19 - Please, Let Me Go..

12 3 0
                                    

Laura menghela napas gusar, hatinya seolah-olah berkata untuk segera ke sini bertemu Camelia dan Kanaya.

Batinnya diliputi kegelisahan dan kecemasan yang tak berarti menimbulkan tanda tanya dalam benaknya, mengapa dirinya menjadi se-khawatir ini?

Dirinya kembali berjalan bolak-balik seraya menggigit ibu jarinya yang telah memerah.

Rasa khawatirnya menghilang saat dirinya mencium bau telur busuk bercampur air selokan yang tak jauh di dekatnya.

Manik matanya membulat, tangan yang gemetaran menutup mulutnya, dan perlahan menggeleng cemas memandang pemandangan yang sangat jauh dari ekspetasinya.

"CAMEL!! NAYA!!"

💫 💫

"Terima kasih banyak, Jaka," ucapnya seraya tersenyum tulus.

Pria yang seumuran dengan Veri itu membalas senyuman lalu berpamitan untuk meninggalkannya.

Setelah mengantarkan Jaka, Veri kembali ke tempat kost dan mendapati Laura tengah melamun.

Laura masih mengingat kejadian tadi saat setelah Camelia dan Kanaya mandi, keduanya terbaring lemas dan suhu badan mereka meninggi.

Untung saja, Veri dengan cekatan menghubungi dokter pribadinya yang merupakan sahabat karibnya itu.

"Enggak usah terlalu dipikirin, Nak Laura," tutur Veri mengelus bahu Laura.

Elusan itu bukan menyentuh bahunya, tapi hatinya. Sudah lama dirinya tak mendapat perhatian seperti ini.

"Boleh saya peluk Ibu?" pintanya yang disambut senyuman lebar Veri.

Laura langsung menghambur dalam pelukan Ibu satu anak itu, dirinya benar-benar merindukan pelukan seorang ibu.

Terkadang dirinya bingung, sosok yang disebut ibu tak pernah memperhatikan dirinya. Ibunya hanya memperhatikan setumpuk kertas berukuran A4 dan laptop silver favoritnya.

"Boleh ceritain sama Ibu tadi, kenapa Camel sama Naya  bisa sampe kayak gini?" tanyanya membuat Laura menceritakan kejadian detik yang lalu.

Setelah kejadian bullying itu, Camelia dan Kanaya memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi kampus mereka.

Saat kepulangan Camelia dan Kanaya membawa bau busuk dengan raut wajah datar dan bibir pucat, Laura dengan sigap mencarikan baju untuk mereka berdua lalu menunggu mereka berdua mandi.

Mandi untuk ketiga kalinya. Pertama, saat sebelum berangkat ke kampus. Kedua, saat setelah aksi bullying. Ketiga, sekarang ini.

Bau busuk dan menjijikkan itu tidak tercium lagi di indera penciuman Laura, tapi raut wajah pucat itu semakin mengacaukan pikiran Laura.

Apalagi saat Camelia dan Kanaya tak ingin membuka matanya setelah mandi membuatnya panik dan meminta tolong pada Veri yang kebetulan tengah menyapu teras rumahnya.

Tangan Veri berpindah pada rambut Laura, mengelusnya agar ketenangan dapat tersalurkan pada batin perempuan bersurai kecokelatan itu.

"H-heung."

Suara erangan itu membuat Laura dan Veri menghampiri Camelia yang telah membuka matanya dan memandang sekitar, sedangkan Kanaya masih tertidur pulas.

"Syukurlah Nak Camel udah bangun, saya mau siapin buat makan malam."

Baru saja Veri ingin berdiri, lengannya dicekal oleh Laura.

"Enggak usah Ibu, nanti ngere-"

"Enggak papa, Nak Laura," potongnya dengan mengarahkan tangan Laura ke lengan kiri Camelia.

Setelah Veri meninggalkan tempat kost, Laura menempelkan punggung tangannya pada dahi Camelia dan merasakan suhu tubuh Camelia yang tidak tinggi dari sebelumnya.

Laura dengan telaten menyeka keringat di pelipis Camelia lalu mengelus rambutnya.

Sentuhan Laura masih membuat Camelia diam terpaku. Bayangan saat Briggy dan Fellya mem-bully dirinya dan Kanaya masih begitu jelas dalam pikirannya. Belum lagi dengan rentetan masa lalunya bersama dengan Bianca.

Camelia mengalihkan pandangan pada sekujur tubuhnya, dalam hati dirinya bersyukur masih diberikan kesempatan untuk hidup.

💫 💫


Camelia menghampiri pintu dan cukup terkejut melihat sosok laki-laki yang menjadi idaman kaum hawa di Cendakia Center University.

Sekedar informasi, keadaan Camelia mulai membaik dan Kanaya juga sudah terbangun dari mimpi indahnya. Untung saja hari ini adalah hari libur baik kuliah maupun kerja sampingan mereka.

Camelia masih termenung dengan sosok yang ada di hadapannya ini. Dirinya bukan memandangi pesona Bryan dari atas rambut sampai ujung kaki. Dirinya hanya bingung, mengapa Bryan sampai repot-repot datang ke sini dan dari mana Bryan tahu jika tempat kost ini adalah tempat tinggalnya bersama Kanaya?

Sedangkan Bryan menatap perempuan di hadapannya takjub, dirinya tak menyangka ada mahasiswi yang menatapnya tak minat seperti ini.

Memandang Camelia yang hanya terdiam membuat Laura bangkit dari duduknya dan menghampiri ambang pintu kost.

Betapa terkejutnya saat dirinya bertemu seseorang yang pernah dikenalnya.

"Bryan."

Sang pemilik nama cukup terkejut dengan suara elegan nan lembut itu.

Camelia memandang Bryan dan Laura bergantian, dari tatapan mereka berdua ada sesuatu yang disembunyikan.

💫 💫

Please, Let Me Go.. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang