Enam: "Don't lie to me!"

1.4K 199 24
                                    

Gally POV

Kunci satu-satunya untuk menerobos masuk kedalam gedung tinggi itu hanyalah Teresa. Namun aku dan Newt merasa bahwa cara itu akan menjadi sedikit sulit karena Thomas pasti akan membunuh siapa pun yang berani mengganggu gadis itu.

"Tommy, fokus." Newt menyikutnya selagi membalap langkahnya. "Ini bukan soal gadis itu. Semua yang kita lakukan, ini semua untuk Minho, kan?" Thomas terdiam, kemudian keheningan merajai selokan bawah tanah, tempat kami berjalan pulang menuju tempat dimana Lawrence dan kawan-kawan Thomas menunggu. 

Kami akhirnya mencapai ruangan Lawrence, namun wajahnya nampak tak senang. "Sudah gelap." Kata pria itu.

"Mana gadis itu?" Aku menatapnya dengan bola mataku yang berkeliling ruangan, namun pria itu mengernyit. "Winter. Dimana dia, Lawrence?"

"Dia belum kembali." Dia memutar badannya. "Dia tak pernah pergi sampai selarut ini sebelumnya, kan?"

"Sial." Gumamku.

"Aku sudah memerintahkan yang lain untuk mencarinya." Betapa ia berusaha menutupi kekhawatirannya, tetap saja ia kalah. Dia resah, terutama hal ini bersangkutan dengan Winter yang sudah seperti anak perempuan sendiri baginya. "Jadi, apakah ada sesuatu yang kalian dapat di dalam sana?"

"Yeah." Kata Newt. "Kami mendapatkan apa yang kita cari."

"Dan apa yang Thomas cari." Tambahku, membuat Thomas menegang, mengernyitkan giginya.

"Jangan bicara yang tidak tidak." Kata bocah itu.

"Aku punya usulan." Kataku, kemudian Newt mengangguk. "Kita bisa gunakan Teresa."

"Tidak!" Thomas menolak, matanya membulat. 

"Kenapa? Kau takut pacarmu akan terluka, huh?" Newt nampak frustasi dengan jawaban Thomas. "Alasanmu membawa kita sampai kesini bukan hanya untuk menyelamatkan Minho, kan?"

"Tunggu." Thomas menyentuh pundak Newt. "Apa yang kau bicarakan?" Tanya bocah itu dengan wajah lugunya. 

"Teresa!" Gertak Newt. "Dia adalah satu-satunya alasan Minho menghilang, dan kini kita mendapatkan kesempatannya namun kau ingin menyia-nyiakannya karena.. Karena dia?!" Newt nampak marah besar. 

"Dengar, Newt." Thomas melangkah mundur. "Lihat aku."

"Jangan berbohong!" Newt mendorongnya ke dinding dengan raut yang sangat kacau. "Jangan berbohong padaku!!" Dia mendorongnya berkali-kali ke dinding dengan keras,namun alih-alih melawan, Thomas memutuskan untuk pasrah karena ia tahu semua ini karenanya.

Semua orang terkesiap, terkejut dengan reaksi Newt yang tak terduga akan seperti ini. "M-Maaf." Itu kalimat terakhirnya sebelum ia pergi untuk menenangkan diri ke atap. Firasatku, ada sesuatu yang mungkin ia sembunyikan. Saat dalam perjalanan menuju kota, Newt tiba-tiba terjatuh  di atas rel kereta bawah tanah. (Kalau kalian gak tau scene ini, ini adalah deleted scene di film Death Cure, kalian bisa lihat di YouTube, hehe)

Tak lama Thomas dan Frypan pergi menyusul kawannya ke atap, sedangkan Lawrence dan Jorge tengah berbincang. Brenda menceritakan semuanya tentang pertemuan mereka dengan Winter. Katanya, Jorge lah yang mengajari beberapa hal kepada Winter sebelum ia pergi ke kota ini dan bertemu dengan Lawrence. Secara tak sengaja Brenda menjelaskan identitas gadis itu yang merupakan keponakan dari Janson, seorang yang memiliki jabatan di organisasi sialan itu. Namun ia pun tak tahu asal usul gadis itu bisa selamat dari labirin, yang ia tahu, pamannya lah yang menyuruhnya melarikan diri.

"L-Lawrence! Tolong!" Teriak seorang bocah dari lantai bawah, napasnya terengah.

Saat aku mengejar sumber suara itu, seketika jantungku terasa berhenti berdetak. Winter sudah pulang, namun ia dalam keadaan tak sadar. 

