Haekal dan calon bosnya itu saling bertatapan, setelah pengajuan lamaran pekerjaan Haekal. Tanpa bantuan Amara, karena gadis itu tengah ditemui teman spesialnya di depan rumah.
"Jadi, kamu mahir di pelajaran apa?" tanya Pak Brama, selaku ayah dari Amara dan Taesya, juga pemilik sah dari Bimbel Asta Juara.
Haekal menggigit bibirnya karena gugup. Selain itu, ia juga kelewat bingung apa yang harus ia jawab. Sedari dulu, Haekal belum pernah begitu mahir di suatu pelajaran, bahkan di bidang sosiologi sekalipun.
"Piye, Kal?"
Haekal menghela nafasnya, kemudian menggeleng pelan, "Saya nggak tau om, nilai saya di bawah rata-rata semua."
Kali ini malah Brama menghela nafasnya, kemudian mengambil kacamata dan memeriksa rapot Haekal. Beberapa jam lalu, memang Amara menyarankan agar Haekal membawa rapot sekolah menengah pertamanya untuk diberikan pada sang Ayah.
"Wis ... angel iki ...," gumam Brama menatap rapot Haekal yang memang mirip dari deskripsi Haekal sebelumnya, "terus, kamu kenapa melamar disini?"
"Karena saya butuh uang om," jawab Haekal jujur.
"Tiga bulan."
"Hah? Ehm ... maksudnya gimana om?" tanya Haekal merasa kurang jelas.
"Kamu saya trainning tiga bulan, seperti magang. Karena Taesya hanya tinggal skripsi, saya akan kasih dia tanggung jawab buat mengawasi kamu selama mengajar. Bayaran kamu selama tiga bulan setengah dari guru di cabang yang lain. Gimana mau nggak?"
Mata Haekal berubah berbinar-binar, kemudian mengangguk antusias, dan langsung menyambar tangan Brama sambil menciumnya, "Mau om, mau banget, makasih ya om."
Brama tersenyum kemudian mengelus surai Haekal lembut, "Semangat, Kal!"
Haekal memandang Brama dengan mata yang sudah berkaca-kaca, "Om ... saya jadi inget ayah ...." Haekal berkata sambil menunjukkan senyum beserta gigi-giginya.
"Assalamu'alaikum, pah! Masa itu Ara dibiarin di luar berdua sama si Naren?!" Taesya tiba-tiba masuk ke rumah dengan tas yang masih dipikulnya, kemudian sontak marah-marah nggak jelas.
"Wa'alaikumsalam, kamu ini kenapa sih? Dateng-dateng mbok ya ... salim dulu, pembukaan dulu, malah langsung ke inti kek ngono ... piye toh le ...." Brama berujar dengan logat Jawanya yang begitu kental.
"Maaf, pah. Abis kesel sama yang di depan, ditegur malah bilang gini, 'entar dulu, mas. Ini masalah memperjuangkan perasaan gue', gitu katanya," ucap Taesya sambil menyalimi tangan sang Ayah.
"Wis lah ... biarin, adikmu tau kok apa yang harus dia lakukan. Sekarang kamu bantuin papa dulu mau, mas?" tanya Brama setelah menanggapi Taesya.
"Bantuin apa, pah?"
"Ini Haekal akan bekerja di bimbingan belajar yang di depan rumah. Mulai besok, setiap dia pulang sekolah, kamu awasin dia pas ngajar, sekalian kamu kasih arahan."
Taesya mengernyit, "Ada angin apa dia mau ngajar?"
"Angin mamiri, mas. Sampe kerasukan arwah Si Buta dari Gua Hantu," celetuk Haekal sambil mengacungkan jempol.
Taesya menatap Haekal sinis, "Nggak ada hubungannya, jancok."
"Taesya." Taesya langsung bungkam setelah ditegur tegas oleh sang Ayah.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine Becomes You [END]
Acak"Senyum dan tawanya tidak akan pernah hilang, meski dunianya sudah kelam" Kadang memang dia menyebalkan, ibunya bilang dia merepotkan. Tapi, setidaknya dia sadar dia punya tanggung jawab, dia sadar dia satu-satunya harapan untuk keluarganya. Dia hid...