"Eungh ...." Haekal melenguh, kedua maniknya perlahan membuka. Saat itulah ia menyadari dimana dia berada sekarang, nuansa putih dan aroma obat-obatan yang menyeruak hidungnya, membuatnya menyimpulkan ia berada di rumah sakit.
Haekal mengganti posisi berbaringnya menjadi setengah duduk, memandang sekeliling adalah hal yang ia lakukan berkali-kali saat ini. Sayangnya, di ruang rawat kelas satu itu, ia hanya sendiri.
Haekal tertegun sejenak, mengingat apa yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu. Haekal mengambil ponsel di atas nakas di samping ranjang pasiennya, melihat jam yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
Sejenak Haekal berpikir, "Astaghfirullah ... kelewat sholat subuh ...."
Sret!
Dengan kasar, Haekal melepas infusnya. Membiarkan darah yang mulai mengucur dari pergelangan tangannya. Haekal sedikit meringis, namun pikirannya tetap tidak peduli pada cairan merah yang mengalir itu.
Haekal beranjak dari ranjangnya, intinya ia harus segera menemukan masjid di rumah sakit itu. Entah apa nanti sholatnya masih diterima atau tidak, namun Haekal tetap akan melakukannya.
'Gue cuman pengen lo berhenti merokok, kalo misalnya lo pengen cerita tapi susah buat ngomongnya, mendingan lo sholat, curhat sama Allah. Gue tau, kadang susah banget malah, tapi bokap gue selalu ngajarin gitu sama gue, Mas Taesya.'
Haekal teringat kalimat Amara kala itu, ia memang benar-benar mendengarnya, meskipun hanya diam tanpa merespon pada Amara. Haekal tau jika kelakuannya yang merokok ketika sedang ada masalah itu salah besar.
.
.
.
.
.
.
"Ra, mas mau ke toilet dulu bentar ya," ucap Taesya saat ia dan adiknya baru tiba di rumah sakit.
"Beser dasar," celetuk Amara, kemudian ditinggalkan berdua dengan Narendra di sampingnya.
"Tumben banget Mas Taesya bolehin kita berduaan," sahut Narendra.
Amara seketika celingukan setelah mendengar sahutan Narendra, "berdua? Itu banyak orang tau."
Narendra merotasikan matanya, "terserah kamu deh, cantik."
Amara tersenyum, "Yaudah, kita langsung ke kamarnya Haekal aja."
Narendra mengangguk, kemudian keduanya berjalan beriringan menuju ruang rawat Haekal yang berada di lantai tiga. Dengan canda dan tawa yang mengiringi langkah keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine Becomes You [END]
Acak"Senyum dan tawanya tidak akan pernah hilang, meski dunianya sudah kelam" Kadang memang dia menyebalkan, ibunya bilang dia merepotkan. Tapi, setidaknya dia sadar dia punya tanggung jawab, dia sadar dia satu-satunya harapan untuk keluarganya. Dia hid...