17 - Please, Let Me Go..

15 3 0
                                    

"Apa kabar, pembunuh? Sudah puas kalian merenggut hidup adik kita?"

Camelia menundukkan pandangannya.

Tidak, dirinya harus kuat menghadapi kenyataan ini.

Tiba-tiba kerah kemejanya serasa ditarik lalu didorong dan membuatnya hampir jatuh terhempas ke tanah. Untung saja Jevan dengan sigap menolongnya.

"Dasar pembunuh!" jerit Felly dengan pandangan yang berkilat-kilat.

Kanaya tidak tahu apa yang harus dilakukannya terlebih saat Felly mendekat ke arahnya dengan tatapan yang siap menerkamnya hidup-hidup.

Tangan Felly hampir menghempas pipi tirus Kanaya namun terdapat tangan yang dengan cekatan mencekal tangannya.

Felly menghela napas lelah, siapa yang berani menghadangnya disaat untuk membalaskan dendamnya ini.

"Bryan," gumamnya setelah menoleh ke arah samping kanannya.

Dirinya menatap penuh tidak percaya dengan sosok yang berada di hadapannya.

Laki-laki jangkung itu menghempas tangan Felly dengan kasar dan menanyakan keadaan Kanaya yang saat ini menunduk dengan bahu yang naik turun penuh kecemasan.

"Ternyata kalian hari ini beruntung, tapi gue pastiin besok enggak," murkanya tak terima dengan perlakuan kasar Bryan.

Felly tak terima saat Bryan memperlakukannya dengan kasar dan secara tidak langsung membuatnya malu di hadapan tiga adik tingkatnya.

Felly dan Briggy pergi meninggalkan mereka, menyisakan kekecewaan yang mendalam karena tak bisa membalaskan dendamnya.

Laki-laki yang kerap disapa Bryan itu tak tahu bagaimana cara menenangkan seorang perempuan.

Ditariknya tubuh kecil Kanaya dalam rengkuhannya. Merengkuhnya yang perlahan mengerat. Memberikan elusan pada rambut hitam legamnya.

"Ada saya di sini, kamu enggak perlu takut," ujarnya memulai pembicaraan pada Kanaya.

Bryan berharap agar Kanaya bisa tenang dari kecemasannya dan tidak berpikiran buruk tentang dirinya.

Kanaya terdiam mendapat perlakuan seperti ini.

Jujur saja, suara lembut Bryan begitu menariknya untuk melingkarkan tangannya pada pinggang Bryan.

Sejenak kenyamanan ini membuat dirinya lupa akan masa lalu yang begitu suram. Kelakuan dan hati buruk Rachel padanya.

Setelah batinnya mulai tenang, Kanaya melepaskan pelukan lalu mendongakkan kepala pada laki-laki di depannya ini.

Manik mata belonya bertabrakan dengan manik kecokelatan pekat itu membuatnya terbuai dalam tatapan.

Lama ditatap oleh Kanaya, Bryan menangkup pipi tirusnya dengan kedua telapak tangannya.

"Kamu enggak papa 'kan?" tanyanya masih menatap manik mata belo Kanaya.

Setelah puas menatapnya lama, Kanaya malah tidak menjawab pertanyaan Bryan.

"Kakak benar-benar tampan dan membuatku candu dalam tatapan," ceplosnya tanpa sadar.

"Sungguh, Kak Bryan adalah pahatan paling terbaik seperti Sehun kesayanganku," lanjutnya tanpa pikir panjang dampak apa setelah mengucapkan hal itu.

Raut wajah Bryan tak menunjukkan kebingungan, dirinya sudah terbiasa mendapat perlakuan manis seperti ini dari perempuan manapun.

Tangan kirinya dimasukkan pada saku celana jeans hitam dan tangan kanannya bergerak menepuk pelan kepala Kanaya.

"Terima kasih banyak, kamu juga manis,"

Manik kecokelatan itu masih menunjukkan binar-binar, hidung mancung itu begitu tegas, dan senyuman lebar memperlihatkan deretan gigi rapinya.

Sungguh, Kanaya terbuai dengan pemandangan menawan nan rupawan itu.

Bryan melingkarkan tangannya pada bahu Kanaya.

"Sekarang aku antar ke kelas kamu,"

Kanaya tidak membalas maupun menolak, rasanya ini seperti mimpi.

Saat sampai depan kelas, Bryan rela mengetuk pintu dan mengizinkan agar Kanaya bisa memasuki kelas.

Bayangkan saja Ocy—wanita yang termasuk jajaran dosen killer itu luluh dengan pesona Bryan.

Manik mata Ocy memang menyiratkan kemarahan, tapi saat memandang senyuman segaris milik  Bryan—kemarahannya meredup tergantikan binar-binar dalam manik matanya dan senyuman terbit dari bibir yang terpolesi lipstik glam matte itu.

Kanaya yakin jika saat ini dirinya tidak bersama Bryan maka dirinya tidak akan bisa mengikuti pelajaran ini dan terancam mendapat nilai buruk.

Bukan hanya Ocy, teman sejurusannya juga berbisik-bisik tentang kedekatannya dan Bryan.

"Eh bisa-bisanya Naya deket sama jodoh gue!"

Bisikan dari arah belakangnya memandang remeh Kanaya dan menatap penuh kekaguman pada Bryan.

"Palingan Kak Bryan cuma kasihan doang sama si pendek Naya," balas  mahasiswi di sampingnya.

Hal itu membuat ruangan yang semula sepi bak kuburan menjadi riuh karena sebagian tidak terima dengan kedekatan Naya dengan idola kampus itu.

Bryan Kamajaya—seorang primadona, most wanted, prince charming dari Cendakia Center University. Namanya sering wara-wiri di berbagai mading kampus dan juga telinga Kanaya.

Kanaya baru tahu jika Bryan di depannya ini adalah Bryan idaman seluruh mahasiswi Cendakia Center University.

Tak memerhatikan raut wajah bingung dan terkejut Kanaya, Bryan dengan telaten melepas tas ransel milik Kanaya lalu meletakkannya di atas meja dan mendudukkannya pelan.

Ya, sepertinya hari ini dirinya akan menjadi perbincangan hangat di seluruh kampus.

💫 💫

"Lepasin, Jev!" raung Camelia yang berhasil melepas tangan Jevan yang mencengkeram lengannya.

Sakit? Tentu saja, bahkan kulitnya memerah begitu konstras dengan kulit putih susunya.

Camelia mengatur deru napasnya akibat ditarik tangannya oleh Jevan dan membuatnya berlari meninggalkan Kanaya dan Bryan berdua.

"Gimana kalo Kak Bryan ngapa-ngapain Naya?!" teriaknya yang membuat Jevan cukup terkejut.

Jevan tidak menyangka bahwa Camelia akan semarah ini padanya.

Bukan tanpa alasan Camelia seperti ini. Kemarin malam, setelah dirinya menemukan foto polaroid Kanaya dan Keisya—Kanaya menceritakan segala masalah yang menimpanya—termasuk saat Kanaya berjuang menghadapi Hyphoprenia.

Camelia juga ikut menceritakan semua masalahnya tanpa merahasiakan sedikitpun dari Kanaya.

Diamnya Jevan membuat Camelia muak dan meninggalkannya sendirian.

Memang dirinya akhir-akhir ini menyadari bahwa Jevan selalu tak ada di sampingnya saat ia membutuhkan bantuannya, tapi mau bagaimana lagi dirinya terlanjur mencintai Jevan dan dirinya terikat hubungan dengan Jevan.

Camelia terus berjalan menuju kelasnya dan tanpa Camelia ketahui Jevan meninggalkannya, lebih tepatnya meninggalkan kampus.

💫 💫

Please, Let Me Go.. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang