Happy Reading💕
💫 💫
"Gimana kabar Bunda Dina? Pasti baik 'kan?"
Hanya itu yang bisa keluar dari bibir Laura setelah memandang interaksi ibu dan anak perempuannya.
Camelia terdiam sejenak sembari memandang layar kunci ponselnya yang sudah mati.
Setelah menguatkan hatinya dan dengan suara pelan bahkan sangat pelan seperti gumaman, Camelia menjawab pertanyaan Laura.
"Bunda sangat baik, apalagi sekarang—di surga."
Hati Laura dan Kanaya mencelos mendengar jawaban seperti itu dari Camelia.
Laura pikir, Dina masih baik-baik saja apalagi Yanu tidak pernah menceritakan padanya tentang Dina yang telah meninggal dunia.
Laura ingat keramahan Dina dan senyuman lebar saat dirinya bermain ke rumah Camelia.
Dirinya juga ingat saat dirinya bercerita pada Dina dan beliau mampu memberikan ketenangan pada hatinya.
Begitu juga dengan Kanaya, dirinya ingat raut wajah Dina yang penuh cinta dan kasih sayang.
Kanaya selalu merasa nyaman saat di rumah Camelia apalagi ditemani oleh obrolan receh ala Dina.
Bukan hanya Camelia, Laura dan Kanaya ikut meneteskan air mata tetes demi tetes.
Mereka berdua tak menghapus air matanya dan menghampiri Camelia lalu mendekapnya dari arah samping, saling memberi kekuatan.
Seketika mereka benar-benar merasa kehilangan sosok Dina yang telah bahagia jauh di sana—di tempat yang tak dapat mereka jangkau.
Camelia tidak tahu persis kejadian saat Dina meninggal dunia.
Saat itu dirinya berpamitan untuk menyelesaikan suatu urusan dan karena dirinya tidak pulang ke rumah hingga sore hari, Dina mencari keberadaannya.
Kata Ayahnya, dalam perjalanan itu Dina mengalami kecelakaan saat menyabrang di perempatan jalan menuju ke arah sekolahnya.
Saat dirinya tiba di rumah, terdapat bendera palang merah di tiang rumahnya lalu banyak orang yang mengerubuti di teras rumahnya dan jenazah Dina akan dimandikan.
Dirinya tidak menyangka kisah klise pada sinetron itu menimpa pada ibunda tercintanya.
Memang Ayahnya tidak pernah menyalahkan dirinya atas kematian Dina, tapi Ayahnya sering memarahinya lalu tidak adil menyayangi dirinya dan adiknya.
Baskara Gamma Alvaro, adiknya yang sering membuat prestasi di bidang non-akademik.
Gamma sering mengikuti olimpiade Bulutangkis dan dirinya selalu memenangkan setiap olimpiade yang dia ikuti.
Hal itu membuat Gamma sering dibangga-banggakan oleh Ayahnya membuat Camelia seolah-olah tersingkirkan dari keluarganya.
Ayahnya juga menasihatinya untuk mengikuti jejak Gamma, tentu saja Camelia menolak.
Meskipun banyak prestasi yang diberikan oleh Ayahnya, Gamma terpengaruh oleh kawan-kawannya untuk membolos sekolah.
Terkadang, Gamma juga sering memutarbalikkan fakta membuat Camelia selalu salah bahkan selamanya salah di mata Ayahnya.
Dan Camelia-lah yang paling banyak mendapat ceramah panjang lebar Ayahnya.
Ayahnya menyalahkan dirinya karena tidak menjaga Gamma dengan baik dan malah membiarkan adiknya berbuat bolos seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Let Me Go..
Pertualangan[15+] Ini hanya cerita tentang Camelia dan Kanaya yang bermodalkan tekad dan nekat untuk meraih impian dan cita-cita, tanpa sepengetahuan keluarga mereka. Tetapi ekspetasi mereka berdua tak sesuai dengan realita. Masalah demi masalah hadir dalam keh...