Sembilan: Winter My Dear

1K 143 21
                                    

Winter POV

Aku akan melindungimu dengan ini, dimana pun kau berada. Kutempel bibirku pada grip pistol tua itu sambil memejamkan mata.

Perpisahan, pikirku. Kurasa ini adalah perpisahan yang sesungguhnya. Bukan 'Semoga takdir kembali mempertemukan kita di masa depan' atau 'Sampai bertemu lagi'. Ini adalah jenis perpisahan yang seperti 'Aku tidak akan bertemu lagi denganmu untuk selamanya, dan terima kasih atas segala yang telah kau berikan, aku akan selalu mengingatmu dalam hatiku'. Jadi, perpisahan ini adalah perpisahan tanpa ampun, yang menandakan bahwa kita telah benar-benar berakhir.

"Kenyataannya adalah bahwa kau akan berduka selamanya." Newt menyenggol sikutku, membuat lamunanku terpecah.

"Eh?" Tanyaku, tersentak. "Ya?"

"Kau tidak akan 'sembuh' dari kematian orang yang kau cintai, tapi kau akan belajar untuk hidup dengan itu." Dia melanjutkan sambil membalap langkahku.

Aku paham maksud perkataannya jelas untuk menghiburku, tapi jika melihat kondisinya yang seperti itu, entahlah, itu malah membuatku semakin sedih.

Aku merasakan tatapan Gally yang menyeramkan dari balik punggungku. Setelah memukulnya tadi, aku merasa agak canggung padanya. Padahal dia sudah sangat baik padaku, tapi aku.. Ahh, gila, kepalaku mau pecah rasanya.

"Dia sedang membicarakan dirinya." Bisik Gally sambil meraih tanganku, ini asing sekali tapi hatiku sedikit merasa lebih tenang.

"Membicarakan dirinya?" Tanyaku.

"Kau membuat kita semua berpikir kalau kau sudah mati, jadi.." Bocah itu mengedikkan bahunya sambil tertawa canggung. "Yah, kau tahu, sulit untuk kita terbiasa tanpa kehadiranmu."

"Maaf, ya." Kataku, menepuk kepalanya seperti seorang bocah kecil.

Saat sorot mata kami bertemu, aku merasakan sesuatu bergolak dalam perutku. Jantungku berdebar sangat kencang, dan gila saja, tanganku terasa dingin.

"Belakangan ini, kau jadi lebih baik dari biasanya, Gal." Aku memulai lagi. Awalnya kupikir dia akan melepas genggamannya pada tanganku, tapi, dor, kejutan, dia tidak melakukannya.

"Kenapa? Nggak suka?" Wajahnya memerah. "Kalau begitu aku--"

"Kata siapa? Suka, kok?" Potongku sambil merangkulnya. Well, paling tidak di saat sulit seperti ini satu-satunya hal yang menenangkan hanyalah tangan Gally.

Newt menoleh, menggeser matanya turun ke tangan kami yang saling genggam, dan mengeratkan rahangnya seakan-akan dia sangat terganggu dengan itu.

Tapi siapa lah aku ini, batin anak itu sembari mengerucutkan bibir.

"Here we are, Kiddos." Thomas menepuk tangannya ke sebuah tangga besi sebelum memanjat-- Tindakannya lebih seperti pengalihan karena tidak ingin temannya berlarut dalam kesedihan bayang-bayang nostalgia-nya.

Newt naik kedua setelah Thomas, diikuti yang lainnya sampai menyisakan diriku dan Gally. Sekilas, meski hanya beberapa detik saja, aku melihat seraut lemah di wajah Gally yang biasanya.. Well, kau tahu lah.

Karena setelah keluar dari selokan bawah tanah ini kita akan berpencar untuk menjalankan tugas masing-masing, Gally menahan pergelangan tanganku selagi aku baru saja hendak memanjat. Helaan napasnya yang berat, tangannya yang dingin, dan keningnya yang bercucuran keringat, sudah cukup untuk menjelaskan perasaannya saat ini. Dan, meski aku tidak terang-terangan, tapi jujur saja, aku juga takut. Sangat takut.

Heaven Above Us (TMR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang