_35 Our Same Heart

228 54 0
                                    

Meski saat ini Seohwa masih hidup, terlihat sehat dan baik-baik saja. Sebenarnya ia sudah mati.

Jantung aslinya sudah tidak berdetak, namun tersanding jantung buatan dari Seungmin. Yang mana, jika Seungmin di hancurkan atau di-nonaktifkan, maka dirinya ikut mati. Sungguh bencana dadakan yang mematikan.

Melihat ayah yang bersemangat membuatka teh, Seohwa merasa begitu bersalah. Apalagi terkait kasus penaniayaan yang mana paman Ong termasuk korban. Seohwa tahu pelakunya, dia orang yang sering berada di sekitarnya. Dan kini ia malah menyembunyikan kebenaran dari sang ayah.

Sekarang dirinya adalah musuh para polisi sekaligus masyarakat. Yang mana juga musuh ayahya sendiri.

"Untung kau tidak apa-apa, huh... ayah kaget sekali mendengar kabar ini."

Selesai membuat teh yang rasanya malah pahit, Ayah membuka kasa yang membalut jari dan leher Seohwa, membersihkannya dengan cairan alkohol dan menggantikan kapasnya dengan yang baru.

"Kenapa kau diam saja? Tenang nak, kau sehat, ini hanya luka sedikit. Yang namanya luka itu akan membuatmu semakin kuat kedepannya, jadi jangan trauma naik bis lagi, haha."

Seohwa tersenyum kecil menanggapi tawa ayah yang tidak sempurna itu, tawa hanya untuk menenangkan anaknya, "Aku baik-baik saja, hanya sedang tidak mood bicara."

"Anak gadisku ini pasti kelelahan, cepat habiskan tehnya lalu tidur," Walaupun rasa teh itu pahit karena takaran gula Ayah yang tidak sempurna, tapi kata-kata perhatian dan kasih sayangnya membuat teh jadi manis berkali-kali lipat.

---

Tepat setelah masuk kamar, Seohwa langsung menelungkupkan wajah ke bantal dan menangis sejadi-jadinya.

"Sekarang aku di pihak yang salah, ayah... maaf.'

"Kalau ayah tahu, dia pasti sangat benci padaku."

"Sebenarnya apa maksud Seungmin melakukan ini semua? Siapa penciptanya yang sialan itu?! Haah! Astaga!" Meski bantal bisa meredam suara, tetap saja tak begitu ampuh. Seohwa langsung menghentikan tangisannya ketika suara langkah terdengar menghampiri kamarnya.

Tok tok. "Nak, ada apa? Sepertinya kau berteriak ya?"

"Tidak ayah, ini suara dari ponselku!"

"Jangan main ponsel, cepat tidur."

Seohwa segera turun dari ranjang dan membuka pintu, melihat ayah yang hendak pergi ia memeluknya dari belakang sambil menggigit bibir untuk menahan tangis lagi.

Ayah membalas pelukan putrinya dengan lembut, "Ayah tidak akan pergi bekerja, jadi jangan khawatir. Tidurlah, kalau butuh apa-apa, teriak saja."

"Terima kasih, dan maaf."

"Kenapa minta maaf, harusnya ayah yang selalu minta maaf. Karena sibuk bekerja, kau jadi kesepian, tidak ada yang mengantar-jemput sekolah, tapi tenang saja ayah sudah membuat jadwal agar bisa mengantar dan menjemputmu sekolah setiap waktu," Seohwa sontak melepas pelukannya.

"Tidak perlu, aku tidak takut naik bis lagi. Aku hanya ingin bilang, kalau terjadi apa-apa, jangan membenciku."

Ayah seketika tertawa keras, "Kenapa bilang begitu? Aku ayahmu, mengapa harus membenci anakku sendiri. Atau... kau baru melakukan sesuatu yang tidak baik? Makanya jadi bilang begini?" Ia putar-putar tubuh putrinya dan menelisik dari ujung kaki sampai rambut.

"Aku tidak apa-apa."

"Iya, ayah percaya. Putri ayah yang baik tidak akan melakukan hal buruk kan?" Seohwa mengangguk ragu seraya tersenyum.

---

"Apa ku bilang, dia selalu berada di sekitar kita."

Detektif Hwang bertepuk tangan melihat Seungmin yang berdiri di trotoar sungai han.

Anak lelaki itu tak sama sekali menunjukkan raut kaget atau semacamnya, sama seperti biasa, tetap datar, "Cih! Akhirnya lau menunjukkan jati dirimu, kemana selama ini? Bersembunyi dari kami? Lemah!"

"Aku tak bersembunyi wahai robot terminator yang jahat, aku mempersiapkan diri untuk menyerang kelakukan busuk kalian, penjahat berselimut."

Lino yang berada di dalam mobil milik Detektif Hwang, hanya bisa menatap takjub sosok yang tengah diajak bicara oleh Minhyun.

Setelah tahu cerita dan asal-usul sosok itu, terkait segala kriminalitas di tahun ini, ia mendadak pusing. Penjelasan Minhyun selalu menyangkut pautkan teknologi kecerdasan buatan manusia yang dianggap tak masuk akal. Termasuk Detektif Minhyun sendiri pun perlu dicurigai.

Lino terus menyimak pembicaraan keduanya dari alat perekam suara yang terhubung dengan Minhyun di sana. Sesekali ia mencatat perkataan Seungmin yang terdengar aneh dan mengancam.

"Bodoh! Kau pikir dengan merekam pembicaraan kita, para polisi itu akan lebih mudah menangkapku?" Lino benar-benar takut sekarang, tangannya yang menggeggam bolpoin langsung gemetar. Bagaima Seungmin bisa tahu adanya alat perekam itu.

"Aku sudah meyakini kalau kau akan tahu, aku merekam hal ini," balas Minhyun, untuk itu ia menyuruh Lino menulis perkataan janggalnya, sebab Seungmin tidak akan tahu hal manual.

Meski rekaman bisa di hapus, tapi tulisan di kertas dan ingatan manusia tak bisa ia kendalikan dari jauh maupun dekat.

"Pulanglah, pak tua. Kalau kau berurusan denganku, jangan harap mendapat keberhasilan yang mulus, sekalipun kalian berhasil," Seungmin melengos pergi begitu saja, memulai aksi lanjutnya yang sempat lama tertunda. Menganiaya mantan anggota polisi, yang pernah bertugas di insiden tahun 2000.

Target Terminated

Target Terminated [] SeungminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang