12 - Please, Let Me Go..

19 4 3
                                    

Jokowi memperhatikan lagi selembar kertas yang terdapat bekas sobekan di samping kirinya yang berisi tulisan tangan anak sulungnya.

Dirinya tak bosan membaca isi kertas itu sebelum tidur, seolah-olah ini rutinitas barunya setelah anak perempuan satu-satunya meninggalkan huniannya.

Dirinya mengusap wajahnya kasar lalu melihat bagian atas kertas itu dan mulai membacanya kata per kata.

Ehm ini aku,

Aku tau Ayah enggak bakalan ngerti permintaanku, tapi tolong baca ini sekali aja terus buang aja kertas yang enggak ada manfaatnya ini.

Makasih Ayah udah kasih izin buat aku kerja, aku berangkat malam supaya enggak ngerepotin Ayah yang harus bangun pagi-pagi terus bikin sarapan buat aku.

Enggak harus buang tenaga untuk ngomelin aku yang enggak becus nyapu, ngepel, nyuci, dan masak.

Enggak harus ngehindari aku kalo aku lagi ngomong sama Ayah.

Dan Ayah enggak perlu denger komentar dari putra kesayangan Ayah gegara kesalahanku.

Well, sekarang Ayah bisa bebas di rumah dan bahagia tanpa aku.

Aku enggak tahu pulang ke rumah kapan, tapi yang pasti aku enggak bakalan ke sini dalam waktu yang lama.

Di sana aku baik-baik aja apalagi sama Kak Yanu.

Ah, aku nulisnya kepanjangan deh, Maaf kalo bikin Ayah bosen baca tulisan aku yang kata Ayah kayak ceker remes.

Dari aku yang sayang Bunda, Ayah, dan Gamma❤

Dilipatnya kertas itu pelan-pelan seolah-olah kertas itu barang yang mudah pecah.

Setelah menyimpannya di laci meja kerjanya, dirinya membiarkan air mata yang perlahan menetes membasahi pipinya.

Udara di ruangnya seakan-akan menipis karena sesak yang amat dalam pada hatinya.

Dirinya menutup wajahnya dengan telapak tangan, mencoba tidak membuat bunyi isakan agar tak mengkhawatirkan putranya.

Seraya mengusap air matanya secara kasar, dirinya berucap seperti biasanya.

Memang singkat, tapi menimbulkan makna yang begitu dalam.

"Maafkan aku, Dina. Maaf,"

💫 💫

"Pakai Heels?"

Kanaya menghentikan aksi menyedot jus tomatnya lalu berpikir sejenak.

Heels?

Ayolah dirinya tidak pandai berlenggak-lenggok dengan sepatu berhak tinggi itu.

"Kenapa enggak sneakers atau sepatu kets aja sih?" tanyanya memandang Laura dan Camelia bergantian.

"Naya, kamu sama Yanu itu bakalan hadir di acara sebuah pameran dan di sana kalian sebagai perwakilan WPC. Jadi kamu itu harus memakai pakaian formal lagipula jangan pake heels, pakai wedges aja," jelas Laura.

"Wedges? Tapi kalo-"

Saat Kanaya ingin mengutarakan alibinya, Camelia menyelanya.

"Wah aku pernah nyobain wedges! Enggak bakalan jatuh kok kan bagian bawahnya rata, kalo heels kan enggak."

Laura mengangguk setuju dengan pernyataan Camelia.

Laura memang lebih sering memakai wedges ketimbang heels karena wedges lebih nyaman dan aman.

Please, Let Me Go.. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang