"Bagaimana?"

Pertanyaan ambigu Jackson itu membuat Jinyoung kembali mengerut kebingungan. "Apanya yang bagaimana?"

"Sudah dimaafkan belum?"

Jinyoung lantas kembali bersandar pada kursi. "Belum."

"Kenapa belum? Jangan bilang kau belum memberikan apa yang aku sarankan padanya?" tanya Jackson penasaran.

"Setelah aku pikir-pikir, aku sangat berlebihan jika meminta maaf dengan cara yang kau sarankan itu."

Tadinya Jackson hanya menunjukkan setengah badannya--alias hanya menyembulkan kepala dan bahu-- tetapi sekarang ia benar-benar masuk dengan badan utuh ke ruang Jinyoung dan duduk di kepala sofa.

"Itu salah satu cara simpel untuk meminta maaf, berlebihan dari segi mana yang kau maksud?"

Jinyoung menyatukan jemari. Ia sudah memikirkan hal itu sebelum Jackson masuk tadi. Dan kini keputusannya telah bulat kalau dirinya takkan memberikan apa pun pada Jisoo.

"Cara yang kau sarankan itu berlebihan dari segi manapun, menurutku. Lagi pula, aku hanya meminta maaf pada teman bukan pacar."

"Kalau memang cuma teman kenapa kau sangat kepikiran dan bertanya padaku cara meminta maaf? Dan juga sejak kapan kau punya teman wanita?"

Wang Jackson memang mengetahui cara membuat Jinyoung bungkam dan emosi dalam waktu yang bersamaan.

"Yang jelas aku takkan berikan apa pun padanya seperti yang kau sarankan," ujar Jinyoung.

Jackson berdecak. "Pantas saja wanita tidak ada yang betah denganmu, semua hal kau anggap berlebihan."

Jinyoung mendesis. "Keluar dari ruanganku!"

* * *

"Aku kasihan pada pasien itu."

Jisoo menghentikan langkah di depan ruangan Jihoon saat mendengar tuturan Sejeong. Ia melirik ke dalam ruangan lalu berbalik menatap Sejeong.

The FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang