24. Twenty-four

166 23 1
                                    

Sudah 6 Minggu usia kandungan Belle. Gadis itu kini melihat Vantae yang terus saja membaca cara merawat bayi bagi pemula. Sungguh ia pusing melihat suaminya yang sedikit aneh itu. Lagi-lagi pemuda itu menopang dagunya berpikir. "Sayang, kita harus lembut memandikan bayi. Bukan begitu?" Tanya Vantae padanya. Ia hanya bergumam membalas ucapan Vantae sembari tetap menonton film di televisi. "Kalau begitu kau saja yang memandikan Peach" seru Vantae lagi.

"Kenapa?" Tanya nya. Belle menatap Vantae bertanya.

"Kau tau sendiri genggaman tanganku bagaimana. Aku tidak bisa lembut terhadap sesuatu" balas Vantae.

"Kalau begitu kau butuh pelatihan menjadi seorang ayah"

Vantae menaikkan sebelah alisnya dan mencari apa yang dimaksud istrinya itu di internet. Ia melotot ketika menemukan pelatihan menjadi seorang ayah. Terlihat beberapa langkah merawat bayi seperti memandikan, menggendong, menidurkan dan lainnya.
"Kau menyuruhku untuk mengikuti pelatihan ini?" Tanya Vantae.

"Kalau kau mau aku bisa menemanimu" balas Belle.

Vantae terlihat ragu namun melihat wajah Belle yang menahan tawa membuatnya cemberut. Kentara sekali jika sang istri gengah mengejeknya. "Akan kulakukan, kau pikir hanya kau saja yang merawat Peach" ketusnya.

"Kan memang aku yang akan merawatnya" tawa Belle terbahak. Suaminya ini bodoh sekali.

"Awas kau! Aku akan merawatnya!" Ketus Vantae.

Belle semakin tertawa ketika pemuda itu menuju kamarnya dan kembali keluar dengan kemeja kotak dan celana jeans. "Kau mau kemana?" Tanya Belle.

"Selingkuh!" Ketus Vantae.

Lagi-lagi Belle tertawa lebar melihat Vantae yang pergi dengan mobilnya. Ia jelas tau jika pemuda itu mendaftar untuk ikut pelatihan. Lagipula Vantae menyukai anak-anak. Merasa puas dengan tertawa, ia memilih menuju ke halaman belakang sembari membawa tas hitam berukuran sedang.

Perlahan tapi pasti gadis itu menempel 1 foto dan menulis apa yang dirasakannya ketika peristiwa itu terjadi. Dimana hari pernikahan mereka terjadi dan foto bersama. Duduk di halaman depan rumah ketika awal pendekatan. Bukan ia yang memotret, tapi Bibi Han. Dari dulu Bibi Han menyukai hubungannya dengan Vantae.

Belle terkekeh kala Bibi Han memberikan banyak sekali koleksi fotonya dan Vantae. "Saya sangat menyukai hubungan kalian bahkan sejak dulu. Mengingat saya tidak mempunyai anak, Vantae seolah sudah jadi anak kandung. Karena itu saya selalu mengabadikan segala hal tentangnya" kalau tidak salah itulah yang pernah diucapkan Bibi Han padanya.

Total 2 jam ia berada disana dengan 3 album yang berada didepannya. Ia tersenyum ketika melihat album berwarna putih yang berisi kehidupan pernikahan keduanya hingga saat ini. Berbeda lagi dengan album berwarna hitam yang menjadi masa lalu keduanya. Belle tersenyum melihat banyak foto selfie miliknya dan Vantae di album berwarna biru. Tertulis usia 1 Minggu, 2 Minggu dan seterusnya.

Belle kembali memasukkan album-albumnya dan mengeluarkan laptop, mengirim beberapa file Vidio yang dibuatnya bersama Vantae untuk Peach. Ia mengumpulkan file menjadi satu dengan judul 'My Peach' dan menyembunyikannya secara rapi, bahkan Vantae saja tidak akan tau.

Menurutnya sudah menjadi hobinya untuk selalu membuat album kenangan dan Vidio yang mengungkapkan kasih sayangnya pada Peach. Ia bahkan memiliki bayangan ketika di masa depan, ketika anaknya berusia 18 tahun, mereka akan menonton kembali Vidio yang dibuatnya dan memberikan album-albumnya.

"Kan bisa saja kalau Peach nakal aku akan memberikan ini agar dia sadar" gumam Belle. Ia mengelus perutnya pelan sembari tersenyum lembut, "jangan nakal dan menyusahkan ayah dan ibu besok" lanjutnya.

Ia terjengit pelan kala lengan kekar melingkar di perutnya. "Kau membuat album? Boleh aku melihatnya?" Tanya sosok kurang ajar yang ternyata suaminya.

"Tidak boleh! Kita akan membukanya bersama ketika Peach sudah berumur 18 tahun!" Ketus Belle. Ia memasukkan semua barangnya kedalam tas dan meletakkannya disamping kursi.

Melihat Belle yang menolaknya membuat Vantae tersenyum lembut menatap istrinya. "Aku rasa aku akan kembali menikah denganmu" balas Vantae.

"Apa maksudmu?" Tanya Belle bingung.

"Kau tau? Aku ingin hidup bertiga bersamamu dan Peach. Aku harus menjauh dari Aleah ketika kami menikah nanti" seru Vantae.

"Kau lelaki jahat Van" balas Belle malas.

"Aku tidak akan menceraikan gadis itu. Aku akan menunggu dia lelah denganku" balas Vantae. "Dengan begitu aku bisa bersamamu dan Peach selamanya" Lanjutnya.

"Terserah kau saja dasar bajingan tampan!" Ketus Belle. Tak bisa menolak jika sebenarnya ia juga senang dengan ucapan Vantae. Jika boleh Belle ingin egois dan memiliki Vantae selamanya. Karena itulah ia senang dengan apa yang Vantae ucapkan.

"Kau, bagaimana hari pertama pelatihan menjadi ayah yang baik?" Tanya Belle menahan tawa.

Mendengar ledekan istrinya membuatnya sedikit kesal dan memilih duduk sembari cemberut. "Tidak sulit" balasnya.

"Benarkah?" Tanya Belle.

"Hm, sangat mudah" ketus Vantae.

Gadis itu terlihat akan meledakkan tawanya. Melihat istrinya seperti itu cukup membuatnya kesal terus saja diledek seharian. Apa salahnya? Dia hanya belajar menjadi appa yang baik. Meskipun ketika belajar menggendong boneka bayi, bayi itu terjatuh karena ia melongo dengan hal lain.

"Aku sempurna dalam pelatihan! Aku tidak sebodoh itu untuk membuat anakku mati karena ulahku!" Protes Vantae. Lagi dan lagi ia memilih meninggalkan istrinya dan masuk kedalam rumah sederhananya untuk makan buah segar di atas meja makan. Ia melihat kearah halaman belakang mendapati sang istri mengelus perutnya sembari bergumam kecil menyanyi.

Melihatnya membuat perasaanya damai. Membayangkan akan seperti apa ketika ia memangku bayi dan istrinya bersandar di pundaknya. Menikmati sore di halaman belakang dan menutup mata menikmati kebahagiaan. "Hah menyenangkan" gumamnya. Vantae kembali duduk sembari memangku laptop miliknya dan mengurus pekerjaannya dari rumah.

Bahkan Rayan sempat protes pada adiknya itu. Yang hamil Belle, tapi yang meminta cuti Vantae. Karena itulah ia akan sesekali memberikan pekerjaan melalui telepon dan dikerjakan oleh Vantae kemudian mengirim via email.

"Van aku bosan" gerutu Belle yang tiba-tiba duduk disampingnya. Ia melihat jam tangan yang menunjukkan pukul 4 sore.

"Kau bosan? Belanja saja" balas Vantae.
Mendapat jawaban yang tidak mengenakkan dari Vantae membuat Belle cemberut dan memilih tiduran dikamarnya. "Dasar suami durhaka" gerutunya. Belle menutup matanya menikmati sejuknya AC yang dinyalakan.

"Kemari" seru Vantae. Pemuda itu memeluknya dari belakang membuatnya nyaman. "Kau kesal hanya karena ucapanku?" Lanjutnya. Belle hanya diam dan mencoba menyingkirkan tangan suaminya kesal. "Sayang, kau selalu mengatakan bosan sampai aku takut kau bosan pada suasana rumah atau padaku"

"Padamu!" Sahut Belle ketus.

Vantae tertawa pelan mendengarnya. "Kau mau liburan kemana lagi?" Tanyanya.

"Tidak tau"

"Aku minta maaf, mau pergi belanja?" Tanya Vantae. Jelas ia mengajak istrinya belanja. Sungguh istrinya ini sangat malas belanja kecuali untuk kebutuhan rumah. Memanjakan diri seperti pergi ke salon atau ke butik terkenal seperti Aleah saja tidak pernah. Bukannya tidak mau, istrinya ini hanya malas.

Namun ketika gadis itu emosi maka aturan tadi tak berlaku seperti dulu. Menghabiskan banyak sekali saldo untuknya ketika belanjaan yang dibeli menumpuk di lemari.

---To Be Continued---

Memories [REVISI END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang