18 - Please, Let Me Go..

13 3 0
                                    

Seraya mengatur napas, Kanaya menoleh ke arah kanan kirinya mencari batang hidung Bryan.

Namun belum sempat menoleh, lengan Kanaya ditarik kasar dan didorong hingga terjatuh tepat di depan kantin kampus.

Sakit memang, tapi lebih sakit saat dirinya melihat Camelia yang tak jauh berbeda dengannya.

Pandangannya kosong sembari menunduk ke arah bawah rerumputan dan tangannya mengepal keras.

Byur!

Briggy dan Felly mengguyur mereka berdua dengan sebotol air mineral hingga membasahi rambut mereka dan tanpa rasa iba membuang botol itu tepat di muka keduanya.

Sneakers hitam yang terdapat tanda centang putih itu mengetuk di atas rerumputan.

Camelia dan Kanaya hanya bisa terdiam dengan perlakuan mereka. Memang mereka berdua pernah mengalami hal ini, tapi bisakah Briggy dan Felly tidak mengulangi kejadian itu?

Baik Camelia maupun Kanaya tidak berharap akan ada pertolongan dari mahasiswa yang asyik menonton aksi bullying ini.

Toh Camelia dan Kanaya tidak terlalu dekat dengan mahasiswa di sini.

Bagi mereka berdua, buat apa mempunyai teman yang banyak jika tak mampu menolong mereka berdua di keadaan seperti ini.

Lagipula siapa yang akan menolong mereka dari kelakuan cucu keluarga Carenia dan Helenia yang merupakan salah satu penyumbang terbesar di kampus ini?

Tangan Briggy mengangkat dagu Camelia dengan kasar yang membuat Camelia terpaksa mendongakkan kepala dan bertatapan dengan manik mata hitam pekat itu.

Briggy tersenyum sinis melihat Camelia yang sama sekali tak bereaksi apa-apa.

Namun jelas tatapan Camelia menyiratkan ketidaksukaan pada Briggy.

"Loe masih sanggup untuk hidup setelah menjadi pembunuh?" tukasnya menghempas dagu Camelia dan berdiri dengan angkuhnya.

Camelia memberanikan diri membalas tatapan tajam dari Briggita.

"Gue enggak bunuh adik loe, Nona Carenia," sindirnya dengan nada datar.

Camelia melawan Briggy karena dirinya lelah untuk mengalah dan diinjak-injak seperti ini.

Kejadian langka itu membuat penghuni kantin saling berbisik satu sama lain. Mereka penasaran dengan sosok Camelia yang mampu membalas kata-kata kasar Briggita Ilza Carenia.

"Gue juga bukan pembunuh Rachel! Loe sendiri yang bunuh adik loe!"

Sindiran lantang dari Kanaya membuat sorot mata Felly semakin tajam.

Tidak, Kanaya akui bahwa dirinya tidak berani. Tapi mau bagaimana lagi, dirinya lelah diinjak-injak saat dirinya berada dalam posisi benar.

"PEMBUNUH!!"

Mendengar raungan keras dari nyonya besar membuat dua antek-antek Briggy dan Felly langsung melakukan apa yang biasanya dilakukan.

Dua perempuan bertubuh tambun dan berambut sampai telinga itu melempari mereka dengan telur yang tak layak untuk dimakan.

Bau busuk menyeruak di indera penciuman Briggy dan Felly membuat mereka mengambil botol saos ekstra pedas, saos tomat, mayonnaise, dan kecap lalu  menumpahkannya pada tubuh Camelia dan Kanaya.

Tanpa rasa kasihan, antek-antek Briggy dan Felly menambahkan tepung terigu  lalu menuangkan satu cairan terakhir, yakni dua botol air mineral berukuran satu liter yang berisi air selokan.

Warna putih tepung yang mendominasi tubuh mereka seketika luntur oleh cairan keruh hitam bercampur abu-abu itu membuat penghuni kantin semakin diam membisu menonton aksi bullying tanpa ada satu orang pun yang berniat menolong Camelia dan Kanaya.

Hal itu dimanfaatkan Briggy untuk menakuti yang terkesan mengancam mahasiswa di sana.

"Jika salah satu dari kalian menolong dua pembunuh ini, gue enggak akan segan-segan bikin loe semua kayak gini," kelakarnya lalu meninggalkan tempat bullying itu bersama Felly dan antek-anteknya.

Camelia dan Kanaya masih duduk terpaku dengan semua kelakuan buruk yang  menimpanya detik lalu.

Mereka pikir—dengan adanya Laura, Yanu, Jevan, dan Bryan (untuk Kanaya) bisa membuat mereka terhindar dari kejadian di masa lampau. Bisa membuat aman dan nyaman tanpa adanya musuh dari masa lampau mereka. Bisa membuat mereka meraih impian dan cita-cita tanpa harus bersusah payah memikirkan akhir kisah dari masa lampau.

Sepeninggalan Briggy dan Felly, mahasiswa di sana mulai meninggalkan kantin.

Saat melewati Camelia dan Kanaya, banyak mahasiswa yang kasihan dengan nasib mereka berdua dan banyak juga yang malah menyudutkan mereka berdua.

"Oh ternyata mereka berdua itu dancer sama fotografer yang lagi tenar loh," komentar salah satu maba yang terdengar di telinga Camelia dan Kanaya.

"Denger-denger yang namanya Kanaya lagi deket sama Kak Yanu, itu loh Ketua WPC," timpal teman maba di sampingnya.

"Pantesan Felly cemburu! Eh yang satunya lagi deket sama Bryan," sahut mahasiswa tingkat akhir di belakang dua maba itu.

Mahasiswa tingkat akhir di samping kanannya berceleletuk, "Pembunuh? Bukannya adiknya Briggy sama Felly masih hidup?"

Celetukan singkat itu mampu membuat seluruh penghuni kantin termenung mendengarnya—termasuk dua perempuan korban bullying itu.

💫 💫

Please, Let Me Go.. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang