Hari pertama kabur dari rumah..
Holla diary, lama banget enggak menuliskan curhatan unfaedah gue disini.
Meskipun warna loe udah enggak kayak dulu dan ada bercak kekuningan, gue masih tetep nyari keberadaan loe saat gue dalam masa sulit kayak gini.
Bukannya gue bermaksud butuhin loe pas gue kesulitan, cuma gue harus nyari timing yang pas untuk nulis.
Kalo enggak, loe bakalan bernasib sama kayak diary gue yang udah jadi abu.
Ya, ini masih gue, Berinda Camelia Vendytta.
Kali ini keputusan gue udah bulat kek donat, untuk kabur dari rumah dan daftar seleksi untuk masuk kampus favorit di kota ini.
Emang gue terkesan kek anak yang durhaka karena menentang keinginan orangtua gue, tapi gue juga udah enggak tahan sama semuanya.
Mereka enggak pernah ngerti kondisi gue terutama mimpi gue.
Daerah kampus itu enggak terlalu jauh dari rumah yang dulu gue tempati.
Ya, gue lahir di perkotaan tapi saat umur dua belas tahun, gue pindah di daerah pinggiran kota.
Sekarang, gue bakalan tinggal di kota lagi.
Dengan pertolongan dari Kak Yanu, kakak sepupu gue yang menjelma jadi malaikat penolong bagi gue.
Gue minta tolong sama dia supaya nganterin gue ikut seleksi di kampus favorit gue.
Baik Kak Yanu atau orangtua gue enggak ada yang tahu kalo gue daftar seleksi di kampus.
Untung aja alasan 'nganterin konser' bisa menjadi pilihan yang tepat dan enggak mencurigakan.
Ya, untung aja pas waktu itu ada konser musik yang jaraknya enggak jauh dari kampus.
Gue pikir ini hari keberuntungan gue, tapi ternyata enggak. Kak Yanu enggak bisa nganterin gue pulang karena mendadak dosennya nyuruh untuk ngumpulin skripsi.
Dalam hati gue udah ngumpat dan ngucap sumpah serapah buat dosennya Kak Yanu.
Tapi bukan Kak Yanu yang selalu nolongin gue, emang sih dia bisa nganterin gue asalkan gue harus nungguin dia sampe kelar tuh urusan.
Gue justru riang gembira, kapan lagi bisa kabur dari rumah dengan waktu yang lama.
Sebelum seleksi dimulai, gue baca lagi halaman yang bertuliskan 'alasan kamu memasuki jurusan ini'
Alasan kamu memasuki jurusan ini
Alasan saya adalah karena jalan menuju mimpi saya berada disini. Saya ingin membuktikan pada kedua orangtua saya terutama Ayah saya yang selama ini tidak mempercayai bakat saya.
Sekian dari alasan saya. Terima kasih.
Seperti itulah alasan gue yang enggak panjang dan terbelit-belit.
Setelah seleksi, gue enggak langsung pulang melainkan duduk santai di halte bis.
Saat gue lagi enak-enaknya santai ngeliat pemandangan pejalan kaki yang termasuk tipikal cogan, gue ngeliat seseorang yang lari-lari menuju kampus setelah keluar dari mobil.
Seseorang itu enggak langsung masuk ke dalam kampus, malah mondar-mandir sambil masang muka takut dan khawatir.
Jarak gue sama seseorang itu enggak terlalu jauh membuat gue tahu siapa seseorang itu.
Ternyata, seseorang itu adalah Kanaya Ratih Sebylla, teman sekelas gue.
Gue jadi inget betapa suram masa lalunya Kanaya. Meskipun gue enggak tahu pasti tapi gue tahu gimana rasanya jadi seorang Kanaya.
Tubuh pendek dan badan kecilnya itu terus mondar-mandir membuat rasa iba gue muncul.
Sebenarnya gue enggak terlalu suka mencampuri urusan orang lain, karena gue trauma soal itu.
Meskipun hati gue udah seribu kali ngomong enggak, tapi nyatanya kaki gue terus melangkah menuju Kanaya.
Kanaya yang sadar ada gue yang ngehampiri dia pun berhenti mondar-mandir dan ngeliat gue dengan tatapan yang seolah-olah berbicara 'loe kok bisa ada disini sih?'.
Mata belonya membulat dan tatapannya lurus sama gue, sepertinya dia tengah mengingat kelamnya masa lalu gue.
Gue berdehem keras dan cukup membuatnya berjingkat lalu mengelus dadanya.
Gue nanyain keberadaannya disini dan ternyata dia juga daftar seleksi di kampus ini.
Dia minta tolong sama gue supaya ngumpulin berkasnya.
Berkali-kali pikiran gue udah bilang enggak, tapi tangan gue tetap nerima berkas itu dan ditinggalkan Kanaya yang udah lari tergesa-gesa.
Okay, ini pertama kalinya gue ikut campur urusan orang lain setelah hati gue berikrar supaya enggak pernah mencampuri urusan orang lain.
Gue anggap aja, ini simbiosis mutualisme, sama-sama menguntungkan.
Gue yang gabut kagak jelas bisa nolongin Kanaya dan Kanaya yang cepet-cepet pergi nitipin berkas itu ke gue.
Tetapi sebelum gue masuk, gue pengen tahu alasan Kanaya masuk ke kampus favorit ini.
Apa jangan-jangan nih anak ngikutin gue?
Ah, gak mungkin!
Pas gue lihat, ternyata isinya.
Alasan kamu memasuki jurusan ini
Alasan saya adalah saya ingin menunjukkan pada orangtua saya bahwa saya juga mempunyai bakat dan mampu membahagiakan mereka, bukan hanya Kakak saya saja.
Sekian dan terima kasih.
Jadi selama ini Kanaya punya nasib yang sama kayak gue?
Dimana impiannya enggak direstui sama orangtuanya.
Sebuah ide gila ngalir gitu aja membuat gue ngambil ponsel dan nelepon satu nama.
Meskipun gue enggak tahu ujungnya, tapi gue harus mencoba, kali aja dia enggak sama kayak 'sahabat' gue yang dulu.
Sebelum mencet tombol hijau, gue udah mikir berkali-kali dan nanggung resiko yang bakal datang sama gue.
"Ehm Naya, ini gue, loe mau enggak kabur dari rumah dan nge-kost supaya lebih deket sama kampus?"
Ya, setelah gue ngungkapin ide gila itu, gue langsung pencet tombol merah dan mutusin panggilannya.
Meskipun gue nyesel karena udah ngungkapin ide gila itu, gue berharap agar Kanaya bisa setuju sama ide gila milik gue.
Semoga..
Gini aja curhatan gue, entar gue bawa loe ke tempat gue yang baru dimana gue bisa nulis tanpa takut apapun.
Eh, belum tentu juga Kanaya mau.
Udahlah, ini udah jam duabelas malam dan saatnya gue tidur.
Jaljayo
Good night
Selamat tidur..Bye, diary gue..
Berinda Camelia Vendytta
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Let Me Go..
Adventure[15+] Ini hanya cerita tentang Camelia dan Kanaya yang bermodalkan tekad dan nekat untuk meraih impian dan cita-cita, tanpa sepengetahuan keluarga mereka. Tetapi ekspetasi mereka berdua tak sesuai dengan realita. Masalah demi masalah hadir dalam keh...