"Kami menemukannya di depan bangunan Hotel, dia mabuk berat sepertinya." Bocah itu memberikan pistol milik Winter kepada Lawrence. "Dia sempat mengatakan hal-hal aneh, dan hampir menempak kepalanya sendiri." Kami semua terkesiap.

"Gally, bawa ia ke ruangannya.." Tegas Lawrence, aku bisa lihat wajahnya yang nampak sedih saat melihat gadis itu, namun kemudian ia menutupinya dengan membentak habis kedua rekannya, Damon dan Andrew yang lengah dan tak mengawasinya.

"B-Baik." Aku menurut dan mengangkat tubuh Winter yang terlelap dengan tenang. 

Selagi berjalan menuju ruangannya, dia bergumam dalam tidurnya membuatku ingin tertawa. Namun kemudian ia mengucapkan kalimat-kalimat yang mulai aneh. "Aku ingin mati saja." Perkataannya membuatku seketika terkejut.

"Apa yang kau pikirkan, Winter?" Kataku, berusaha mencari jawaban. "Tidur lah, kau bisa membicarkannya kalau sudah mendingan."

"Kau tahu.. Aduh, kepalaku sakit sekali." Dia meronta, berusaha turun. "A-Aku bisa berjalan sendiri, aku janji." Dia merangkulku dengan sempoyongan.

"Jangan memaksakan diri." Aku mengangkat tubuh ringannya itu di punggungku.

"Gall.." Dia berbisik.

"Hm?" 

"A-Aku tidak bersalah, kan?" Suaranya lemah dan samar-samar.

"Apanya?" Aku menatap wajahnya. Di sela matanya memerah, kurasa dia benar-benar terbebani.

"Aku tidak pernah menemukan jalan keluar dari tempat itu." Dia bergetar. "N-Namun keadaanku sulit. Aku tidak mau.." Dia tidak melanjutkan kalimatnya.

Sebelum membuka pintu kamar, Newt muncul. "Hai." Sapanya, matanya terkunci pada wajah gadis itu. "Tak keberatan kalau aku menjaganya?"

"Aku keberatan." Tegasku. 

"Kalau begitu aku akan ikut masuk." Newt memaksa. "Kumohon."

"Ya sudah." Balasku. Aku tak tahu kenapa, namun Newt seperti hendak mengatakan sesuatu.

Selagi aku membersihkan wajah gadis itu, Newt memandanginya dari tepi ranjang. Terkadang dia tersenyum, terkadang ia terlihat sedih. 

"Jadi apa masalahmu?" Aku berusaha memulai percakapan. 

"Gadis ini." Dia memainkan rambut panjang Winter dengan jemarinya. "Kurasa akulah yang pantas disalahkan."

"Apa maksudmu?"

"Aku mencampakkannya di malam hari sebelum ia pergi." Dia murung. 

"Sudah lah, tak ada yang bisa di ulang kembali." Ucapku. 

"Memang tak bisa di ulang, namun bisa diperbaiki, Gally." Bocah itu menunjukkan pergelangan tangannya yang menghitam. "Sebelum terlambat."

"Sial.." Gumamku. Newt tidak kebal

"Dia tidak salah, maupun Alby." Katanya sambil memejamkan mata. "Kurasa ini salahku."

"Jangan salahkan dirimu sendiri, Newt." Sahut Winter dalam kondisi masih separuh sadar. "Gally, kurasa aku mual." Aku membantunya bangkit, mengantarkannya ke tempat dimana ia bisa muntah. 

"Kau ini, ya!" Gertakku. "Kalau kau sedang sedih, cerita saja, dong!"

"M-Maaf.." Dia melempar tubuhnya ke punggungku. "Gendong aku lagi, dong. Aku tak ada tenaga."

"S-Sini, biar aku saja." Newt menawarkan punggungnya. "Gally lelah."

"T-Tidak juga, tuh? Sok tahu sekali." Geramku. "Naiklah Winter."

"Ah, sudah lah. Aku sendiri saja." Dia berjalan sempoyongan menuju kamar, namun tersandung oleh kakinya sendiri. "Jangan bantu aku, aku akan bangkit lima menit lagi." Namun ia malah tertidur di lantai.

Semua berakhir dengan aku yang mengangkatnya, dan membiarkan Newt yang menjaganya untuk semalam. Aku tidak mau menahannya. Melihat kondisi Newt yang memiliki Flare, kurasa aku akan membiarkan mereka untuk beberapa saat.

Heaven Above Us (TMR)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang