PROLOG

876 126 154
                                    

Gea menelusuri lorong itu dengan raut khawatir. Matanya menyapu ke sepanjang penjuru lorong jembatan tersebut.  Sepi, tidak ada sesuatu pun yang melintas.

Ah, mungkin ada.

Namun, netranya sendiri yang tidak memiliki kemampuan untuk menangkap sosok anak kecil yang sedari tadi mondar-mandir mengelilinginya sampai tak kenal kata pusing. Dia terkikik seraya bersenandung "Lingkaran lingkaran... mari buat lingkaran."

Drrttt drrttt...

Lagi dan lagi ponsel Gea berdering dan tertera nama 'Queena', sahabatnya. Ia mengusap wajahnya lalu bergumam, "nggak usah menerka-nerka Gea! Kamu akan tahu jawabannya setelah mengangkat telepon ini. Dan karena itu... kamu harus mengangkatnya!" Ya! Seperti itulah Gea. Harus ada kata 'karena' setiap alasan ia melakukan sesuatu. Dan harus memikirkan 'akibat' yang harus ditanggung sebelum melakukan sesuatu.

Mari berpegang pada kausalitas!—Gea2021.

Setelah melantunkan motto-nya, ia pun segera menerima panggilan dari Queena. Belum sempat ia berkata halo, tiba-tiba Queena langsung nyelonong bicara.

"Tolong..."

Satu kata yang disertai rintihan. Membuat rasa khawatir pada sahabatnya itu semakin bertambah. Ia semakin dibuat panik dan melupakan tentang motto yang malah akan memperumit cerita. Gea hanya diam sembari menunggu kalimat selanjutnya dari seberang sana.

"Awww...shitt"

Entah mengapa tiba-tiba sambungan telepon itu diputuskan sepihak oleh Queena.

"Ada yang janggal."

Ia pun menekan room chat nya dengan Queena.

Queena send a location...
01.30AM

Netranya terus mengamati lokasi yang dikirim Queena melalui room chat mereka setengah jam yang lalu. Ya, Queena tiba-tiba meminta tolong pada Gea malam-malam hari. Entah apa yang terjadi pada Queena, itu yang masih menjadi teka-teki di otak Gea.

Setahu Gea, tadi sore Queena jalan bersama Dean yang 'katanya' akan sampai malam. Tapi, mengapa tiba-tiba sekarang Queena meminta tolong pada Gea? Tidak mungkin kalau Dean meninggalkan Queena sendirian di tempat ini.

"Kenapa harus tempat ini?" monolog nya seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru tempat itu.

Sedikit rasa takut mulai menjalar ke seluruh permukaan lapisan kulit epidermisnya. Namun, segera ia tampik dengan memejamkan mata dan membayangkan warna-warna pada setiap sisi rubik yang selalu ia mainkan. Lalu mengasah otaknya.

Percayalah! Pada saat kondisi seperti ini. Ia tidak menyangkal rasa takut dengan memikirkan hal-hal yang berbau humor atau membayangkan tokoh fiksi pujaannya.

Gadis itu pun menatap arloji digital yang melingkar di tangan kiri nya.

02.00 AM

Tidak, ia tidak takut pada mitos yang mengatakan bahwa siapa pun yang melintasi sepanjang lorong  pada jam itu akan mendapatkan sial.

Sebenarnya bukan tidak takut lagi, namun memang dia tidak percaya. Karena pada nyatanya, ia lebih mempercayai imajinasi dibanding mitos. Ya! Sebut saja kalau Gea adalah gadis yang gila imajinasi, namun masih memegang logika, dan anti mitos. Suka berkhayal, ambisius, dan anti mistis.

Tanpa berpikir panjang lagi, Gea pun melanjutkan langkahnya.

Setelah sekian banyak langkah yang ia tempuh, Gea dikejutkan oleh seorang gadis berambut pirang digerai dengan postur tubuh yang sangat familiar di matanya. Dilihatnya, Si Gadis Berambut Pirang tersebut tengah berdiri di depan mayat seorang laki-laki paruh baya di ujung lorong. Dengan tangannya yang menggenggam sebuah kapak yang telah berlumuran darah.

"Tidak, bukan dia yang melakukannya,"  batin Gea dengan mulut menganga. Seketika bayangan tentang rubik yang memenuhi benaknya itu lenyap. Karena imajinasi rubiknya telah kalah dengan realita yang mampu menghentikan detak jantungnya saat itu juga.

Bulu kuduk Gea semakin merinding saat pandangannya beralih kearah mayat yang penuh dengan lumuran darah dan luka sayatan yang tergeletak di depan Si Gadis Berambut Pirang tadi.

Tapi, ada yang lebih Gea takutkan. Yaitu mata Si Gadis Berambut Pirang yang berbinar melihat darah segar yang melumuri mayat di depannya. Tak lupa dengan tangannya yang menggenggam sebuah kapak yang telah berlumuran darah. Dan satu lagi...

lidah Si Gadis Berambut Pirang yang menari dan menjilati area mulutnya yang berlumuran darah.

"Queena menghisap darah mayat itu?"

Gea semakin membeku...

~•~

Tapi tidak sampai pingsan sksksks:)

Note:

Before next—><

•Ini cerita anti mainstream yang terdapat adegan psycho dan kekerasan di beberapa part. Jangan hiraukan adegan seperti itu dan ambil yang positif saja (barangkali) untuk diterapkan ya><

•Cerita mode pikir keras. Saking rumitnya, aku sendiri bingung saat nulis alur pada cerita ini. Tapi, tidak tahu bagaimana dengan kalian><

•Ini cerita pertama aku. Jadi, maklumi kalau masih banyak kekurangan.
Revisi? Sudah. Tapi, tetap masih ada minus-minusnya.

•Di samping minus pasti ada plusnya dong! Ada beberapa teori yang aku tulis di sini:) Teori di dapat dari website ya.
Calm... bukan untuk mual-mual kok, tapi untuk menambah wawasan. Berguna atau tidak, tergantung kalian>< Oh ya, lagian teori itu cuma aku tulis di note. Jadi, kalian tidak wajib baca.

•Yang paling penting DON'T COPY MY STORY, ok? Copyright berlaku!

•Ok, jadi setelah baca note itu, kalian mau bagaimana?

Next:)?

or

Stop:(?

DEVIL'S PUZZLE✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang