_26 Hyunjin's Past Life

257 66 0
                                    

Hari ini merupakan akhir pekan yang berlalu seperti biasa, hampir semua kegiatan terorganisir yang dijalankan manusia sedang dijeda. Layaknya sekolah, dan bekerja. Tapi sepertinya jadwal itu tak berlaku bagi beberapa profesi, sebab para polisi dan detektif malah semakin digegerkan keadaan pusat kota yang ricuh karena ribuan masa berkerumun di jalanan.

Bukan tanpa alasan, kenapa para anak adam melakukan kegiatan kurang bermanfaat tersebut. Tepat tengah malam, pukul satu dini hari tadi, seorang mayat tanpa kepala yang bersimbah darah, tergantung dari lantai paling atas gedung pusat kepolisian. Kejadian serupa pernah terjadi di tempat itu juga, tapi kasusnya berbeda, yaitu puing robot canggih yang diduga menjadi tangan kanan pelaku pembunuhan berantai sadis beberapa tahun silam dan sampai sekarang tidak ada jalan keluar untuk kasus tersebut.

Kejadian pelik itu kini tengah jadi trending topik di beberapa portal sosial media. Ribuan koran update-an terkini juga sudah ludes diburu masa, bahkan semua saluran televisi menyiarkan berita yang sama walaupun dari sudut pandang yang berbeda.

Sampai satu orang berpakaian khas atlet basket dari tadi pagi sudah bertengger di depan cermin sambil menata rambutnya ke belakang, yang juga akan menuju gedung pusat, "Sudah tampan, tidak perlu khawatir!" ia mengepalkan tanganya ke atas, memberi semangat pada diri sendiri.

Hyunjin yang tadinya berkemas untuk segera berangkat bertanding basket bersama kawan-kawannya, harus ditunda karena jalanan sedang ditutup terkait berita yang kini tengah menyebar luas bahakan sampai ke penjuru dunia itu, Hyunjin jadi harus mengubah rencana awalnya. Dari turnamen, menjadi ikut demo bersama si gadis yang pernah membuatnya bertepuk sebelah tangan.

Usai merapikan rambut, Hyunjin menyiapkan tas untuk memasukkan kertas manila berukuran satu meter bertuliskan 'perhatikan keamanan kami' yang ia buat dalam waktu kurang dari tiga puluh detik. Lantas pergi begitu saja ke halte, tanpa pamit pada orang-orang di rumah.

Selama di dalam bis, lelaki bergelar brandalan itu terus tersenyum. Mengacuhkan tatapan aneh penumpang di sekitarnya, "Siapa peduli kalau mereka mengira aku gila," gumam Hyunjin melirik sekitar.

Seseorang yang dinanti sudah berdiri di depan rumah, kelihatan belum mandi, hanya mencuci muka dan menyikat gigi, bahkan piyama setelan atas bawah warna biru laut pun masih bertengger di tubuhnya, bersama blazer tebal yang menutupi.

Hyunjin bergegas mendekat, saat melihat batang hidung gadis itu dari jarak beberapa meter, "Seohwa!" Sapanya dengan ceria.

Yang dipanggil mengernyit heran, "Masih jadi turnamen?" Tanyanya setelah si lelaki ada di dekatnya.

Hyunjin menggeleng masih dengan senyum lebarnya, yang malah membuat Seohwa bergidik.

"Tapi kenapa pakai baju itu?"

"Aku sudah mandi dari pagi, minyak wangi dan bau harum badanku sudah melekat di bajunya. Akan sia-sia kalau aku ganti baju," ujarnya dengan percaya diri, tentu saja Hyunjin bercanda.

Tak salah, Seohwa ikut tertawa mendengarnya, membuat si pelaku merasa senang, "Mana ada begitu?"

"Tentu saja begitu! Kalau tidak percaya cium sini," candanya sambil mengangkat kedua tangan.

"Tidak mau bodoh!" Meski tertawa, balasan yang keluar dari mulutnya masih saja terdengar mengejek.

"Belum mandi ya?" Hyunjin malah bertanya random setelah melihat sandal jepit warna hijau yang dipakai Seohwa. Padahal tidak ada hubungannya, seseorang bebas memakai alas kaki yang diinginkan. Tapi tebakan Hyunjin tidak salah juga.

Seohwa mengerucutkan bibir, "Sudah lama aku menunggumu, sebaiknya kita berangkat sekarang!" Balasnya mengalihkan topik.

"Wah! Maaf membuatmu menunggu."

"Kau benar-benar seperti anak gadis yang mau diajak kencan! Pasti tadi masih bersolek dulu," Seohwa menggerutu tidak jelas.

---

Sampai di lokasi tujuan. Hyunjin mulai mengeluarkan kertas manila tadi. Tindakan kriminal di berbagai sudut negara yang kian membludak, membuat masyarakat resah. Belum lagi pusat kota yang mereka tempati adalah pemegang urutan tertinggi dalam jumlah kasus pembunuhan dan penganiayaan di akhir-akhir bulan ini.

Seohwa mengernyit saat Hyunjin malah terlihat hendak ikut berkerumun bersama sejumlah orang yang juga membawa pendapatnya yang tersurat dalam poster asal-asalan. Dengan cepat ia meraih lengannya, sebelum terlebih dulu berlari, "Mau kemana?!"

"Mau ikut demo lah."

"Aku kemarin sudah bilang! Kita tidak akan ikut demo, ayah menyuruh kita datang untuk masalah lain. Dan ini ada hubungannya denganmu."

Hyunjin terkejut mendengarnya, dia merasa tidak melakukan tindakan apapun akhir-akhir ini. Paling hanya tawuran antar kelas di sekolah, apa mungkin itu yang mengakibatkannya dipanggil ke kantor polisi.

Saat Seohwa mengajaknya pergi ke jalur lain, jalur yang tidak ditutupi masa dan awak media, Hyunjin buru-buru menahan dengan raut cemas, "Aku tidak pernah melakukan tindakan kriminal! Untuk apa aku dipanggil ke sini."

"Tidak, ini bukan tentang kriminalisasi. Ah, bagaimana ya? Entahlah.. kita masuk dulu"

Awalnya Hyunjin berusaha bersikap santai, karena merasa tak memiliki masalah apapun dengan polisi, paling tidak hanyalah perkelahian biasa yang tidak menimbulkan korban jiwa karena sama-sama memiliki perlindungan diri yang kuat. Tapi sikap santainya itu seketika berubah menjadi tegang karena ia melihat dua adik perempuannya sedang duduk di kursi tunggu dan dijaga beberapa detektif yang tengah bertugas dalam kasus ini.

"Saudara Hwang Hyunjin?" tanya salah seorang polisi yang Hyunjin balas anggukan, ia menguk ludahnya saat melihat wajah letih adik-adiknya yang dihiasi ruam biru keunguan. Seperti bekas pukulan, dan Hyunjin selalu tahu siapa pelakunya.

Tapi yang membuatnya heran, Seohwa terlihat sangat akrab dengan keduanya. Terbukti saat gadis itu dengan santainya mengambil kotak obat yang disediakan di salah satu meja, dan mulai mengobati adik-adik perempuannya sambil mengobrol.

Hyunjin tidak sempat bertanya dengan keakraban mereka karena ia harusa dibawa ke sebuah ruangan. Baru saja melangkah masuk, ia kembali disuguhi pemandangan yang tidak mengenakkan.

"Ibu..." Lirihnya, menatap sendu ke arah wanita yang tengah memperbaiki perban di kedua telapak tangannya.

Yang dipanggil hanya tersenyum tipis.

Hyunjin tentu saja sedih melihat keadaan wanita yang telah menjadi pengasuhnya selama ia belum di adopsi. Tapi kenyataanya sang ibu asuh memang memiliki gangguan kejiwaan, kadang ia akan bersikap baik dan lembut layaknya seorang ibu, tapi tak jarang juga tiba-tiba jadi pemarah bahkan sampai memukuli anak-anaknya.

Selama ini semua anak di panti asuhan memang berusaha menutupi sikap buruk sang ibu, karena mereka sudah sangat menyayanginya. Tapi ternyata kedua adiknya sudah membongkar semuanya. Ibu pasti akan mendapat hukuman.

"Sudah ada tersangka dan saksi di sini, panggil korbannya," titah salah seorang polisi, yang mungkin akan meminta keterangan yang jelas dari berbagai pihak bersangkutan.

"Mereka masih di bawah umur, kalau tidak mau masuk kita harus pakai psikolog anak. Tapi semoga saja mereka mau diajak bicara," sahut satunya.

Setelah beberapa menit membujuk rayu korban yang merupakan anak-anak kecil, polisi akhirnya bisa membawa masuk keduanya untuk ditanyai.

Mereka berdua tidak datang sendiri, ada Seohwa di tengah keduanya. Itu yang membuat Hyunjin bingung, bagaimana mereka bisa akrab dan bagaimana Seohwa tahu masalah ini.

"Kau putri Pak Kang? Kau yang menemani mereka?" Seohwa menangguk menanggapi pertanyaan teman seprofesi dengan ayahnya itu.

Awalnya Seohwa bersikap biasa saja dan berusah tenang agar anak-anak yang bersamanya juga ikut tenang. Tapi matanya terbelalak saat melihat wanita yang menjadi tersangka penganiayaan anak-anak panti asuhan, menolehkan kepala ke arahnya.

Keduanya sama-sama terkejut, "Bibi!"

Target Terminated

Target Terminated [] SeungminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang