Sudah seminggu, namun rasanya seperti baru kemarin, kehilangan sosok periangnya, sosok menyebalkan tapi menyenangkan, cuman Haekal yang punya. Bukan hanya keluarga atau kerabat, bahkan Taesya harus menjelaskan panjang lebar soal ketidakhadiran Haekal dalam kelas bimbingan belajar seminggu ini.
Seminggu juga sudah, Narendra kehilangan teman sebangku yang berisik, Rendhi kehilangan teman berdebat, Arshen kehilangan rayuan maut Haekal untuk traktiran bakso, Jehan kehilangan sosok teman terbaiknya, dan tentu saja Amara yang kehilangan kalimat manis Haekal, juga suara Haekal yang berdebat dengan kakaknya.
Zoya hampir seminggu ini tidak mau keluar dari kamar Haekal, tidak berhenti menciumi, memeluk, serta mengelus hangat setiap pakaian Haekal yang tertumpuk berantakan di lemari anak itu. Seakan Zoya tengah memeluk si Bungsu sekarang, menciuminya, dan mengelus hangat sosok itu.
Tidak ada yang bisa menguatkan satu sama lain, karena mereka semua turut merasakan kehilangan. Seakan memang pembawa kebahagiaan mereka telah hilang, hingga begitu sulit untuk mengundang kembali rasa bahagia itu.
"Echan akan menunggu bunda, selama apapun itu."
"Mas Taesya, jomblo ya? Segitu irinya sama adeknya."
Taesya terkekeh mengingat kalimat itu, pandangannya menatap ke arah ruang kelas bimbingan belajar yang sudah kosong. Taesya hanya membayangkan jika Haekal masih ada di hadapannya, mendengarkan remaja itu mengajar dengan caranya yang menyenangkan.
"Gaya banget, lo. Pake acara bilang calon pemilik Bimbel Asta Juara."
Taesya menunduk, menahan tangisnya, karena ketika ia mengingat sebuah kejadian, maka kenangan lain akan menghampiri pikirannya, membuatnya malah semakin tidak terima dengan kehilangan itu. Taesya rindu kala Haekal mengusiknya, kala perdebatan sepele yang timbul antara keduanya.
"Tuan muda Arshen Leano Arya, hari ini lo ganteng banget deh ...."
Arshen terkekeh tiba-tiba saat menatap semangkuk bakso di hadapannya, bergantian dengan memandang angku kosong di sampingnya. Haekal tidak pernah absen duduk di sampingnya, hanya untuk mendapat semangkuk bakso gratis.
Rendhi, Jehan, Narendra memandang Arshen yang hanya menatap bakso miliknya tanpa berniat memakannya. Mereka sangat mengerti jika ada seorang sosok yang tengah memenuhi kenangan Arshen sekarang.
Rendhi menghela nafasnya panjang, "Haekal memang paling jago bikin kita ketawa abis kesel setengah mati, tapi sekarang dia malah lebih ahli bikin kita inget dia terus malah mau nangisin kepergiannya."
Hari semakin malam, dan Zoya masih sibuk memeluk sehelai hoodie Haekal. Hoodie itu beum dicuci oleh sang Empu, hingga aroma tubuh Haekal masih menempel disana,membuat Zoya semakin kuat memeluk hoodie Haekal itu.
"Maafin bunda, Chan. Kalau saja bunda lebih cepat datang, mungkin kan lebih lama tubuh kamu bunda peluk. Tenang disana ya, Chan. Temani ayah kamu. Bunda salah soal kamu dan Mas Doy, yang ternyata kamu adalah orang terbaik yang bisa menjaga Mas Doy. Sekarang biarin bunda yang jagain Mas Doy, kamu jagain ayah disana. Maaf terlambat tapi ... bunda juga sayang sama kamu, Chan."
Terima kasih untuk para barisan readers pencinta Haekal.💚💚
Meskipun aku nggak bisa nonton beyond the live, tapi yang penting bisa nulis part akhir ini.
Untuk selanjutnya, kalian masih bisa kok tunggu karya aku selanjutnya.
Jangan lupa voting nanti yaa ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine Becomes You [END]
Diversos"Senyum dan tawanya tidak akan pernah hilang, meski dunianya sudah kelam" Kadang memang dia menyebalkan, ibunya bilang dia merepotkan. Tapi, setidaknya dia sadar dia punya tanggung jawab, dia sadar dia satu-satunya harapan untuk keluarganya. Dia hid...