Jiseol balas memukul lengan sohibnya, "Kenapa sih? 'Kan bisa pinjam tasnya Hyunjin untuk menutupi bajumu. Dia juga akan menjagamu di jalan."
Hyunjin mengernyit ketika melihat Seohwa memeluk tas Jiseol dan tas miliknya sendiri tersampir di punggung, ia mengangkat sebelah alis, "Memangnya kenapa?"
"Ti-tidak, tidak ada apa-apa," jawab Seohwa gugup karena malu, gadis itu sudah hampir pergi, tapi Jiseol menarik tangannya, "Aku bisa pulang sendiri, Jiseol!"
"Bahaya! Nanti kalau terjadi sesuatu di jalan bagaimana? Dunia luar itu kan tidak terduga!" Gadis berkuncir kuda itu kembali menoleh, "Ya Hyunjin ya... temani dia."
"Tidak usah!" Sela Seohwa cepat, "Lagi pula Hyunjin kan juga laki-laki."
"Kenapa memangnya kalau aku laki-laki?" Hyunjin menelisik dua gadis yang jauh lebih kecil darinya, saat itu juga dia baru sadar sesuatu, yang menjadi topik perdebatan mereka, "Felix! Pinjam jaketmu."
Si Felix yang sedang saling lempar kulit kacang bersama Haechan, dengan segera membuka jaketnya dan dilempar pada Hyunjin, "Sukses ya brother!" Serunya, Hyunjin menyatukan jari telunjuk dan jempol sambil bergumam 'oke'.
Buru-buru Seohwa menyabet jaket milik Felix dari tangan Hyunjin, "Wah! Terima kasih Hyunjin, Felix... kalau begini aku bisa pulang sendiri dadah!" Ujarnya sambil berlari karena melihat bus sudah berhenti di halte.
Ketika perlahan Seohwa menjauh, senyum Hyunjin jadi luntur, "Yah..."
"Sabar ya Hyunjin, jangan menyerah!" Kata Jiseol.
---
Seohwa menelusuri koridor rumah sakit, mencari bangsal yang ditempati Ong Jinwoon, karena ayahnya sudah memberi tahu terlebih dulu nomor kamar inapnya, membuatnya lebih mudah mencari.
Bola mata tersebut mengedar, menangkap kerumunan para polisi berada di depan salah satu ruangan untuk berjaga, kamungkinan besar itu kamar yang di tempati Jinwoon.
"Kang Seohwa, kau sudah di sini?" Sapa salah seorang yang juga berseragam kepolisian. Tapi wajahnya masih sangat muda, sepertinya anggota baru.
"Kakak siapa?"
Lelaki itu tersenyum lebar, "Aku Lee Minho, panggil saja Lino"
"Oh hai... nama yang unik," gumam Seohwa, "Kak Lino mengenalku?"
"Senior Kang banyak bercerita tentangmu, aku anggota baru di tim-nya."
Seohwa mengangguk, "Kalau begitu, di mana ayahku?"
"Dia sedang bersama tim lain, sebentar lagi pasti akan kembali," Seohwa menganggukkan kepala mendengarnya.
"Sejujurnya, apa yang terjadi dengan paman Jinwoon?" Seohwa mulai membuka pembicaraan dengan Lino untuk mengawali interaksi sederhana. Keduanya duduk di kursi panjang depan bangsal Ong Jinwoon bersama para anggota kepolisian yang berjaga.
Lino mengambil air mineral kemasannya, lantas menyodorkan pada Seohwa, tapi gadis itu menolak, "Kau belum tahu?"
"Yang ku dengar singkatnya, pembunuhan kali ini sulit dipecahkan, kata ayah tidak ada sidik jari pelaku atau mungkin barang bukti lainnya? Sama sekali?"
"Memang tidak ada, kasus kali ini aneh dan membingungkan. Kau tahu, saat korban ditemukan, ada ponsel di sampingnya. Sepertinya yang meletakkan adalah si pelaku, tapi saat kami temukan, penggunaan terakhir ponsel adalah sidik jari milik korban sendiri, dan dalam ponsel itu pengiriman pesan terakhir tertuju nomor polisi berupa pesan jika Jinwoon sedang dalam masalah. Kalau misalkan itu kerjaan si pelaku, pastinya tidak mungkin 'kan? mana ada pelaku malah menelepon nomor polisi, tapi kalau itu perbuatan si korban juga tidak mungkin, karena kedua tangannya sudah terluka parah. Kami datang pukul 02.03, sedangkan pesan dikirim pukul 01.60...
...Kalau misalkan itu perbuatan korban, lalu apa pelaku menghancurkan tangan korban hanya dalam 3 menit saja? Itu sangat tidak, tidak, tidak... mungkin. Sebenarnya tergantung, senjata apa yang digunakan juga sih."
"Apa Paman Jinwoon akan cepat sadar? Ayahku bilang dia masih kritis."
"Kalau itu tidak tahu, tapi yang jelas kalau dia bisa sembuh. Tentu saja hidupnya tidak akan sama seperti semula," jawab Lino.
"Memangnya kenapa?"
"Kedua tangan mungkin bisa saja harus di amputasi, dan kedua kaki sudah sangat tidak memungkinkan untuk dilakukan penyambungan kembali. Tulang-tulang kakinya sudah rusak semua."
Seohwa beralih menggigiti kuku jarinya "Separah itu?"
Lino mengangguk, "Ayahmu bilang, Ong Jinwoon itu mantan anggota kepolisian, dia keluar beberapa tahun lalu karena fisiknya yang mulai melemah dan tidak bisa menjalankan tugas dengan baik."
"Iya benar, Paman Jinwoon sakit. Tapi aku tidak tau apa penyakitnya."
"Kau dan ayahmu sepertinya dekat dengan korban ini ya?"
Seohwa mengangguk sebagai balasan, "Ayah sudah kenal lama dengan Paman Jinwoon, bahkan sejak aku masih TK, mungkin," ujarnya ragu, "Boleh aku bertanya? Maksudku, lebih tepatnya menyampaikan pernyataan."
"Tentu saja"
"Apa mungkin yang mencoba membunuh paman Jinwoon bukanlah manusia?"
Lino tertawa keras, "Kalau bukan manusia lantas apa? Setan? Jin? Iblis?"
Seohwa berdecak sambil memukul pelan lengan Lino. Baru kenal, tapi seperti sudah akrab, mungkin karena Lino tipe pria yang friendly dan terbuka, "Apa tidak ada CCTV atau kamera pengintai di sekitaran rumah paman Jinwoon?"
Lino meredakan tawanya, sambil meminum air botolan, "Listrik mati di kawasan perumahan tersebut, 30 menit sebelum kejadian."
Gadis itu menutup mulutnya, "Bagaimana mungkin?! Itu seperti direncanakan secara... sempurna!" Serunya keras, hingga tak sadar jadi pusat perhatian orang-orang yang berlalu lalang.
"Kami juga masih mencari tau penyebab kenapa listriknya mati. Anehnya ya... yang mati hanya satu kilometer dari rumah korban."
"Sebaiknya aku mencari ayah dulu."
Saat hendak bangkit, Lino kembali menarik tangannya hingga Seohwa terduduk lagi. Gadis itu mengerutkan kening.
"Di sini saja dulu, ayahmu pasti akan segera datang."
Seohwa menggeleng, "Tidak apa-apa, aku juga ingin berjalan-jalan sebentar."
"Jangan!" Seru Lino membuat Seohwa kembali menaikkan sebelah alisnya. Perilaku yang aneh.
Seohwa menjauh sambil melepaskan cekalan tangan lelaki itu.
Lino menggaruki tengkuknya sambil meringis, "Aku tidak mau sendirian."
"Kan ada banyak teman-teman kakak," tunjuknya pada anggota kepolisian lain.
"Aduuhh... pokoknya di sini dulu ya?"
Seohwa kembali menggeleng, "Pasti ada sesuatu, kakak tidak pandai berbohong!" Ucapnya "Atau jangan-jangan ayah melakukan sesuatu yang berbahaya lagi?!"
Target Terminated
The robot boy
KAMU SEDANG MEMBACA
Target Terminated [] Seungmin
Mistério / SuspenseCOMPLETED Teknologi artificial inteligence serempak dimulainya perlahan dan pertahap tanpa di sadari. Salah satu ciptaan kasar AI, justru sengaja dibuat rusak dan berperilaku buruk. Sosok robot terminator dengan daya ingat manusia murni ditugaskan u...